Dugaan penyalahgunaan Biaya Operasional Sekolah (Bos) di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima terungkap ke permukaan.
Kota Bima, KS.- Dugaan penyalahgunaan Biaya Operasional Sekolah (Bos) di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima terungkap ke permukaan. Masalahnya, dana bantuan Pemerintah Pusat sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan itu terindikasi dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis oknum dan atau kelompok tertentu. Modusnya, dana itu diduga kuat digunakan untuk pembelian alat tekhnologi yakni I-PAD. Benarkah?
Ilustrasi iPad
Informasi yang diperoleh wartawan, indikasi pemanfaatan dana BOS untuk alat komunikasi itu hingga mencapai ratusan jutaan rupiah. Karena, satu unit IPAD itu dibayar sebesar Rp.2,6 Juta per sekolah. Artinya, dana BOS yang dihabiskan untuk pembelian alat tekhnologi itu mencapai Rp.187,2 Juta. Karena, semua sekolah membeli alat sejenis Handphone (HP) tersebut.
Pembelian IPAD oleh masing-masing sekolah se-Kota Bima itu dibenarkan oleh Dinas Dikpora Kota Bima melalui Kabid Dikdas, Taufik Rahman. Hanya saja, bukan pengadaan oleh pihak ketiga dan tidak semua sekolah menggunakan dana BOS. Karena, ada sebagian yang menggunakan uang pribadi bersumber dari tunjangan sertifikasi. ”Alat komunikasi itu seharga Rp.2,6 Juta per unit, tapi tidak semua sekolah menggunakan uang BOS, karena ada sebagian yang menggunakan uang pribadi dan sertifikasi. Sementara, yang menggunakan dana bos akan menjadi inventaris sekolah,” jelas Taufik kepada Koran Stabilitas Jum’at (15/5) di ruang kerjanya.
Namun tegasnya, tidak ada keterlibatan dinas dalam masalah itu. Dinas hanya memfasilitasi dengan pihak sekolah. Lagipula katanya, pembelian alat itu sesuai pelatihan seluruh Kepala Sekolah (Kepsek) oleh Sistem Elektronika Teknologi dan Informatika (SETI) beberapa waktu lalu. Namun, tidak ada pemaksaan agar semua Kepsek harus membeli alat tersebut. Memang secara kebetulan, para Kepsek mengikuti pelatihan berbasis IT.
”Tidak diwajibkan untuk membeli alat itu, bagi yang mau dan mampu saja. Apalagi, pembelian itu merupakan salah satu upaya agar kepsek lebih mengenal dengan IT. Tapi perlu saya tegaskan, dinas hanya memfasilitasi. Artinya, tidak ada keterlibatan dinas dalam kaitan itu,” tegasnya.
Siapapun yang ada dalam sekolah lanjutnya, bisa menggunakan alat itu karena merupakan inventaris sekolah, bukan milik pribadi. Meski, ada sebagian yang membayar menggunakan uang pribadi. Namun, baru sebagian saja yang sudah melunasi mengingat dana BOS belum cair. ”Yang bayar menggunakan dana bos masih utang, kecuali bagi Kepsek yang memanfaatkan uang pribadi,” terangnya.
Guna menampik munculnya asumsi negatif atas pembelian alat berbasis IT itu, Pejabat yang dilantik Walikota Bima, HM. Qurais, H. Abidin Agustus 2014 lalu itu kembali menegaskan, tidak ada keterlibatan dinas apalagi pihak ketiga dalam persoalan tersebut. Bahkan, tidak ada penyerahan secara resmi soal itu, melainkan hanya sebatas mengenalkan alat itu oleh SETI kepada sejumlah Kepsek yang ikut pelatihan.
