Peredaran Narkoba di wilayah Hukum Kota Bima kian memprihatinkan. Narkoba tidak memandang status social pemakainya, hampir semua kalangan masuk dalam pusaran pengaruh Narkoba
Peredaran Narkoba di wilayah Hukum Kota Bima kian memprihatinkan. Narkoba tidak memandang status social pemakainya, hampir semua kalangan masuk dalam pusaran pengaruh Narkoba, bahkan diduga oknum aparat penegak hukum ikut bermain dalam bisnis haram ini, benarkah? Berikut pandangan Akademisi Bima, Alfin Sahrir, M.Si kepada Koran Stabilitas, Senin (13/4) kemarin.
Ilustrasi Narkoba
Menurut Dosen STKIP Bima ini, merajalelanya Narkoba di wilayah Hukum Kota Bima ini dipengaruhi oleh kurang maksimalnya pengawasan oleh aparat hukum. Alasannya, hampir tiap bulan bahkan tiap minggu aparat penegak hukum melakukan penangkapan terhadap pelaku pengedar dan pemakai Narkoba, namun masih saja Narkoba itu merajalela. Hal ini menandakan aparat penegak hukum tidak bisa melakukan pemetaan terhadap zona rawan pengguna narkoba di wilayah hukum Kota Bima.
Kenapa ini bisa terjadi? Ditegaskannya, perlu adanya revolusi mental yang harus dilakukan di institusi aparat penegak hukum agar kinerja dalam memberantas peredaran narkoba itu maksimal. Tidak dinafikan lagi, jika narkoba sudah menjadi bisnis yang menggiurkan bagi para pengedarnya, apalagi wilayah Kota Bima sudah terindikasi menjadi “surganya” bagi para pecandu dan pengedar.”Kota Bima sudah terindikasi zona aman peredaran bisnis haram ini, jika tidak dilakukan langkah panggulangan, maka dipastikan akan terjadi kerusakan moral genarasi karena pengaruh narkoba,” tegasnya.
Narkoba di wilayah Kota Bima juga sudah beredar dikalangan pelajar, Mahasiswa, oknum PNS dan oknum aparat Kepolisian. Ini sangat dikhawatirkan jika tidak ada langkah pencegahan secara sistematis. Misalnya saja dalam data statistis tahun 2008, jumlah pengguna Narkoba di Indonesia mencapai angka 3,3 juta pemakai dan pengedar narkoba, tahun 2014 hampir mendekati angka 4 juta pengguna Narkoba bahkan lebih mencengangkan lagi, tahun 2015 angka pengguna Narkoba sudah mencapai 5,1 juta.
Menurutnya, peningkatan secara signifikan angka pengguna narkoba dari tahun ke tahun tersebut menandakan sangat lemahnya supremasi hukum bagi para pengguna Narkoba di Indonesia Khususnya di wilayah hukum Kota Bima. tidak lagi beberapa waktu lalu, Aparat Kepolisian Bima Kota menangkap lima oknum warga Kota Bima yang sedang berpesta narkoba. Dua diantaranya merupakan oknum Abdi Negara yang bertugas di Rumah Tahanan Bima dan Perhubungan Udara di Bima. Dua oknum Abdi Negara ini menjadi sampel bahwa Narkoba sudah masuk pada tataran kehidupan sosial masyarakat ditingkat elit. Jika itu benar, maka secara jelas, Kota Bima ini sudah diambang kehancuran moralitas.”Kita harus mulai sadar dengan bahaya memakai narkoba, jika tidak, maka kita akan menunggu kahancuran moral genarasi di Kota Bima ini,” ujarnya.
