Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima kembali dihadapkan dengan dugaan penyalahgunaan APBD Kabupaten Bima Tahun 2014 bernilai Ratusan Juta Rupiah .
Belum tuntas dugaan Korupsi dengan modus pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (Bos) sebesar Rp. 30 ribu per-siswa untuk penggandaan soal Ujian Sekolah (US). Kini, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima kembali dihadapkan dengan dugaan penyalahgunaan APBD Kabupaten Bima Tahun 2014 bernilai Ratusan Juta Rupiah .
Dugaan korupsi pada Bidang Dikdas Dikpora bukan hanya melalui pemotongan dana Bos, tapi juga dilakukan melalui APBD Kabupaten Bima senilai Rp.180 juta untuk kegiatan US Tahun 2014 ini. Dalih dugaan korupsi oleh oknum Kabid Dikdas, Arsyad S.Pd, M.Pd pada dana yang bersumber dari APBN dan APBD II sama, yakni dipergunakan untuk biaya kegiatan US. “Ratusan juta yang diperoleh dari dana Bos digunakan untuk penggandaan soal US. Sementara, dana dari APBD Kabupaten Bima dimanfaatkan untuk Scaner Lembar Jawaban Ujian (LJU), “kata sumber terpercaya Koran Stabilitas belum lama ini.
Parahnya lanjut sumber, kegiatan scaner LJU yang dilakukan selama beberapa hari di Kantor Dikpora , selain tanpa pengamanan dari aparat Kepolisian. Tapi, tandatangan sejumlah pegawai Dikpora baik PNS maupun non PNS yang lembur untuk menyelesaikan scaner LJU diduga kuat direkayasa oleh oknum pejabat tersebut. Maksudnya, sejumlah pegawai diduga hanya diberikan uang oleh Kabid, tapi tidak menandatangani bukti penerimaan uang. “Para pegawai yang mendapat tugas untuk meng-scaner LJU hanya diberi uang, nilainya-pun bervariasi. Saya menduga tandatangan mereka direkayasa, “duga sumber.
Semestinya kata sumber, para pegawai bukan hanya diberi uang honor, melainkan juga harus menandatangani bukti penerimaan uang. Sebab, dana yang dipergunakan untuk scaner LJU, termasuk honor para pegawai bersumber dari APBD II.” “Tandatangan penerimaan uang itu penting sebagai bukti penggunaan uang Daerah. Apalagi, penggunaan dana ratusan juta tersebut, mesti dipertanggungjawabkan. Jika memang benar tandatangan para pegawai direkayasa, lantas bagaimana bentuk Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) atas penggunaan dana tersebut, “ujarnya.
Sumber menduga, LPJ atas penggunaan dana itu akan direkayasa. Masalahnya, hampir semua pegawai yang mendapat kepercayaan untuk scaner LJU mengaku tidak pernah menandatangani penerimaan uang dalam kaitan itu. Tapi, hanya diberi uang. “Penggunaanya saja amburadul, bagaimana bentuk pertanggungjawabanya. Dugaan semakin kuat, ketika muncul tandatangan kwintansi kosong untuk biaya konsumsi selama kegiatan scaner LJU berlangsung, “beber sumber.
Pada kesempatan itu, sumber juga meminta kepada DPRD Kabupaten Bima agar tidak hanya sekedar berjanji untuk merekomendasikan persoalan itu pada Lembaga Hukum, tapi harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Sebab, dugaan pemotongan dana Bos untuk penggandaan soal bukan Tahun 2014 ini saja, melainkan juga terjadi dibeberapa tahun sebelumnya. Ditambah lagi, dengan munculnya dugaan penyalahgunaan APBD Kabupaten Bima untuk US. “Genjot terus dugaan korupsi pada Dikpora, jangan hanya sebatas memanggil dan berjanji, segera rekomendasikan pada Lembaga Hukum. Agar menimbulkan efek jerah bagi pelakunya, sehingga dunia pendidikan dapat dibersihkan dari praktek-praktek semacam itu, “tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kabid Dikdas, Arsyad, S.Pd, M.Pd yang dikonfirmasi Koran Stabilitas Kamis (19/06) secara tegas membantah dugaan tersebut. Dalihnya, kegiatan scaner sudah dilakukan sesuai aturan main sebenarnya. Soal tandatangan penerimaan uang honor scaner, tidak mesti dilakukan oleh semua pegawai yang mengerjakan kegiatan tersebut. Sebab, dalam DPA hanya tercantum enam orang pegawai saja. “Dalam DPA hanya enam orang pegawai, sementara yang meng-scaner LJU beberapa waktu lalu berjumlah lebih dari enam orang. Sehingga, yang berhak menandatangani kwitansi penerimaan uang hanya enam orang saja, “bantahnya. (KS-09)
Dugaan korupsi pada Bidang Dikdas Dikpora bukan hanya melalui pemotongan dana Bos, tapi juga dilakukan melalui APBD Kabupaten Bima senilai Rp.180 juta untuk kegiatan US Tahun 2014 ini. Dalih dugaan korupsi oleh oknum Kabid Dikdas, Arsyad S.Pd, M.Pd pada dana yang bersumber dari APBN dan APBD II sama, yakni dipergunakan untuk biaya kegiatan US. “Ratusan juta yang diperoleh dari dana Bos digunakan untuk penggandaan soal US. Sementara, dana dari APBD Kabupaten Bima dimanfaatkan untuk Scaner Lembar Jawaban Ujian (LJU), “kata sumber terpercaya Koran Stabilitas belum lama ini.
