Masalahnya, tercium aroma kepentingan proyek oknum kaum bermodal dibalik kota tepian air dimaksud.
Kota Bima, KS. – Tak bisa dipungkiri, Pemerintah Kota (Pemkot) Bima dibawa kepemimpinan, H.Qurais, H.Abidin – H.Arahman, H.Abidin, SE (Walikota – Wakil Walikota) mengalami perubahan dari berbagai aspek. Salah satunya, aspek pembangunan yang tampak nyata dibeberapa lokasi. Ditahun 2015 ini, pemerintah dengan kepemimpinan dua bersaudara kandung itu sudah, sedang dan bertekad mewujudkan Kota Berteman itu sebagai Kota Tepian Air. Namun, impian itu bakal tak berjalan mulus, bahkan akan menimbulkan reaksi keras dan aksi protes dari sejumlah kalangan. Masalahnya, tercium aroma kepentingan proyek oknum kaum bermodal dibalik kota tepian air dimaksud.
Terlebih untuk mewujudkan kota tepian air mesti dibuatkan rencana matang, lokasi pekerjaan, termasuk anggaran bernilai fantastik.Walaupun, lokasi pekerjaan proyek dimaksud terindikasi melanggar aturan tentang ekosistem laut dan pohon mangrof.”Saya mencurigai, kota tepian air ini atas usulan dan kepentingan oknum kaum bermodal.Tujuanya, yakni proyek, terbukti sudah banyak proyek penimbunan laut. Lalu siapa yang mengerjakan proyek itu,kepentingan siapa dan siapapula yang memiliki tanah sepanjang itu. Rakyat harus tahu soal itu, saya khawatir ada kepentingan terselubung dibalik persoalan ini (kota tepian air),” duga H.Armansyah, SE Anggota DPRD Kota kepada Koran Stabilitas belum lama ini.
Kecurigaan Duta PKS itu diperkuat ketika belum diketahui apa sesungguhnya kota tepian air dimaksud, apakah program ataukah hanya slogan. Terlebih lagi, soal itu mendadak muncul bak hantu. Artinya, banyak pihak, lebih-lebih Legislatif yang tidak mengetahui tentang itu. Karena, yang ditahu dan dibahas secara bersama antara Eksektif dan Legislatif hanya Motto Kota Bima Berteman berikut maknanya.”Kota tepian air ini tiba-tiba muncul, tiba-tiba tulisan itu tercantum dan dipajang. Saya yakin, banyak yang tidak mengetahui soal itu, saya dan teman-teman di dewan juga tidak tahu, apakah itu program atau motto,” ujarnya.
Jika itu program sebut Anggota Komisi II itu, maka harus dibahas bersama eksekutif dan legislatif. Karena, anggaran yang akan digunakan bersumber dari keuangan rakyat dan negara. Begitupun dengan motto, apalagi Bima sudah dikenal dengan Motto Maja Labo Dahu juga Kota Bima Berteman. Semestinya, motto itu harus berjalan selama jangka waktu lima tahun kepemimpinan, tidak boleh diganti begitu saja tanpa melalui pembahasan sekaligus persetujuan pihak dewan.”Baik itu sifatnya program maupun motto, harus dibahas di dewan. masalahnya, anggaran yang digunakan bersumber dari uang rakyat,” tandasnya.
Sebagai perwakilan dapil III, dirinya menyayangkan atas program atau motto kota tepian air tersebut. Alasanya, hanya menyentuh kota bagian barat saja, sementara bagian timur dan utara seolah tidak diperhatikan. Faktanya, pemerintah lebih cenderung mempusatkan sejumlah program pembangunan diwilayah kota bagian barat saja. Artinya, hanya sebagian kecil saja program baik yang sumber anggaranya dari APBN, APBD I maupun APBD Kota. Praktis, tidak ada keseimbangan atas program yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah. Padahal, anggaran yang dimanfaatkan bersumber dari keuangan rakyat.”Ini tidak adil, bayangkan saja, program lebih banyak dipusatkan di kota bagian barat saja, sedangkan dibagian timur dan utara terkesan tidak diperhatikan. Saya berani katakan, program pemerintah berat sebelah, tidak merata dan tidak dinikmati oleh seluruh rakyat kota. Jadi wajar saja, bila saya sebagai anggota dewan perwakilan dapil III tidak sepakat atas apa yang dilakukan pemerintah,” terangnya.