Lanjut Alfin, beredar luasnya narkoba di wilayah hukum Polres Bima Kota ini diduga karena adanya keterlibatan oknum Kepolisian dalam membantu mengamankan barang haram ini ditangan pengedar. Namun hal ini tidak bisa dibuktikan secara kasat mata karena permainan bisnis narkoba sudah sangat sistematis. Pembacaannya, sudah banyak pengedar dan pengguna Narkoba di ciduk aparat kepolisian, namun masih saja peredaran narkoba di Kota Bima merajalela. Ini menandakan adanya tebang pilih oknum kepolisian dalam mengungkap peredaran Narkoba secara maksimal. Jika institusi Polri serius memetakan zona rawan Narkoba di Kota Bima, dipastikan akan mempersempit ruang gerak para pengedar dalam menjalankan bisnis terlarang itu.”Saya menduga ada konspirasi pengedar dan oknum penegak hukum dalam peredaran Narkoba di wilayah hukum Kota Bima ini,” kata Alfin.
Karenanya, Magister Sains ini mendorong agar semua pihak harus mulai sadar dengan ancaman Narkoba untuk kesehatan. Terutama ia mendorong agar adanya kurikulum pendidikan tentang bahaya Narkoba mulai tingkat SD sampai pada tingkat Mahasiswa. Hal tersebut sangat penting agar ada pengetahuan dan kesadaran awal bagi generasi dalam mengetahui bahayanya penggunaan Narkoba, baik dalam sudut pandang kesehatan maupun sudut pandang kehidupan social. Jika tidak masalah narkoba ini tidak dibahas untuk dimasukan dalam kurikulum nasional, maka ini menjadi bom waktu bagi genarasi kedepannya. Ini menandakan ada upaya pembiaran secara sitematis agar peredaran narkoba baredar luas di Indonesia. ”Sebagai Akademisi, saya mendorong agar masalah Narkoba ini harus ada kurikulum khusus untuk bisa dipejari oleh genarasi, intinya, lebih baik mencegah dari pada mengobati,”pintanya.
Ia mengharapkan adanya keseriusan dari Polres Bima Kota dalam melawan peredaran Narkoba. Serta memberikan tindakan hukum yang tegas bagi para pengguna dan pengedar narkoba agar mereka tidak mengulang melakukan kejahatan yang sama.”Kita apresiasi langkah aparat Polres Bima Kota akhir ini untuk ungkap peredaran Narkoba, namun public menantikan kapan Narkoba di wilayah hukum Kota Bima akan diberantas habis sampai ke akar-akarnya, semoga ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua agar ikut andil memikirkan nasib generasi kedepannya,” imbuhnya. (KS-17)
Ilustrasi Narkoba
Menurut Dosen STKIP Bima ini, merajalelanya Narkoba di wilayah Hukum Kota Bima ini dipengaruhi oleh kurang maksimalnya pengawasan oleh aparat hukum. Alasannya, hampir tiap bulan bahkan tiap minggu aparat penegak hukum melakukan penangkapan terhadap pelaku pengedar dan pemakai Narkoba, namun masih saja Narkoba itu merajalela. Hal ini menandakan aparat penegak hukum tidak bisa melakukan pemetaan terhadap zona rawan pengguna narkoba di wilayah hukum Kota Bima.
Kenapa ini bisa terjadi? Ditegaskannya, perlu adanya revolusi mental yang harus dilakukan di institusi aparat penegak hukum agar kinerja dalam memberantas peredaran narkoba itu maksimal. Tidak dinafikan lagi, jika narkoba sudah menjadi bisnis yang menggiurkan bagi para pengedarnya, apalagi wilayah Kota Bima sudah terindikasi menjadi “surganya” bagi para pecandu dan pengedar.”Kota Bima sudah terindikasi zona aman peredaran bisnis haram ini, jika tidak dilakukan langkah panggulangan, maka dipastikan akan terjadi kerusakan moral genarasi karena pengaruh narkoba,” tegasnya.
Narkoba di wilayah Kota Bima juga sudah beredar dikalangan pelajar, Mahasiswa, oknum PNS dan oknum aparat Kepolisian. Ini sangat dikhawatirkan jika tidak ada langkah pencegahan secara sistematis. Misalnya saja dalam data statistis tahun 2008, jumlah pengguna Narkoba di Indonesia mencapai angka 3,3 juta pemakai dan pengedar narkoba, tahun 2014 hampir mendekati angka 4 juta pengguna Narkoba bahkan lebih mencengangkan lagi, tahun 2015 angka pengguna Narkoba sudah mencapai 5,1 juta.
