Mereka bahkan merasa tak malu secara berjama’ah bersekongkol untuk “menggerogoti” APBD Tahun 2015 yang kini masih menunggu disahkan.
Belum genap beberapa bulan menjabat, 45 Anggota DPRD Kabupaten Bima sudah mencoba menghianati kepercayaan masyarakat yang telah memilihnya. Mereka bahkan merasa tak malu secara berjama’ah bersekongkol untuk “menggerogoti” APBD Tahun 2015 yang kini masih menunggu disahkan. Modusnya, yakni mengatasnamakan dana aspirasi.
Dimana dalam pembahasan APBD, setiap pimpinan dewan direncanakan mendapat dana aspirasi Rp.1.5 Milyar. Sementara untuk anggota lainnya masing masing Rp.400 juta. Hal tersebut diungkapkan Anggota DPRD Kabupaten Bima, Edi Muhlis S.Sos di Kantor Redaksi Koran Stabilitas, Rabu (17/12).
Menurutnya, Anggota DPRD Kabupaten Bima sedang merencanakan korupsi besar-besaran terhadap APBD Tahun 2015. Bagaimana tidak, setiap anggota DPRD akan mengerjakan paket proyek yang bernilai ratusan juta bahkan milyaran rupiah. “Dana Aspirasi itu hanya tameng anggota dewan untuk mengerjakan paket proyek yang ada di Dinas, sehingga tidak ada alasan dinas untuk menolak, karena alasannya dana aspirasi,” ungkapnya.
Dijelaskannya, dana aspirasi yang diusulkan oleh DPRD Kabupaten Bima itu tidak memiliki dasar hukumnya. Pada awalnya Edi Muhlis sejutu dengan rencana itu, karena cukup membantu. Namun karena eksennya dilapangan tidak seperti yang diharapkan masyarakat, maka dirinya menolak dana apirasi tersebut. Sebab, Aspirasi harusnya berbentuk program bukan anggaran, karena akan terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN). Dan dan itu sangat berpeluang terjadi pada anggota DPRD, terutama bagi keempat pimpinan dewan yang memiliki dana aspirasi masing-masing Rp.1.5 Milyar.
“Saya pertanyakan dana aspirasi itu apa dasar hukumnya, dan apa yang terjadi dengan pimpinan dewan ini, apa yang terjadi saat banggar itu. Kenapa ada angka Rp.1.5 Milyar,” tandasnya penuh tanya.
Diakuinya, dana aspirasi tersebut memang tidak tertuang dalam kesepakatan tertulis, tetapi bentuknya lisan atau secara politik. Sehingga pada saat pengerjaan proyek nantinya, anggota dewan tinggal memilih paket proyek sesuai jatah masing-masing berdasarkan jumlah dana aspirasi yang disepakati. “Saya menolak, dan meminta batalkan dana aspirasi itu, termasuk yang Rp.400 juta per anggota Dewan, karena akan berpeluang terjadi korupsi," ujarnya.
Lanjutnya, anggara aspirasi yang dialokasikan untuk seluruh anggota DPRD Kabupaten Bima pada APBD tahun 2015, sebesar Rp.19,4 Milyar. Dari anggaran itu, rencananya Rp.16,4 Milyar untuk 41 anggota dewan, ditambah Rp.3 Milyar untuk empat pimpinan dewan. Dana aspirasi tersebut, merupakan pemaksaan kehendak dewan, agar bisa mengerjakan proyek. “Coba saja lihat di masing-masing dinas, ada proyek aspirasi dewan yang tidak bisa kekerjakan oleh kontraktor. Akan banyak paket proyek yang dikerjakan anggota dewan melalui dana aspirasi tersebut, belum lagi dapat paket proyek dari yang lainnya,” sebutnya.
Mereka proyeksikan anggaran itu, dengan modus kepentingan rakyat, padahal mereka sendiri yang diuntungkan. Karena merekalah yang meraup keuntungan dari dana aspirasi itu, bukan masyarakat. “Sehingga kontraktor maupun masyarakat tidak kebagian paket proyek, karena sudah habis ditangan 45 anggota dewan. Pantas saja rapat banggar itu dilaksanakan hari Minggu padahal itu tidak diatur dalam tatib DPRD,” bebernya.
