Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan angggaran rehabilitasi Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Bima yang menyeret empat Kepala Sekolah (Kasek) menguak informasi baru.
Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan angggaran rehabilitasi Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Bima yang menyeret empat Kepala Sekolah (Kasek) menguak informasi baru. Empat Kepsek, masing-masing berinisial MM, J, M dan AA, menyebut dalam kasus yang merugikan negara Rp. 627 juta itu juga terlibat sejumlah pejabat Dinas Dikpora dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Bima.
Pernyataan itu diungkapkan keempat tersangka itu melalui Penasehat Hukum mereka, Syaiful Islam, SH, kepada wartawan, Sabtu (18/10) di Mapolres Bima Kota. Syaiful menegaskan, empat kliennya tidak terima kalau hanya mereka yang diseret dalam dugaan korupsi anggaran yang bersumber dari ABPN tersebut. Sebab, anggaran yang diperuntukkan untuk rebabilitasi ruang kelas itu juga dinikmati sejumlah pejabat Dinas Dikpora dan LSM. “Seharusnya mereka yang menikmati aliran dana itu juga ikut diseret dan diperiksa jangan hanya klien saya,” kata Syaiful.
Berdasarkan pengakuan kliennya sambung dia, anggaran itu memang masuk langsung melalui rekening sekolah yang mendapatkannya. Namun saat pencairan, oknum berinisial R, salah satu guru di Kecamatan Bolo yang mengaku suruhan pejabat di pusat dan Dinas Dikpora memotong anggaran tersebut sebesar 35 persen.
“Bagaimana sekolah mau direhab dengan maksimal, kalau anggaran belum digunakan sudah dipotong duluan oleh mereka. Mau tidak mau terpaksa diberikan karena dia (Oknum R) yang memegang buku rekening,” sebutnya.
Dikatakannya, oknum R memaksa untuk memotong anggaran itu sebesar 35 persen karena merasa paling berjasa dalam melobi dan mengurus paket proyek itu di Pemerintah Pusat. Dari anggaran yang dipotong, diakui oknum tersebut akan dibagi lagi kepada sejumlah pejabat Dinas Dikpora Kabupaten Bima.
Tak hanya itu lanjutnya, setelah sisa anggaran dikelola pihak sekolah, kliennya juga kerap didatangi beberapa LSM berslogan anti korupsi meminta “jatah” dengan dalih agar tidak mempermasalahkan penggunaan proyek tersebut. “Informasi ini sudah disampaikan ke penyidik. Tapi kami belum mau membeberkan siapa saja mereka, yang jelas sudah kami kantongi semua namanya,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Langgudu yang terlibat kasus dugaan korupsi rehab ruang kelas akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka, setelah Polisi menerima hasil audit investigasi kerugian Negara dari proyek yang bersumber pada APBN Tahun 2012 tersebut dari BPKP. Dari hasil audit, Negara rugi mencapai Rp 627 Juta. “Empat orang dimaksud masing-masing berinisial MM, J, M dan AA. Setelah jadi tersangka, kami langsung melayangkan surat untuk memenuhi panggilan untuk diperiksa kembali,” ungkap Kasat Reserse Kriminal AKP. Wendi Oktariansyah, SH S. Ik, Sabtu (27/9).
Ia menambahkan, empat tersangka itu melanggar Pasal 2, 3 dan Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 3 RI Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (KS-13)
Pernyataan itu diungkapkan keempat tersangka itu melalui Penasehat Hukum mereka, Syaiful Islam, SH, kepada wartawan, Sabtu (18/10) di Mapolres Bima Kota. Syaiful menegaskan, empat kliennya tidak terima kalau hanya mereka yang diseret dalam dugaan korupsi anggaran yang bersumber dari ABPN tersebut. Sebab, anggaran yang diperuntukkan untuk rebabilitasi ruang kelas itu juga dinikmati sejumlah pejabat Dinas Dikpora dan LSM. “Seharusnya mereka yang menikmati aliran dana itu juga ikut diseret dan diperiksa jangan hanya klien saya,” kata Syaiful.
Berdasarkan pengakuan kliennya sambung dia, anggaran itu memang masuk langsung melalui rekening sekolah yang mendapatkannya. Namun saat pencairan, oknum berinisial R, salah satu guru di Kecamatan Bolo yang mengaku suruhan pejabat di pusat dan Dinas Dikpora memotong anggaran tersebut sebesar 35 persen.
“Bagaimana sekolah mau direhab dengan maksimal, kalau anggaran belum digunakan sudah dipotong duluan oleh mereka. Mau tidak mau terpaksa diberikan karena dia (Oknum R) yang memegang buku rekening,” sebutnya.
Dikatakannya, oknum R memaksa untuk memotong anggaran itu sebesar 35 persen karena merasa paling berjasa dalam melobi dan mengurus paket proyek itu di Pemerintah Pusat. Dari anggaran yang dipotong, diakui oknum tersebut akan dibagi lagi kepada sejumlah pejabat Dinas Dikpora Kabupaten Bima.
Tak hanya itu lanjutnya, setelah sisa anggaran dikelola pihak sekolah, kliennya juga kerap didatangi beberapa LSM berslogan anti korupsi meminta “jatah” dengan dalih agar tidak mempermasalahkan penggunaan proyek tersebut. “Informasi ini sudah disampaikan ke penyidik. Tapi kami belum mau membeberkan siapa saja mereka, yang jelas sudah kami kantongi semua namanya,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, empat Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Langgudu yang terlibat kasus dugaan korupsi rehab ruang kelas akhirnya resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka, setelah Polisi menerima hasil audit investigasi kerugian Negara dari proyek yang bersumber pada APBN Tahun 2012 tersebut dari BPKP. Dari hasil audit, Negara rugi mencapai Rp 627 Juta. “Empat orang dimaksud masing-masing berinisial MM, J, M dan AA. Setelah jadi tersangka, kami langsung melayangkan surat untuk memenuhi panggilan untuk diperiksa kembali,” ungkap Kasat Reserse Kriminal AKP. Wendi Oktariansyah, SH S. Ik, Sabtu (27/9).
Ia menambahkan, empat tersangka itu melanggar Pasal 2, 3 dan Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 3 RI Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (KS-13)
COMMENTS