Terjadinya beberapa kali penangkapan terduga teroris di Kelurahan Penatoi Kecamatan Mpunda, membuat citra kelurahan itu kerap dianggap sebagai sarang teroris oleh publik.
Terjadinya beberapa kali penangkapan terduga teroris di Kelurahan Penatoi Kecamatan Mpunda, membuat citra kelurahan itu kerap dianggap sebagai sarang teroris oleh publik. Namun, masyarakat setempat mengaku keberatan dan tak terima dengan predikat itu. Menurut mereka, ulah oknum tidak bisa dialamatkan kepada semua masyarakat.
Ilustrasi Densus 88
Seperti disampaikan salah satu warga Penatoi, Abdul Rais Bin Jakariah saat acara jaring aspirasi dengan anggota DPD RI Perwakilan NTB, Robiatul Adawiyah, SE di BTN Penatoi, Rabu (4/3) pagi.
Menurut pensiunan guru ini, Kelurahan Penatoi selalu menjadi sasaran incaran penangkapan Densus 88. Padahal, warga yang ditangkap belum tentu berbuat seperti yang disangkakan. Seperti penangkapan beberapa waktu lalu, seorang warga ditangkap Kepolisian dengan senjata lengkap, padahal warga tersebut tidak pernah berbuat apa-apa. "Kami sangat resah dengan opini yang sudah terbentuk atas ulah aparat Kepolisian yang terkesan sewenang-wenang,” ungkapnya dihadapan Anggota DPD RI yang saat itu didampingi Sekda Pemkot Bima, dan Kasat Binmas Polres Bima Kota.
Rais juga meminta kepada Aparat Kepolisian dan Pemerintah Daerah (Pemda), agar bisa menjelaskan batas-batas kegiatan agama yang bisa dan tidak bisa dijalankan oleh warga negara. Sebab yang terjadi, hanya karena rajin sholat dan ngaji hingga membentuk jamaah pengajian bisa dikatakan sebagai teroris."Masjid kami, adalah masjid yang ramai saat menjalankan ibadah berjamaah. Bisa dilihat, setiap jadwal sholat masjid selalu penuh,”ujarnya.
Warga yang menjalankan ibadah lanjutnya, hanya ingin menitikberatkan penegakan perintah Rasulullah. Namun memang ada perbedaan pandangan dalam aktivitas kelompok. Tetapi itu tidak dalam skala lokal saja, perbedaan pandangan didalam islam terjadi diskala nasionalpun seperti pandangan Nahdatul Ulama (NU) dan Persis. "Perbedaan itu dianggap sesuatu yang baru, tetapi oleh sebagain orang dan aparat Kepolisian tempat kami dianggap sarang teroris,” tuturnya.
Ia meminta, aparat Kepolisian dan perwakilan DPD RI agar secara tegas tidak lagi melakukan penangkapan warga saat ibadah tengah berlangsung. Hal ini sangat mengganggu umat islam, karena jamaah tengah beribadah sesuai dengan perintah Rasulullah. "Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa, sebab sekarang kondisi kami, termasuk anak-anak kami yang menjalankan ibadah merasa kuatir akan ditangkap karena hal tidak jelas," katanya.
Anggota DPD RI Perwakilan NTB Rabiatul Adawiyah, SE menanggapi dingin atas pernyataan Rais itu. Ia mengatakan, untuk perosoalan keamanan dan ketahanan merupakan domain Komisi III DPD RI. Kebetulan yang menaungi komisi III, adalah Prof. Jendral Farouk Muhammad."Saya tampung dulu, nanti saya serahkan ini ke Komisi III yang memiliki wewenang,”katanya singkat.
Kapolres Bima Kota melalui Kasat Binmas, M. Yamin menjelaskan, pihaknya tidak pernah membentuk opini mengenai lingkungan Penatoi sebagai sarang teroris. Pihaknya hanya bertugas seperti biasa. "Siapa yang bilang bahwa Penatoi adalah sarang teroris. Jangan menyebutkan, kalau tidak mampu mempertanggungjawabkan. Tidak ada yang mengatakan hal itu," tegasnya.