Parahnya lanjut sumber, kegiatan scaner LJU yang dilakukan selama beberapa hari di Kantor Dikpora , selain tanpa pengamanan dari aparat Kepolisian. Tapi, tandatangan sejumlah pegawai Dikpora baik PNS maupun non PNS yang lembur untuk menyelesaikan scaner LJU diduga kuat direkayasa oleh oknum pejabat tersebut. Maksudnya, sejumlah pegawai diduga hanya diberikan uang oleh Kabid, tapi tidak menandatangani bukti penerimaan uang. “Para pegawai yang mendapat tugas untuk meng-scaner LJU hanya diberi uang, nilainya-pun bervariasi. Saya menduga tandatangan mereka direkayasa, “duga sumber.
Semestinya kata sumber, para pegawai bukan hanya diberi uang honor, melainkan juga harus menandatangani bukti penerimaan uang. Sebab, dana yang dipergunakan untuk scaner LJU, termasuk honor para pegawai bersumber dari APBD II.” “Tandatangan penerimaan uang itu penting sebagai bukti penggunaan uang Daerah. Apalagi, penggunaan dana ratusan juta tersebut, mesti dipertanggungjawabkan. Jika memang benar tandatangan para pegawai direkayasa, lantas bagaimana bentuk Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) atas penggunaan dana tersebut, “ujarnya.
Sumber menduga, LPJ atas penggunaan dana itu akan direkayasa. Masalahnya, hampir semua pegawai yang mendapat kepercayaan untuk scaner LJU mengaku tidak pernah menandatangani penerimaan uang dalam kaitan itu. Tapi, hanya diberi uang. “Penggunaanya saja amburadul, bagaimana bentuk pertanggungjawabanya. Dugaan semakin kuat, ketika muncul tandatangan kwintansi kosong untuk biaya konsumsi selama kegiatan scaner LJU berlangsung, “beber sumber.
Pada kesempatan itu, sumber juga meminta kepada DPRD Kabupaten Bima agar tidak hanya sekedar berjanji untuk merekomendasikan persoalan itu pada Lembaga Hukum, tapi harus dibuktikan melalui tindakan nyata. Sebab, dugaan pemotongan dana Bos untuk penggandaan soal bukan Tahun 2014 ini saja, melainkan juga terjadi dibeberapa tahun sebelumnya. Ditambah lagi, dengan munculnya dugaan penyalahgunaan APBD Kabupaten Bima untuk US. “Genjot terus dugaan korupsi pada Dikpora, jangan hanya sebatas memanggil dan berjanji, segera rekomendasikan pada Lembaga Hukum. Agar menimbulkan efek jerah bagi pelakunya, sehingga dunia pendidikan dapat dibersihkan dari praktek-praktek semacam itu, “tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kabid Dikdas, Arsyad, S.Pd, M.Pd yang dikonfirmasi Koran Stabilitas Kamis (19/06) secara tegas membantah dugaan tersebut. Dalihnya, kegiatan scaner sudah dilakukan sesuai aturan main sebenarnya. Soal tandatangan penerimaan uang honor scaner, tidak mesti dilakukan oleh semua pegawai yang mengerjakan kegiatan tersebut. Sebab, dalam DPA hanya tercantum enam orang pegawai saja. “Dalam DPA hanya enam orang pegawai, sementara yang meng-scaner LJU beberapa waktu lalu berjumlah lebih dari enam orang. Sehingga, yang berhak menandatangani kwitansi penerimaan uang hanya enam orang saja, “bantahnya. (KS-09)
COMMENTS