Dirinya mengancam, akan melaporkan rencana DPRD itu ke lembaga hukum, jika tidak ada keterbukaan di lembaga DPRD Kabupaten Bima. “Kalau tidak ada keterbukaan di lembaga itu, saya akan galang kekuatan untuk demo, dan melaporkannya ke lembaga hukum atau KPK,” ancamnya. (KS-02)
Dimana dalam pembahasan APBD, setiap pimpinan dewan direncanakan mendapat dana aspirasi Rp.1.5 Milyar. Sementara untuk anggota lainnya masing masing Rp.400 juta. Hal tersebut diungkapkan Anggota DPRD Kabupaten Bima, Edi Muhlis S.Sos di Kantor Redaksi Koran Stabilitas, Rabu (17/12).
Menurutnya, Anggota DPRD Kabupaten Bima sedang merencanakan korupsi besar-besaran terhadap APBD Tahun 2015. Bagaimana tidak, setiap anggota DPRD akan mengerjakan paket proyek yang bernilai ratusan juta bahkan milyaran rupiah. “Dana Aspirasi itu hanya tameng anggota dewan untuk mengerjakan paket proyek yang ada di Dinas, sehingga tidak ada alasan dinas untuk menolak, karena alasannya dana aspirasi,” ungkapnya.
Dijelaskannya, dana aspirasi yang diusulkan oleh DPRD Kabupaten Bima itu tidak memiliki dasar hukumnya. Pada awalnya Edi Muhlis sejutu dengan rencana itu, karena cukup membantu. Namun karena eksennya dilapangan tidak seperti yang diharapkan masyarakat, maka dirinya menolak dana apirasi tersebut. Sebab, Aspirasi harusnya berbentuk program bukan anggaran, karena akan terjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN). Dan dan itu sangat berpeluang terjadi pada anggota DPRD, terutama bagi keempat pimpinan dewan yang memiliki dana aspirasi masing-masing Rp.1.5 Milyar.
“Saya pertanyakan dana aspirasi itu apa dasar hukumnya, dan apa yang terjadi dengan pimpinan dewan ini, apa yang terjadi saat banggar itu. Kenapa ada angka Rp.1.5 Milyar,” tandasnya penuh tanya.
Diakuinya, dana aspirasi tersebut memang tidak tertuang dalam kesepakatan tertulis, tetapi bentuknya lisan atau secara politik. Sehingga pada saat pengerjaan proyek nantinya, anggota dewan tinggal memilih paket proyek sesuai jatah masing-masing berdasarkan jumlah dana aspirasi yang disepakati. “Saya menolak, dan meminta batalkan dana aspirasi itu, termasuk yang Rp.400 juta per anggota Dewan, karena akan berpeluang terjadi korupsi," ujarnya.
Lanjutnya, anggara aspirasi yang dialokasikan untuk seluruh anggota DPRD Kabupaten Bima pada APBD tahun 2015, sebesar Rp.19,4 Milyar. Dari anggaran itu, rencananya Rp.16,4 Milyar untuk 41 anggota dewan, ditambah Rp.3 Milyar untuk empat pimpinan dewan. Dana aspirasi tersebut, merupakan pemaksaan kehendak dewan, agar bisa mengerjakan proyek. “Coba saja lihat di masing-masing dinas, ada proyek aspirasi dewan yang tidak bisa kekerjakan oleh kontraktor. Akan banyak paket proyek yang dikerjakan anggota dewan melalui dana aspirasi tersebut, belum lagi dapat paket proyek dari yang lainnya,” sebutnya.
Mereka proyeksikan anggaran itu, dengan modus kepentingan rakyat, padahal mereka sendiri yang diuntungkan. Karena merekalah yang meraup keuntungan dari dana aspirasi itu, bukan masyarakat. “Sehingga kontraktor maupun masyarakat tidak kebagian paket proyek, karena sudah habis ditangan 45 anggota dewan. Pantas saja rapat banggar itu dilaksanakan hari Minggu padahal itu tidak diatur dalam tatib DPRD,” bebernya.
Dirinya mengancam, akan melaporkan rencana DPRD itu ke lembaga hukum, jika tidak ada keterbukaan di lembaga DPRD Kabupaten Bima. “Kalau tidak ada keterbukaan di lembaga itu, saya akan galang kekuatan untuk demo, dan melaporkannya ke lembaga hukum atau KPK,” ancamnya. (KS-02)
COMMENTS