Kebutuhan bahan bangunan seperti Semen di pasar baik Kota maupun Kabupaten Bima mendadak langkah.
Kebutuhan bahan bangunan seperti Semen di pasar baik Kota maupun Kabupaten Bima mendadak langkah. Penyebabnya, diduga kapal muatan semen tidak berani berlayar karena cuaca, tingginya permintaan konsumen, ataukah karena oknum Distributor semen di Bima tidak memiliki gudang penampungan. Bahkan, kuat dugaan barang tersebut sengaja ditimbun, menyusul rencana Pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Lantas, kenapa selama ini persediaan semen lancar-lancar saja, meski gudang yang hendak dibangun tepat pada lokasi timbunan urung (batal) dilaksanakan. Karena, warga bereaksi menolak lahan tutupan Negara ditimbun oknum tak bertanggungjawab. Akibat kelangkaan barang tersebut, selain menghambat pekerjaan bangunan, juga mempengaruhi harga bahan bangunan. Masalahnya, harga semen tiba-tiba naik Rp.70 hingga Rp.75 ribu persak. “Harga Semen baik, Tiga Roda, Tonasa, Gresik maupun Bosowa tiba-tiba naik hingga Rp.75 ribu per-sak,” kata salah seorang konsumen, Toto kepada Koran Stabilitas.
Toto mengaku heran dengan kelangkaan bahan bangunan hingga berujung pada melonjaknya harga eceran disejumlah Toko Bangunan. Padahal, kenaikan harga BBM baru sekedar rencana Jokowi-JK sebagai Presiden RI periode 2014-2019. Artinya, belum ada persetujuan DPR RI sebagai Lembaga penentu soal naik atau tidak harga BBM yang diusulkan Pemerintah tersebut. “Kondisi pasar di Bima aneh, semen langkah harganya-pun tiba-tiba naik. Sementara, harga BBM masih pada posisi semula. Jadi, wajar bila masyarakat bertanya soal itu, apalagi terjadi disaat harga BBM stabil,” ujarnya.
Ia menduga, ada kepentingan lain dibalik kelangkaan dan melonjaknya harga barang tersebut, bisa saja persoalan itu bagian daripada trik dan cara oknum bermodal akibat muncul reaksi penolakan atas dugaan penimbunan lahan tutupan Negara. Kasarnya, masalah itu sebagai bentuk “perlawanan” atas reaksi penolakan penimbunan laut mulai dari Lawata hingga ke Areal Tempat Pembuangan Ikan (TPI) Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat.
Tetapi dugaan kuat Toto, kelangkaan semen lebih mengarah pada “mafia dan kejahatan” bisnis untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Alasanya, wacana menaikan harga BBM beredar luas sebelum Presiden-Wakil Presiden terpilih dilantik. Jadi, ide menaikan salah satu hasil alam (BBM) itu dimanfaatkan sebagai ajang dan peluang untuk menimbun barang, termasuk semen. Apalagi, semen dianggap sebagai kebutuhan mendesak dan diperlukan, karena saat ini adalah moment pekerjaan proyek.
Tujuannya, demi mendapat keuntungan jauh lebih besar dari penjualan sebelumnya. Tapi, bukan hanya oknum Distributor dan pengusaha yang bermain, melainkan merambat hingga ke pedagang eceran. “Dalam sekejap oknum pengusaha semen dapat meraup keuntungan lebih besar. Karena stok lama ditimbun, lalu dijual kembali setelah harga BBM resmi dinaikan. Bayangkan saja, harga eceran per-sak semen berkisar Rp.58 ribu hingga 62 ribu, kalau dijual pasca kenaikan BBM, berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh. Saat ini saja, dijual Rp.75 ribu persak, bagaimana setelah perubahan harga BBM dari Rp.6,5 menjadi Rp.10 ribu per-liter,” terangnya.
Kelangkaan dan perubahan harga bahan bangunan dimaksud bukan hanya diakui konsumen, melainkan juga oleh beberapa supir truk milik pedagang eceran disejumlah lokasi di Kota dan Kabupaten Bima. Bahkan demi mendapat barang untuk memenuhi permintaan konsumen, para supir terpaksa tidur di Gudang milik Distributor dan Pengusaha semen. Karena, jika hal itu (bermalam) tidak dilakukan, mereka khawatir tidak mendapat jatah. “Kami bermalam digudang ini sudah tiga hari, kalau tidak nginap, kami takut tidak kebagian jatah. Sementara, kebutuhan semen sangat mendesak, apalagi saat ini sedang dalam tahap pekerjaan proyek,” tutur para supir menjawab pertanyaan wartawan.
Disinggung soal harga, para supir terkesan enggan menjawab pertanyaan itu, karena ditanggapi sembari berjalan menuju ke truk mereka masing-masing. Tetapi mereka mengaku mengetahui harga bahan bangunan itu sudah naik. Hanya saja, harga eceran per-sak tidak diketahui pasti. “Harganya sudah naik, tapi tidak tahu Toko menjual dengan harga berapa per-sak. Intinya, harga semen saat ini sudah naik, itupun persediaanya belum tentu ada,” tandas supir.
