Penyidik PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota,sepertinya harus bekerja ekstra untuk menyelesaikan sejumlah kasus Tindak Pidana.
Penyidik PPA Sat Reskrim Polres Bima Kota,sepertinya harus bekerja ekstra untuk menyelesaikan sejumlah kasus Tindak Pidana. Tercatat,dari awal awal bulan Januari hingga Juli 2014,ada 50 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang harus diselesaikan hingga akhir tahun ini.
Kapolres Bima Kota melalui Kasat Reskrim Iptu, Didik Harianto, SH mengaku, banyaknya kasus KDRT yang masuk di unit PPA dikarenakan suami isteri yang bertengkar. Hingga, persoalan itu dibawa kejalur hukum. “Dari 50 kasus yang ditangani itu, sebagiannya adalah laporan pengaduan yang dilaporkan oleh sang isteri atas perbuatan suaminya. Artinya,sejumlah kasus itu belum resmi dilaporkan,tapi baru bersifat pengaduan,”bebernya saat membawa materi penyuluhan hukum yang diadakan Mahasiswa KKN STIH Muhammadiyah Bima di Kelurahan Pena Na’e Sabtu (9/8) siang.
Kasus KDRT yang masih dalam proses lanjutnya,saat ini masih ada sekitar 35 kasus. Itupun, masih dalam proses lidik karena pihaknya masih mengumpulakan alat bukti dan harus memeriksa saksi.”Kebanyakan dalam kasus KDRT,kami sedikit kesulitan karena tidak adanya saksi,”ujarnya.
Padahal,dalam kasus KDRT keterangan saksi sangat dibutuhkan. Karena,keterangan saksi merupakan salah satu kunci untuk mengungkap kasus tersebut. Apalagi,kasus KDRT ini merupakan kasus yang terjadi dalam rumah tangga. Selama ini,yang menjadi korban KDRT itu hanya wanita. Nah paling-paling, ketika pihaknya bertanya apakah suaminya diproses hingga dapat ditahan. Sang isteri, malah mengatakan pada pihaknya, kalau bisa berikan pembinaan saja agar tidak lakukan lagi. “Kalau masalahnya tidak begitu rumit. Janganlah harus melapor ke Polisi, bicarakanlah secara kekeluargaan agar semuanya bisa lebih cepat diselesaikan,”sarannya.
Ia menjelaskan,Undang-Undang KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik,psikis,seksual dan penelantaran rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya. Kekerasan fisik yang dimaksud adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat dan itu diatur dalam Pasal 6 UU KDRT. Termasuk pula perbuatan menampar, menendang dan menyulut dengan rokok-pun dilarang. ”Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, dipenjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15 Juta. itu diatur dalam Pasal 44 ayat [1] UU KDRT,”jelasnya.(KS-05)
Kapolres Bima Kota melalui Kasat Reskrim Iptu, Didik Harianto, SH mengaku, banyaknya kasus KDRT yang masuk di unit PPA dikarenakan suami isteri yang bertengkar. Hingga, persoalan itu dibawa kejalur hukum. “Dari 50 kasus yang ditangani itu, sebagiannya adalah laporan pengaduan yang dilaporkan oleh sang isteri atas perbuatan suaminya. Artinya,sejumlah kasus itu belum resmi dilaporkan,tapi baru bersifat pengaduan,”bebernya saat membawa materi penyuluhan hukum yang diadakan Mahasiswa KKN STIH Muhammadiyah Bima di Kelurahan Pena Na’e Sabtu (9/8) siang.
Kasus KDRT yang masih dalam proses lanjutnya,saat ini masih ada sekitar 35 kasus. Itupun, masih dalam proses lidik karena pihaknya masih mengumpulakan alat bukti dan harus memeriksa saksi.”Kebanyakan dalam kasus KDRT,kami sedikit kesulitan karena tidak adanya saksi,”ujarnya.
Padahal,dalam kasus KDRT keterangan saksi sangat dibutuhkan. Karena,keterangan saksi merupakan salah satu kunci untuk mengungkap kasus tersebut. Apalagi,kasus KDRT ini merupakan kasus yang terjadi dalam rumah tangga. Selama ini,yang menjadi korban KDRT itu hanya wanita. Nah paling-paling, ketika pihaknya bertanya apakah suaminya diproses hingga dapat ditahan. Sang isteri, malah mengatakan pada pihaknya, kalau bisa berikan pembinaan saja agar tidak lakukan lagi. “Kalau masalahnya tidak begitu rumit. Janganlah harus melapor ke Polisi, bicarakanlah secara kekeluargaan agar semuanya bisa lebih cepat diselesaikan,”sarannya.
Ia menjelaskan,Undang-Undang KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik,psikis,seksual dan penelantaran rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya. Kekerasan fisik yang dimaksud adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat dan itu diatur dalam Pasal 6 UU KDRT. Termasuk pula perbuatan menampar, menendang dan menyulut dengan rokok-pun dilarang. ”Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga, dipenjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15 Juta. itu diatur dalam Pasal 44 ayat [1] UU KDRT,”jelasnya.(KS-05)
COMMENTS