Padahal tambahnya, jika suatu daerah ingin mencapai kemajuan dan kesuksesan, maka pembangunanya harus merata diseluruh lokasi yang ada. Entah itu, pembangunan dari sektor Ekonomi, Sosial Budaya, Pendidikan, Infrastruktur Jalan, dan sektor lain yang dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi rakyat juga daerahnya. Tetapi tidak di kota berteman yang kemudian mendadak berubah menjadi kota tepian air, anggaran lebih banyak tersedot untuk pembangunan di kota bagian barat saja.”Saya sadar, pemusatan program pembangunan di kota bagian barat dengan dalih akses pintu masuk. Tapi pemerintah juga harus menyadarinya, kota bagian timur juga pintu masuk. Lagipula, wilayah kota bukan hanya dibagian itu saja, ada bagian utara dan timur. Saya rasa, rakyat didua bagian itu (utara dan timur) juga teramat membutuhkan pembangunan seperti di kota bagian barat,” pungkasnya sembari meminta pemerintah segera mungkin meninjau, mempertimbangkan kembali program atau motto kota tepian air. Termasuk, berlaku adil sehingga program pembangunan merata demi dan untuk rakyat secara menyeluruh.
Sementara, Plt Kabag Humas dan Protokol, Ihya Al-Ghazali, S.Sos yang dikonfirmasi Koran Stabilitas, Selasa (22/9) mengaku, Kota tepian air merupakan program, bukan motto karena motto kota bima adalah Maja Labo Dahu. Soal indikaksi kepentingan oknum kaum bermodal dibalik program tersebut, Bung Gozi (sapaan akrab) secara tegas membantah dugaan tersebut. Dalihnya, tidak ada kepentingan siapapun dibalik program dimaksud. Karena, pada intinya apapun bentuk program pemerintah semata-mata untuk kemajuan rakyat dan daerah.”Kita tidak boleh ngomong seperti itu, karena apapun yang dilakukan pemerintah bukan untuk kepentingan oknum atau kelompok tertentu. Melainkan, untuk kemajuan daerah. Soal tidak meratanya program pemerintah, itu sama sekali tidak benar, terbukti pengaspalan jalan dan sebagainya juga diperuntukan bagi kota bagian utara dan timur. Cuman saat ini, pembangunan lebih fokus dibagian barat, karena itu skala prioritas dan pintu masuk kota,” jelasnya. (KS – Anhar)
Terlebih untuk mewujudkan kota tepian air mesti dibuatkan rencana matang, lokasi pekerjaan, termasuk anggaran bernilai fantastik.Walaupun, lokasi pekerjaan proyek dimaksud terindikasi melanggar aturan tentang ekosistem laut dan pohon mangrof.”Saya mencurigai, kota tepian air ini atas usulan dan kepentingan oknum kaum bermodal.Tujuanya, yakni proyek, terbukti sudah banyak proyek penimbunan laut. Lalu siapa yang mengerjakan proyek itu,kepentingan siapa dan siapapula yang memiliki tanah sepanjang itu. Rakyat harus tahu soal itu, saya khawatir ada kepentingan terselubung dibalik persoalan ini (kota tepian air),” duga H.Armansyah, SE Anggota DPRD Kota kepada Koran Stabilitas belum lama ini.
Kecurigaan Duta PKS itu diperkuat ketika belum diketahui apa sesungguhnya kota tepian air dimaksud, apakah program ataukah hanya slogan. Terlebih lagi, soal itu mendadak muncul bak hantu. Artinya, banyak pihak, lebih-lebih Legislatif yang tidak mengetahui tentang itu. Karena, yang ditahu dan dibahas secara bersama antara Eksektif dan Legislatif hanya Motto Kota Bima Berteman berikut maknanya.”Kota tepian air ini tiba-tiba muncul, tiba-tiba tulisan itu tercantum dan dipajang. Saya yakin, banyak yang tidak mengetahui soal itu, saya dan teman-teman di dewan juga tidak tahu, apakah itu program atau motto,” ujarnya.
