Setelah ramai mencuat melalui pemberitaan media massa, kondisi warga di empat dusun, Desa Karampi Kecamatan Langgudu yang beralih makanan pokok ke umbian gadung mendapat respon dari Pemerintah Kabupaten Bima
Setelah ramai mencuat melalui pemberitaan media massa, kondisi warga di empat dusun, Desa Karampi Kecamatan Langgudu yang beralih makanan pokok ke umbian gadung mendapat respon dari Pemerintah Kabupaten Bima. Melalui Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKP2), Pemerintah Kabupaten Bima berjanji akan segera mendistribusikan beras kepada warga Desa Karampi dan desa sekitarnya yang mengalami krisis pangan.
Kepala BKP2 Kabupaten Bima, Ir. M. Tayeb mengaku, pihaknya baru mendapatkan informasi adanya krisis pangan di Karampi dari media massa. Sebelum ini belum ada laporan yang disampaikan oleh pihak desa maupun kecamatan terkait warga yang tidak memiliki stok beras karena gagal panen. Ia pun berjanji akan segera menindaklanjuti informasi itu dan mengecek langsung kondisi warga di Karampi.
“Andai kami cepat mengetahui pasti akan segera membantu. Tapi kami akan turun melihat langsung keadaan mereka dan berkoordinasi dengan Bulog untuk membantu mendistribusikan stok beras cadangan pangan kita,” kata Tayeb saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Sabtu kemarin.
Tayeb menjelaskan, Desa Karampi dan beberapa desa pesisir lain di Kecamatan Langgudu sepertri Kalodu, Waduruka dan Sambane memang masuk dalam daerah prioritas satu penanganan masalah pangan. Penyebab terjadinya krisis pangan di beberapa daerah itu bukan hanya karena gagal panen dan musim kemarau, tetapi karena distribusi beras yang tidak merata. Letak daerah yang cukup jauh dan tidak didukung akses transportasi menjadi kendala pendistribusian beras.
“Sebenarnya Langgudu merupakan salah satu kecamatan surplus beras tertinggi. Bahkan sekali panen, stok beras bisa mencukupi untuk jangka waktu 30 bulan kedepan. Namun karena kendala distribusi, sebagian desa terutama yang ada diseberang pulau tidak merata jatahnya,” imbuh Tayeb.
Meski begitu sambungnya, umbian gadung sebagai pengganti makanan pokok warga setempat dianggapnya sudah biasa. Umbian gadung telah dikonsumsi warga sejak lama secara turun temurun dan dijadikan makanan tambahan. Warga mengkonsumsinya bukan hanya karena krisis pangan, tetapi karena tradisi. Namun karena masyarakat Bima sudah terbiasa makan nasi, gadung hanya menjadi makanan tambahan. Padahal, kandungan karbohidrat gadung cukup tinggi seperti nasi.
“Malah konsumsi gadung bagian dari program kita untuk penganekagaman pangan dan ingin mengembangkannya. Tetapi karena ini konteksnya beda, pemerintah tetap akan memberikan perhatian penanganan,” tambahnya. (KS-13)
Kepala BKP2 Kabupaten Bima, Ir. M. Tayeb mengaku, pihaknya baru mendapatkan informasi adanya krisis pangan di Karampi dari media massa. Sebelum ini belum ada laporan yang disampaikan oleh pihak desa maupun kecamatan terkait warga yang tidak memiliki stok beras karena gagal panen. Ia pun berjanji akan segera menindaklanjuti informasi itu dan mengecek langsung kondisi warga di Karampi.
“Andai kami cepat mengetahui pasti akan segera membantu. Tapi kami akan turun melihat langsung keadaan mereka dan berkoordinasi dengan Bulog untuk membantu mendistribusikan stok beras cadangan pangan kita,” kata Tayeb saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Sabtu kemarin.
Tayeb menjelaskan, Desa Karampi dan beberapa desa pesisir lain di Kecamatan Langgudu sepertri Kalodu, Waduruka dan Sambane memang masuk dalam daerah prioritas satu penanganan masalah pangan. Penyebab terjadinya krisis pangan di beberapa daerah itu bukan hanya karena gagal panen dan musim kemarau, tetapi karena distribusi beras yang tidak merata. Letak daerah yang cukup jauh dan tidak didukung akses transportasi menjadi kendala pendistribusian beras.
“Sebenarnya Langgudu merupakan salah satu kecamatan surplus beras tertinggi. Bahkan sekali panen, stok beras bisa mencukupi untuk jangka waktu 30 bulan kedepan. Namun karena kendala distribusi, sebagian desa terutama yang ada diseberang pulau tidak merata jatahnya,” imbuh Tayeb.
Meski begitu sambungnya, umbian gadung sebagai pengganti makanan pokok warga setempat dianggapnya sudah biasa. Umbian gadung telah dikonsumsi warga sejak lama secara turun temurun dan dijadikan makanan tambahan. Warga mengkonsumsinya bukan hanya karena krisis pangan, tetapi karena tradisi. Namun karena masyarakat Bima sudah terbiasa makan nasi, gadung hanya menjadi makanan tambahan. Padahal, kandungan karbohidrat gadung cukup tinggi seperti nasi.
“Malah konsumsi gadung bagian dari program kita untuk penganekagaman pangan dan ingin mengembangkannya. Tetapi karena ini konteksnya beda, pemerintah tetap akan memberikan perhatian penanganan,” tambahnya. (KS-13)
COMMENTS