Ia meminta kepada masyarakat tidak memuji apa yang telah dilakukan Polisi dalam rangka melayani masyarakat. Sebab, Polisi bekerja keras untuk memberikan keamanan dan kenyamanan kepada warga. "Kami tidak ingin masyarakat terjebak pada hal-hal yang akan membahayakan dirinya sendiri. Yang jelas, kami dan semua orang Bima tidak ada yang mengatakan bahwa Penatoi adalah sarang teroris seperti yang dibahasakan oleh bapak sendiri," katanya. (KS-05)
Ilustrasi Densus 88
Seperti disampaikan salah satu warga Penatoi, Abdul Rais Bin Jakariah saat acara jaring aspirasi dengan anggota DPD RI Perwakilan NTB, Robiatul Adawiyah, SE di BTN Penatoi, Rabu (4/3) pagi.
Menurut pensiunan guru ini, Kelurahan Penatoi selalu menjadi sasaran incaran penangkapan Densus 88. Padahal, warga yang ditangkap belum tentu berbuat seperti yang disangkakan. Seperti penangkapan beberapa waktu lalu, seorang warga ditangkap Kepolisian dengan senjata lengkap, padahal warga tersebut tidak pernah berbuat apa-apa. "Kami sangat resah dengan opini yang sudah terbentuk atas ulah aparat Kepolisian yang terkesan sewenang-wenang,” ungkapnya dihadapan Anggota DPD RI yang saat itu didampingi Sekda Pemkot Bima, dan Kasat Binmas Polres Bima Kota.
Rais juga meminta kepada Aparat Kepolisian dan Pemerintah Daerah (Pemda), agar bisa menjelaskan batas-batas kegiatan agama yang bisa dan tidak bisa dijalankan oleh warga negara. Sebab yang terjadi, hanya karena rajin sholat dan ngaji hingga membentuk jamaah pengajian bisa dikatakan sebagai teroris."Masjid kami, adalah masjid yang ramai saat menjalankan ibadah berjamaah. Bisa dilihat, setiap jadwal sholat masjid selalu penuh,”ujarnya.
Warga yang menjalankan ibadah lanjutnya, hanya ingin menitikberatkan penegakan perintah Rasulullah. Namun memang ada perbedaan pandangan dalam aktivitas kelompok. Tetapi itu tidak dalam skala lokal saja, perbedaan pandangan didalam islam terjadi diskala nasionalpun seperti pandangan Nahdatul Ulama (NU) dan Persis. "Perbedaan itu dianggap sesuatu yang baru, tetapi oleh sebagain orang dan aparat Kepolisian tempat kami dianggap sarang teroris,” tuturnya.
Ia meminta, aparat Kepolisian dan perwakilan DPD RI agar secara tegas tidak lagi melakukan penangkapan warga saat ibadah tengah berlangsung. Hal ini sangat mengganggu umat islam, karena jamaah tengah beribadah sesuai dengan perintah Rasulullah. "Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa, sebab sekarang kondisi kami, termasuk anak-anak kami yang menjalankan ibadah merasa kuatir akan ditangkap karena hal tidak jelas," katanya.
Anggota DPD RI Perwakilan NTB Rabiatul Adawiyah, SE menanggapi dingin atas pernyataan Rais itu. Ia mengatakan, untuk perosoalan keamanan dan ketahanan merupakan domain Komisi III DPD RI. Kebetulan yang menaungi komisi III, adalah Prof. Jendral Farouk Muhammad."Saya tampung dulu, nanti saya serahkan ini ke Komisi III yang memiliki wewenang,”katanya singkat.
Kapolres Bima Kota melalui Kasat Binmas, M. Yamin menjelaskan, pihaknya tidak pernah membentuk opini mengenai lingkungan Penatoi sebagai sarang teroris. Pihaknya hanya bertugas seperti biasa. "Siapa yang bilang bahwa Penatoi adalah sarang teroris. Jangan menyebutkan, kalau tidak mampu mempertanggungjawabkan. Tidak ada yang mengatakan hal itu," tegasnya.
Ia meminta kepada masyarakat tidak memuji apa yang telah dilakukan Polisi dalam rangka melayani masyarakat. Sebab, Polisi bekerja keras untuk memberikan keamanan dan kenyamanan kepada warga. "Kami tidak ingin masyarakat terjebak pada hal-hal yang akan membahayakan dirinya sendiri. Yang jelas, kami dan semua orang Bima tidak ada yang mengatakan bahwa Penatoi adalah sarang teroris seperti yang dibahasakan oleh bapak sendiri," katanya. (KS-05)
COMMENTS