“Tidak ada penyerahan oleh pihak ketiga atau perusahaan, tapi hanya mengenalkan alat itu pada kepsek, sekolah yang memesanya. Lagipula, tidak ada pemaksaan atau keharusan agar kepsek membeli alat itu, bagi yang mau saja, kalau tidak mampu ya tidak dipaksa. Saya rasa tidak ada masalah, karena ada dalam Petunjuk Teknis (Juknis) penggunaan bos untuk biaya perawatan dan pembelian komputer dan sejenisnya,” jelas Taufik mengakhiri komentarnya. (KS-09)
Ilustrasi iPad
Informasi yang diperoleh wartawan, indikasi pemanfaatan dana BOS untuk alat komunikasi itu hingga mencapai ratusan jutaan rupiah. Karena, satu unit IPAD itu dibayar sebesar Rp.2,6 Juta per sekolah. Artinya, dana BOS yang dihabiskan untuk pembelian alat tekhnologi itu mencapai Rp.187,2 Juta. Karena, semua sekolah membeli alat sejenis Handphone (HP) tersebut.
Pembelian IPAD oleh masing-masing sekolah se-Kota Bima itu dibenarkan oleh Dinas Dikpora Kota Bima melalui Kabid Dikdas, Taufik Rahman. Hanya saja, bukan pengadaan oleh pihak ketiga dan tidak semua sekolah menggunakan dana BOS. Karena, ada sebagian yang menggunakan uang pribadi bersumber dari tunjangan sertifikasi. ”Alat komunikasi itu seharga Rp.2,6 Juta per unit, tapi tidak semua sekolah menggunakan uang BOS, karena ada sebagian yang menggunakan uang pribadi dan sertifikasi. Sementara, yang menggunakan dana bos akan menjadi inventaris sekolah,” jelas Taufik kepada Koran Stabilitas Jum’at (15/5) di ruang kerjanya.
Namun tegasnya, tidak ada keterlibatan dinas dalam masalah itu. Dinas hanya memfasilitasi dengan pihak sekolah. Lagipula katanya, pembelian alat itu sesuai pelatihan seluruh Kepala Sekolah (Kepsek) oleh Sistem Elektronika Teknologi dan Informatika (SETI) beberapa waktu lalu. Namun, tidak ada pemaksaan agar semua Kepsek harus membeli alat tersebut. Memang secara kebetulan, para Kepsek mengikuti pelatihan berbasis IT.
”Tidak diwajibkan untuk membeli alat itu, bagi yang mau dan mampu saja. Apalagi, pembelian itu merupakan salah satu upaya agar kepsek lebih mengenal dengan IT. Tapi perlu saya tegaskan, dinas hanya memfasilitasi. Artinya, tidak ada keterlibatan dinas dalam kaitan itu,” tegasnya.
Siapapun yang ada dalam sekolah lanjutnya, bisa menggunakan alat itu karena merupakan inventaris sekolah, bukan milik pribadi. Meski, ada sebagian yang membayar menggunakan uang pribadi. Namun, baru sebagian saja yang sudah melunasi mengingat dana BOS belum cair. ”Yang bayar menggunakan dana bos masih utang, kecuali bagi Kepsek yang memanfaatkan uang pribadi,” terangnya.
Guna menampik munculnya asumsi negatif atas pembelian alat berbasis IT itu, Pejabat yang dilantik Walikota Bima, HM. Qurais, H. Abidin Agustus 2014 lalu itu kembali menegaskan, tidak ada keterlibatan dinas apalagi pihak ketiga dalam persoalan tersebut. Bahkan, tidak ada penyerahan secara resmi soal itu, melainkan hanya sebatas mengenalkan alat itu oleh SETI kepada sejumlah Kepsek yang ikut pelatihan.
“Tidak ada penyerahan oleh pihak ketiga atau perusahaan, tapi hanya mengenalkan alat itu pada kepsek, sekolah yang memesanya. Lagipula, tidak ada pemaksaan atau keharusan agar kepsek membeli alat itu, bagi yang mau saja, kalau tidak mampu ya tidak dipaksa. Saya rasa tidak ada masalah, karena ada dalam Petunjuk Teknis (Juknis) penggunaan bos untuk biaya perawatan dan pembelian komputer dan sejenisnya,” jelas Taufik mengakhiri komentarnya. (KS-09)
COMMENTS