Bagaimana tanggapan Pengusaha dan Distributor Semen atas kelangkaan dan kenaikan harga Semen beberapa hari terkahir ini ? Jemmi, Distributor Semen Tonasa Bina Usaha yang berlokasi di samping Hotel Marina Kota Bima ketika dikonfirmasi Koran Stabilitas Rabu (29/10) mengaku, persediaan semen habis lebih kurang 10 hari. Penyebabnya, sejumlah Kapal muatan masih antri di Makassar. “Stok semen masih ada, tapi milik konsumen yang DO, itupun mereka mau jual karena sudah tidak seperti sebelumnya (rusak). Persediaan bahan bangunan itu lebih kurang 10 hari,“ akunya.
Soal harga lanjut Distributor semen yang memiliki gudang lebih dari satu di Kota Bima itu, mengaku terakhir menjual dengan harga Rp.58 ribu per-sak. Setelah itu, persediaan barang itu sudah tidak ada (habis), kecuali semen milik konsumen yang DO. “Terkahir, kami jual dengan harga sesuai pasaran yakni Rp.58 Ribu persak. Intinya, harga masih tetap dalam posisi semula,” pungkasnya.
Ditempat terpisah, Pimpinan Cabang Bima Semen Tiga Roda, Nyoman juga mengaku kelangkaan semen terjadi pada pertengahan Bulan September 2014 ini. Pemicunya, selain karena antrian di Makasar, tetapi juga karena permintaan konsumen yang terus meningkat. Sehingga, jatah semen untuk Bima tidak sebanding dengan meningkatnya kebutuhan. “Jatah kami biasanya hanya Rp.5 ribu sak perbulan, sementara permintaan mencapai Rp.7,5 ribu perbulan. Ditambah lagi, persediaan semen di tempat lain yang cepat habis, sehingga konsumen membeli di Perusahaan kami. Kasarnya, perusahaan kami menanggulangi kebutuhan semen ditempat lain,” timpalnya.
Masalah harga, Nyoman dengan tegas menyatakan tidak terjadi kenaikan harga barang tersebut (semen), meskipun mengalami kelangkaan. Buktinya, Tiga Roda terakhir dijual dengan harga semula yakni Rp.59,2 ribu per-sak. Tetapi, dirinya tidak tahu harga jual eceran Toko dan pedagang eceran di sejumlah lokasi di Bima, yang pasti harga tidak berubah. “Harga tetap, tidak ada yang naik walaupun terjadi kelangkaan. Soal harga eceran di Toko bangunan Rp.75 ribu per-sak, kami tidak tahu menahu. Intinya, kami jual sesuai harga yang telah ditetapkan,” tegasnya putra asal Bali tersebut. (KS-09)
Lantas, kenapa selama ini persediaan semen lancar-lancar saja, meski gudang yang hendak dibangun tepat pada lokasi timbunan urung (batal) dilaksanakan. Karena, warga bereaksi menolak lahan tutupan Negara ditimbun oknum tak bertanggungjawab. Akibat kelangkaan barang tersebut, selain menghambat pekerjaan bangunan, juga mempengaruhi harga bahan bangunan. Masalahnya, harga semen tiba-tiba naik Rp.70 hingga Rp.75 ribu persak. “Harga Semen baik, Tiga Roda, Tonasa, Gresik maupun Bosowa tiba-tiba naik hingga Rp.75 ribu per-sak,” kata salah seorang konsumen, Toto kepada Koran Stabilitas.
Toto mengaku heran dengan kelangkaan bahan bangunan hingga berujung pada melonjaknya harga eceran disejumlah Toko Bangunan. Padahal, kenaikan harga BBM baru sekedar rencana Jokowi-JK sebagai Presiden RI periode 2014-2019. Artinya, belum ada persetujuan DPR RI sebagai Lembaga penentu soal naik atau tidak harga BBM yang diusulkan Pemerintah tersebut. “Kondisi pasar di Bima aneh, semen langkah harganya-pun tiba-tiba naik. Sementara, harga BBM masih pada posisi semula. Jadi, wajar bila masyarakat bertanya soal itu, apalagi terjadi disaat harga BBM stabil,” ujarnya.
Ia menduga, ada kepentingan lain dibalik kelangkaan dan melonjaknya harga barang tersebut, bisa saja persoalan itu bagian daripada trik dan cara oknum bermodal akibat muncul reaksi penolakan atas dugaan penimbunan lahan tutupan Negara. Kasarnya, masalah itu sebagai bentuk “perlawanan” atas reaksi penolakan penimbunan laut mulai dari Lawata hingga ke Areal Tempat Pembuangan Ikan (TPI) Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat.
Tetapi dugaan kuat Toto, kelangkaan semen lebih mengarah pada “mafia dan kejahatan” bisnis untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Alasanya, wacana menaikan harga BBM beredar luas sebelum Presiden-Wakil Presiden terpilih dilantik. Jadi, ide menaikan salah satu hasil alam (BBM) itu dimanfaatkan sebagai ajang dan peluang untuk menimbun barang, termasuk semen. Apalagi, semen dianggap sebagai kebutuhan mendesak dan diperlukan, karena saat ini adalah moment pekerjaan proyek.
