Praktek dugaan kejahatan melanggar aturan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima seolah tak kunjung usai.
Bima, KS.- Praktek dugaan kejahatan melanggar aturan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kabupaten Bima seolah tak kunjung usai. Kali ini, dugaan pungutan liar (pungli) pada ratusan Sekolah Dasar (SD) penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran (TA) 2015. Hanya saja, belum diketahui persis siapa pelaku, peruntukan dan kemana muara akhir dana hasil dugaan kejahatan tersebut. Namun, Indikasi pungli yang mengorbankan Kepala Sekolah (Kepsek) penerima proyek DAK tersebut diduga kuat dilakukan Kepala Bidang (Kabid) Dikdas, Hj.Jubaeda. Benarkah, berapa uang yang dikumpulkan masing-masing kepsek, dan bagaimana pula modus dugaan kejahatan tersebut?
Ilustrasi Pungli
Informasi yang diperoleh, modusnya adalah memanfaatkan penandatanganan kesepakatan (MoU) DAK sebagai sarana untuk menarik uang pada seluruh SD penerima DAK. Maksudnya, per kepsek harus mengeluarkan uang Rp.500 ribu untuk administrasi tanda tangan MoU DAK. Sehingga, oknum pejabat itu terindikasi meraup keuntungan lumayan besar dibalik praktek tidak terpuji tersebut.
"Tinggal dihitung saja, total uang yang terkumpul lewat penandatanganan MoU, Rp.500 ribu dikali 158 SD. Artinya, Keuntungan dalam sekejap mencapai Rp.79 Juta," ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan kepada Koran Stabilitas.
Celakanya lanjut sumber, dugaan yang membebankan kepsek tak hanya pada MoU. Tapi juga sebelum penandatanganan dalam kaitan itu. Bahkan, hingga mencapai jutaan rupiah per kepsek. Hanya saja, tidak semua sekolah menjadi korban, tetapi hanya sekolah yang dapat dijangkau. Seperti, di Kecamatan Woha, Monta, Palibelo, Sape, dan Bolo. "Ini praktek yang sangat luar biasa merugikan para kepsek, setelah dipungut jutaan rupiah, ditarik lagi Rp.500 ribu untuk MoU. Pengumpulannya ada yang melalui KUPTD, ada pula yang langsung ke sekolah," duganya.
Jadi sebut sumber, jangan heran ketika pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai yang diharapkan. Bahkan, berpotensi terjadi penyimpangan, melanggar Rencana Anggaran Belanja (RAB). Mengingat sekolah telah mengeluarkan uang sebelum proyek mulai dikerjakan. "Praktek demikian secara tidak langsung mengajarkan kepsek untuk melakukan penyimpangan. Sebab, yang dipikirkan bukan mutu pekerjaan, tapi keuntungan dan bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan oknum tak bertanggungjawab," terang sumber.
Karenanya sumber secara tegas meminta Bupati Bima, Drs.H.Syafrudin,HM.Nur,M.Pd harus segera mengambil sikap atas ulah oknum pejabat tersebut. Sebab, praktek semacam itu selain merusak citra dunia pendidikan dan daerah, juga beraroma pelanggaran hukum. Disamping itu, sumber bahkan meminta kepada pihak Legislatif untuk memanggil dikpora termasuk seluruh SD penerima DAK. "Persoalan ini jangan dipandang sebelah mata, bupati dan dewan melalui komisi terkait harus segera bersikap. Bila perlu, rekomendasikan persoalan itu pada Lembaga Penegak Hukum untuk melakukan Penyelidikan," tegas sumber.
Sementara Kabid Dikdas Dinas Dikpora Kabupaten Bima, Jubaeda yang dikonfirmasi Koran Stabilitas Sabtu (01/08) secara tegas membantah dugaan yang dialamatkan terhadap bidangnya. Dalihnya, praktek semacam itu tidak pernah dilakukan. Kalaupun benar terjadi, itu di luar sepengetahuanya. "Itu tidak benar, bidang saya tidak pernah melakukan perbuatan demikian," bantah Jubaeda di kediamanya yang berlokasi di Desa Risa Kecamatan Woha. (KS-09)
Ilustrasi Pungli
Informasi yang diperoleh, modusnya adalah memanfaatkan penandatanganan kesepakatan (MoU) DAK sebagai sarana untuk menarik uang pada seluruh SD penerima DAK. Maksudnya, per kepsek harus mengeluarkan uang Rp.500 ribu untuk administrasi tanda tangan MoU DAK. Sehingga, oknum pejabat itu terindikasi meraup keuntungan lumayan besar dibalik praktek tidak terpuji tersebut.
"Tinggal dihitung saja, total uang yang terkumpul lewat penandatanganan MoU, Rp.500 ribu dikali 158 SD. Artinya, Keuntungan dalam sekejap mencapai Rp.79 Juta," ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan kepada Koran Stabilitas.
Celakanya lanjut sumber, dugaan yang membebankan kepsek tak hanya pada MoU. Tapi juga sebelum penandatanganan dalam kaitan itu. Bahkan, hingga mencapai jutaan rupiah per kepsek. Hanya saja, tidak semua sekolah menjadi korban, tetapi hanya sekolah yang dapat dijangkau. Seperti, di Kecamatan Woha, Monta, Palibelo, Sape, dan Bolo. "Ini praktek yang sangat luar biasa merugikan para kepsek, setelah dipungut jutaan rupiah, ditarik lagi Rp.500 ribu untuk MoU. Pengumpulannya ada yang melalui KUPTD, ada pula yang langsung ke sekolah," duganya.
Jadi sebut sumber, jangan heran ketika pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai yang diharapkan. Bahkan, berpotensi terjadi penyimpangan, melanggar Rencana Anggaran Belanja (RAB). Mengingat sekolah telah mengeluarkan uang sebelum proyek mulai dikerjakan. "Praktek demikian secara tidak langsung mengajarkan kepsek untuk melakukan penyimpangan. Sebab, yang dipikirkan bukan mutu pekerjaan, tapi keuntungan dan bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan oknum tak bertanggungjawab," terang sumber.
Karenanya sumber secara tegas meminta Bupati Bima, Drs.H.Syafrudin,HM.Nur,M.Pd harus segera mengambil sikap atas ulah oknum pejabat tersebut. Sebab, praktek semacam itu selain merusak citra dunia pendidikan dan daerah, juga beraroma pelanggaran hukum. Disamping itu, sumber bahkan meminta kepada pihak Legislatif untuk memanggil dikpora termasuk seluruh SD penerima DAK. "Persoalan ini jangan dipandang sebelah mata, bupati dan dewan melalui komisi terkait harus segera bersikap. Bila perlu, rekomendasikan persoalan itu pada Lembaga Penegak Hukum untuk melakukan Penyelidikan," tegas sumber.
Sementara Kabid Dikdas Dinas Dikpora Kabupaten Bima, Jubaeda yang dikonfirmasi Koran Stabilitas Sabtu (01/08) secara tegas membantah dugaan yang dialamatkan terhadap bidangnya. Dalihnya, praktek semacam itu tidak pernah dilakukan. Kalaupun benar terjadi, itu di luar sepengetahuanya. "Itu tidak benar, bidang saya tidak pernah melakukan perbuatan demikian," bantah Jubaeda di kediamanya yang berlokasi di Desa Risa Kecamatan Woha. (KS-09)
COMMENTS