Menurutnya, peningkatan secara signifikan angka pengguna narkoba dari tahun ke tahun tersebut menandakan sangat lemahnya supremasi hukum bagi para pengguna Narkoba di Indonesia Khususnya di wilayah hukum Kota Bima. tidak lagi beberapa waktu lalu, Aparat Kepolisian Bima Kota menangkap lima oknum warga Kota Bima yang sedang berpesta narkoba. Dua diantaranya merupakan oknum Abdi Negara yang bertugas di Rumah Tahanan Bima dan Perhubungan Udara di Bima. Dua oknum Abdi Negara ini menjadi sampel bahwa Narkoba sudah masuk pada tataran kehidupan sosial masyarakat ditingkat elit. Jika itu benar, maka secara jelas, Kota Bima ini sudah diambang kehancuran moralitas.”Kita harus mulai sadar dengan bahaya memakai narkoba, jika tidak, maka kita akan menunggu kahancuran moral genarasi di Kota Bima ini,” ujarnya.
Lanjut Alfin, beredar luasnya narkoba di wilayah hukum Polres Bima Kota ini diduga karena adanya keterlibatan oknum Kepolisian dalam membantu mengamankan barang haram ini ditangan pengedar. Namun hal ini tidak bisa dibuktikan secara kasat mata karena permainan bisnis narkoba sudah sangat sistematis. Pembacaannya, sudah banyak pengedar dan pengguna Narkoba di ciduk aparat kepolisian, namun masih saja peredaran narkoba di Kota Bima merajalela. Ini menandakan adanya tebang pilih oknum kepolisian dalam mengungkap peredaran Narkoba secara maksimal. Jika institusi Polri serius memetakan zona rawan Narkoba di Kota Bima, dipastikan akan mempersempit ruang gerak para pengedar dalam menjalankan bisnis terlarang itu.”Saya menduga ada konspirasi pengedar dan oknum penegak hukum dalam peredaran Narkoba di wilayah hukum Kota Bima ini,” kata Alfin.
Karenanya, Magister Sains ini mendorong agar semua pihak harus mulai sadar dengan ancaman Narkoba untuk kesehatan. Terutama ia mendorong agar adanya kurikulum pendidikan tentang bahaya Narkoba mulai tingkat SD sampai pada tingkat Mahasiswa. Hal tersebut sangat penting agar ada pengetahuan dan kesadaran awal bagi generasi dalam mengetahui bahayanya penggunaan Narkoba, baik dalam sudut pandang kesehatan maupun sudut pandang kehidupan social. Jika tidak masalah narkoba ini tidak dibahas untuk dimasukan dalam kurikulum nasional, maka ini menjadi bom waktu bagi genarasi kedepannya. Ini menandakan ada upaya pembiaran secara sitematis agar peredaran narkoba baredar luas di Indonesia. ”Sebagai Akademisi, saya mendorong agar masalah Narkoba ini harus ada kurikulum khusus untuk bisa dipejari oleh genarasi, intinya, lebih baik mencegah dari pada mengobati,”pintanya.
Ia mengharapkan adanya keseriusan dari Polres Bima Kota dalam melawan peredaran Narkoba. Serta memberikan tindakan hukum yang tegas bagi para pengguna dan pengedar narkoba agar mereka tidak mengulang melakukan kejahatan yang sama.”Kita apresiasi langkah aparat Polres Bima Kota akhir ini untuk ungkap peredaran Narkoba, namun public menantikan kapan Narkoba di wilayah hukum Kota Bima akan diberantas habis sampai ke akar-akarnya, semoga ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua agar ikut andil memikirkan nasib generasi kedepannya,” imbuhnya. (KS-17)
COMMENTS