Jika itu program sebut Anggota Komisi II itu, maka harus dibahas bersama eksekutif dan legislatif. Karena, anggaran yang akan digunakan bersumber dari keuangan rakyat dan negara. Begitupun dengan motto, apalagi Bima sudah dikenal dengan Motto Maja Labo Dahu juga Kota Bima Berteman. Semestinya, motto itu harus berjalan selama jangka waktu lima tahun kepemimpinan, tidak boleh diganti begitu saja tanpa melalui pembahasan sekaligus persetujuan pihak dewan.”Baik itu sifatnya program maupun motto, harus dibahas di dewan. masalahnya, anggaran yang digunakan bersumber dari uang rakyat,” tandasnya.
Sebagai perwakilan dapil III, dirinya menyayangkan atas program atau motto kota tepian air tersebut. Alasanya, hanya menyentuh kota bagian barat saja, sementara bagian timur dan utara seolah tidak diperhatikan. Faktanya, pemerintah lebih cenderung mempusatkan sejumlah program pembangunan diwilayah kota bagian barat saja. Artinya, hanya sebagian kecil saja program baik yang sumber anggaranya dari APBN, APBD I maupun APBD Kota. Praktis, tidak ada keseimbangan atas program yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah. Padahal, anggaran yang dimanfaatkan bersumber dari keuangan rakyat.”Ini tidak adil, bayangkan saja, program lebih banyak dipusatkan di kota bagian barat saja, sedangkan dibagian timur dan utara terkesan tidak diperhatikan. Saya berani katakan, program pemerintah berat sebelah, tidak merata dan tidak dinikmati oleh seluruh rakyat kota. Jadi wajar saja, bila saya sebagai anggota dewan perwakilan dapil III tidak sepakat atas apa yang dilakukan pemerintah,” terangnya.
Padahal tambahnya, jika suatu daerah ingin mencapai kemajuan dan kesuksesan, maka pembangunanya harus merata diseluruh lokasi yang ada. Entah itu, pembangunan dari sektor Ekonomi, Sosial Budaya, Pendidikan, Infrastruktur Jalan, dan sektor lain yang dapat membawa perubahan dan kemajuan bagi rakyat juga daerahnya. Tetapi tidak di kota berteman yang kemudian mendadak berubah menjadi kota tepian air, anggaran lebih banyak tersedot untuk pembangunan di kota bagian barat saja.”Saya sadar, pemusatan program pembangunan di kota bagian barat dengan dalih akses pintu masuk. Tapi pemerintah juga harus menyadarinya, kota bagian timur juga pintu masuk. Lagipula, wilayah kota bukan hanya dibagian itu saja, ada bagian utara dan timur. Saya rasa, rakyat didua bagian itu (utara dan timur) juga teramat membutuhkan pembangunan seperti di kota bagian barat,” pungkasnya sembari meminta pemerintah segera mungkin meninjau, mempertimbangkan kembali program atau motto kota tepian air. Termasuk, berlaku adil sehingga program pembangunan merata demi dan untuk rakyat secara menyeluruh.
Sementara, Plt Kabag Humas dan Protokol, Ihya Al-Ghazali, S.Sos yang dikonfirmasi Koran Stabilitas, Selasa (22/9) mengaku, Kota tepian air merupakan program, bukan motto karena motto kota bima adalah Maja Labo Dahu. Soal indikaksi kepentingan oknum kaum bermodal dibalik program tersebut, Bung Gozi (sapaan akrab) secara tegas membantah dugaan tersebut. Dalihnya, tidak ada kepentingan siapapun dibalik program dimaksud. Karena, pada intinya apapun bentuk program pemerintah semata-mata untuk kemajuan rakyat dan daerah.”Kita tidak boleh ngomong seperti itu, karena apapun yang dilakukan pemerintah bukan untuk kepentingan oknum atau kelompok tertentu. Melainkan, untuk kemajuan daerah. Soal tidak meratanya program pemerintah, itu sama sekali tidak benar, terbukti pengaspalan jalan dan sebagainya juga diperuntukan bagi kota bagian utara dan timur. Cuman saat ini, pembangunan lebih fokus dibagian barat, karena itu skala prioritas dan pintu masuk kota,” jelasnya. (KS – Anhar)
COMMENTS