Kasus oknum Anggota DPRD Kabupaten Bima berinisal SM (30) yang digrebek bersama Wanita Idaman Lain (WIL) di sebuah kamar hotel beberapa hari lalu disesalkan banyak pihak.
Kasus oknum Anggota DPRD Kabupaten Bima berinisal SM (30) yang digrebek bersama Wanita Idaman Lain (WIL) di sebuah kamar hotel beberapa hari lalu disesalkan banyak pihak. Ulah oknum yang belakangan diketahui anggota Komisi I tersebut dinilai telah menciderai integritas pejabat daerah maupun lembaga Legislatif.
Tak hanya itu, kasus tersebut menambah catatan kelam moral pejabat di mata masyarakat. “Degradasi moral anggota DPRD sudah sangat akut. Lembaga Kehormatan Dewan harus mengambil alih untuk mengevaluasi agar oknum diberikan sanksi. Apabila terbukti bersalah melanggar etika dan moralitas maka sanksi harus ditegakkan. Selain sanksi juga kedua pasangan itu wajib di nikahkan,” ujar Kandidat Magister Prancis, Asrul Raman, M.Pd, kepada wartawan kemarin.
Namun menurut Akademisi STKIP Taman Siswa ini, apabila tidak terbukti dan telah menikah dengan pasangannya maka oknum tetap mesti diberi pembinaan. Apabila ingin berhubungan dengan istri lebih baik di rumah saja atau selalu membawa surat nikahnya. Sebab kata Asrul, menjadi pejabat negara itu tidaklah mudah, apalagi seorang dewan merupakan representasi dari masyarakat. “Karenanya, harus memiliki aturan berprilaku yang benar (right rules of conduct) ini sebagai pegangan etika khusus yang harus di taati bagi semua pejabat pemerintah, selain itu juga memperhatikan moral publiknya,” terangnya melalui telepon seluler.
Bila perlu lanjutnya, harus ada legitimasi penguasa atas semua itu. Sebab penguasa bukan hanya melegitimasi materi wewenang, subyek kekuasaan, dan eliter saja, tapi juga harus memberikan legitimasi religius. “Saya pribadi mendukung rajia yang dilakukan Sat Pol PP Kota Bima itu sehingga mampu menjaring anggota DPRD tersebut. Rajia itu haruslah rutin dan tidak saja saat menjelang puasa,” pintanya.
Asrul menambahkan, selain rajia Pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang ketat untuk rumah persinggahan, losmen, maupaun hotel yang ada. Tidak hanya mengeluarkan surat edaran tentang biaya pajak saja tetapi juga etika operasionalnya. “Inilah yang saya maksud dengan legitimasi religius seorang penguasa, ada pagar api yang jelas antara yang baik dan buruk demi kemajuan daerah,” pungkasnya. (KS-13)
Tak hanya itu, kasus tersebut menambah catatan kelam moral pejabat di mata masyarakat. “Degradasi moral anggota DPRD sudah sangat akut. Lembaga Kehormatan Dewan harus mengambil alih untuk mengevaluasi agar oknum diberikan sanksi. Apabila terbukti bersalah melanggar etika dan moralitas maka sanksi harus ditegakkan. Selain sanksi juga kedua pasangan itu wajib di nikahkan,” ujar Kandidat Magister Prancis, Asrul Raman, M.Pd, kepada wartawan kemarin.
Namun menurut Akademisi STKIP Taman Siswa ini, apabila tidak terbukti dan telah menikah dengan pasangannya maka oknum tetap mesti diberi pembinaan. Apabila ingin berhubungan dengan istri lebih baik di rumah saja atau selalu membawa surat nikahnya. Sebab kata Asrul, menjadi pejabat negara itu tidaklah mudah, apalagi seorang dewan merupakan representasi dari masyarakat. “Karenanya, harus memiliki aturan berprilaku yang benar (right rules of conduct) ini sebagai pegangan etika khusus yang harus di taati bagi semua pejabat pemerintah, selain itu juga memperhatikan moral publiknya,” terangnya melalui telepon seluler.
Bila perlu lanjutnya, harus ada legitimasi penguasa atas semua itu. Sebab penguasa bukan hanya melegitimasi materi wewenang, subyek kekuasaan, dan eliter saja, tapi juga harus memberikan legitimasi religius. “Saya pribadi mendukung rajia yang dilakukan Sat Pol PP Kota Bima itu sehingga mampu menjaring anggota DPRD tersebut. Rajia itu haruslah rutin dan tidak saja saat menjelang puasa,” pintanya.
Asrul menambahkan, selain rajia Pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang ketat untuk rumah persinggahan, losmen, maupaun hotel yang ada. Tidak hanya mengeluarkan surat edaran tentang biaya pajak saja tetapi juga etika operasionalnya. “Inilah yang saya maksud dengan legitimasi religius seorang penguasa, ada pagar api yang jelas antara yang baik dan buruk demi kemajuan daerah,” pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS