Catatan Perjalanan Kunjungan FKUB Kota Bima ke Bali Bagian IV
Catatan Perjalanan Kunjungan FKUB Kota Bima ke Bali
Bagian IV
Pertemuan pagi hari itu sarat makna dan silaturrahmi karena selain FKUB Propinsi Bali, dihadiri juga FKUB dari Kota Tangerang. Sementara FKUB Kota Bima mendapatkan kehormatan bisa didampingi langsung Walikota Bima, HM. Qurais H. Abidin. Orang nomor satu di Kota Bima itu, disambut hangat oleh tuan rumah dan mendapatkan kesempatan memberikan pengantar pada pertemuan tersebut.
Mengawali pertemuan itu, Sekretaris FKUB Propinsi Bali, H. Wayan Syamsul Bahri memaparkan kondisi kerukunan antar umat beragama yang terbangun selama ini di Bali. Warga muslim pribumi ini mengaku, meski Propinsi Bali dihuni sekitar 80 persen umat beragama Hindu, tetapi sejarah mencatat bahwa masyarakat di Bali hidup berdampingan dengan umat beragama lainnya.
Termasuk umat muslim, jauh sekitar 600 tahun lalu menjadi orang kepercayaan dan prajurit para raja-raja di Bali. Jejak sejarah itu, hingga kini masih ada diwariskan secara turun-temurun. Misalkan, adanya kampung dan pemukiman muslim seperti di Kabupaten Karang Asem. Umat Islam di daerah bagian barat Bali itu telah ada sejak jaman kerajaan dulu dan masih bermukim sampai saat ini.
Menariknya kata H Wayan, tak seperti umat Islam kebanyakan. Ketika berkunjung di kampung muslim Karang Asem, orang luar tak akan menyangka jika mereka beragama Islam. Sebab semua nama mereka menggunakan nama layaknya orang Bali pada umumnya. Selain itu, mereka juga melaksanakan sebagian besar tradisi dan budaya Bali.
“Kemana-mana mereka tetap mengenakan pakaian khas seperti orang Bali. Sehingga tak akan ada yang menyangka mereka itu muslim. Ini menunjukan bahwa, Islam telah ada sejak dulu di Bali dan hidup rukun serta berdampingan dengan umat Hindu,” tuturnya.
Daerah lainnya seperti di Kampung Glebeh, Klungkung juga hampir sama. Warga Muslim disana juga mewariskan adat leluhur mereka dengan menggunakan nama seperti orang Bali, tetapi nama belakangnya menggunakan nama Islam. Bahkan, di daerah ini telah berdiri satu Pondok Pesantren (Ponpes) bagi warga setempat sebagai lembaga formal pengajaran Agama Islam.
“Islam di kampung ini telah ada sejak lama. Meskipun sekarang kehidupan mereka sudah cukup berkembang dan lebih moderen. Tapi jumlah mereka yang menetap hampir tidak mengalami peningkatan karena generasi baru mereka belajar di luar kampung dan merantau,” paparnya. (Bersambung)
COMMENTS