Tujuannya, demi mendapat keuntungan jauh lebih besar dari penjualan sebelumnya. Tapi, bukan hanya oknum Distributor dan pengusaha yang bermain, melainkan merambat hingga ke pedagang eceran. “Dalam sekejap oknum pengusaha semen dapat meraup keuntungan lebih besar. Karena stok lama ditimbun, lalu dijual kembali setelah harga BBM resmi dinaikan. Bayangkan saja, harga eceran per-sak semen berkisar Rp.58 ribu hingga 62 ribu, kalau dijual pasca kenaikan BBM, berapa kali lipat keuntungan yang akan diperoleh. Saat ini saja, dijual Rp.75 ribu persak, bagaimana setelah perubahan harga BBM dari Rp.6,5 menjadi Rp.10 ribu per-liter,” terangnya.
Kelangkaan dan perubahan harga bahan bangunan dimaksud bukan hanya diakui konsumen, melainkan juga oleh beberapa supir truk milik pedagang eceran disejumlah lokasi di Kota dan Kabupaten Bima. Bahkan demi mendapat barang untuk memenuhi permintaan konsumen, para supir terpaksa tidur di Gudang milik Distributor dan Pengusaha semen. Karena, jika hal itu (bermalam) tidak dilakukan, mereka khawatir tidak mendapat jatah. “Kami bermalam digudang ini sudah tiga hari, kalau tidak nginap, kami takut tidak kebagian jatah. Sementara, kebutuhan semen sangat mendesak, apalagi saat ini sedang dalam tahap pekerjaan proyek,” tutur para supir menjawab pertanyaan wartawan.
Disinggung soal harga, para supir terkesan enggan menjawab pertanyaan itu, karena ditanggapi sembari berjalan menuju ke truk mereka masing-masing. Tetapi mereka mengaku mengetahui harga bahan bangunan itu sudah naik. Hanya saja, harga eceran per-sak tidak diketahui pasti. “Harganya sudah naik, tapi tidak tahu Toko menjual dengan harga berapa per-sak. Intinya, harga semen saat ini sudah naik, itupun persediaanya belum tentu ada,” tandas supir.
Bagaimana tanggapan Pengusaha dan Distributor Semen atas kelangkaan dan kenaikan harga Semen beberapa hari terkahir ini ? Jemmi, Distributor Semen Tonasa Bina Usaha yang berlokasi di samping Hotel Marina Kota Bima ketika dikonfirmasi Koran Stabilitas Rabu (29/10) mengaku, persediaan semen habis lebih kurang 10 hari. Penyebabnya, sejumlah Kapal muatan masih antri di Makassar. “Stok semen masih ada, tapi milik konsumen yang DO, itupun mereka mau jual karena sudah tidak seperti sebelumnya (rusak). Persediaan bahan bangunan itu lebih kurang 10 hari,“ akunya.
Soal harga lanjut Distributor semen yang memiliki gudang lebih dari satu di Kota Bima itu, mengaku terakhir menjual dengan harga Rp.58 ribu per-sak. Setelah itu, persediaan barang itu sudah tidak ada (habis), kecuali semen milik konsumen yang DO. “Terkahir, kami jual dengan harga sesuai pasaran yakni Rp.58 Ribu persak. Intinya, harga masih tetap dalam posisi semula,” pungkasnya.
Ditempat terpisah, Pimpinan Cabang Bima Semen Tiga Roda, Nyoman juga mengaku kelangkaan semen terjadi pada pertengahan Bulan September 2014 ini. Pemicunya, selain karena antrian di Makasar, tetapi juga karena permintaan konsumen yang terus meningkat. Sehingga, jatah semen untuk Bima tidak sebanding dengan meningkatnya kebutuhan. “Jatah kami biasanya hanya Rp.5 ribu sak perbulan, sementara permintaan mencapai Rp.7,5 ribu perbulan. Ditambah lagi, persediaan semen di tempat lain yang cepat habis, sehingga konsumen membeli di Perusahaan kami. Kasarnya, perusahaan kami menanggulangi kebutuhan semen ditempat lain,” timpalnya.
Masalah harga, Nyoman dengan tegas menyatakan tidak terjadi kenaikan harga barang tersebut (semen), meskipun mengalami kelangkaan. Buktinya, Tiga Roda terakhir dijual dengan harga semula yakni Rp.59,2 ribu per-sak. Tetapi, dirinya tidak tahu harga jual eceran Toko dan pedagang eceran di sejumlah lokasi di Bima, yang pasti harga tidak berubah. “Harga tetap, tidak ada yang naik walaupun terjadi kelangkaan. Soal harga eceran di Toko bangunan Rp.75 ribu per-sak, kami tidak tahu menahu. Intinya, kami jual sesuai harga yang telah ditetapkan,” tegasnya putra asal Bali tersebut. (KS-09)
COMMENTS