Sangketa permintaan masyakarat Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat agar SDN 29 dan SDN 41 digabungkan (Marjet, red) sejak tahun 2010
Kota Bima, KS. - Sangketa permintaan masyakarat Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat agar SDN 29 dan SDN 41 digabungkan (Marjet, red) sejak tahun 2010 lalu hingga hari ini belum ada kepastian dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bima. Senin (7/9) beberapa tokoh pendidikan bersama Dewan Pendidikan Kobi melakukan audiensi dengan Walikota Bima, pada pertemuan tersebut tokoh pendidikan yang berasal dari Tanjung menilai Pemkot lamban menyikapi persoalan tersebut.
Menurut warga setempat SMPN 13 kobi yang dibangun sejak 2003 silam dinilai tergaggu proses kegiatan belajar mengajarnya (KBM). Pasalnya, jarak SDN 41, SDN 29 dan SMPN 13 beberapa jengkal saja, “Sehingga tidak heran ketika jam istrahat (Keluar main) kedua SDN tersebut akan menganggu KBM SMPN 13, begitupun sebaliknya saat jam istirahat SMP makan proses KBM SDN 29 dan 41 terganggu pula,”ujar.Drs. Mahfud H. Yusuf di Kantor Walikota Bima.
Ia mengatakan, pihaknya bersama dewan pendidikan, tokoh masyarakat Tanjung, Lurah Tanjung, Akbar guru SDN 29 danJunaidin, M.Si guru SMPN 13 bertemuan dengan Walikota, yang diwakili Wakil Walikota Bima H.Arahman H. Abidin, SE terkait penyelesaian masalah sengketa Penggabungan kedua SDN tersebut. “Tidak ada tawaran lain, kami sebagai warga hanya minta SDN 29 dan 41 disatukan di SDN 29 dan SMPN 13 di SDN 41 sehingga KBM SDN dan SMP tersebut berjalan dengan maksimal,” ujarnya saat didamping warga lainnya Abdurahman Husen dan Ahmad.
Tanggapan H. Man (sapa’an akrab wakil walikota Bima) saat pertemuan yang dihadiri jajaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) menyatakan akan merespon permohonan warga tersebut dan akan segera dicarikan solusinya. “Mengingat pembentukan karakter siswa SMP 13 tidak maksimal dan berkelanjutan, karena para siswa tersebut tidak perna melaksanakan upacara bendera setiap hari senin. Selain itu, penerapan sekolah sore (Dobel shiff) disekolah setempat masih berjalan, sedangkan dobel shiff tidak dibenarkan lagi.”tutur H Man.
Akibat adanya dobel shiff tersebut, sekolah tersebut juga tidak bisa mendapatkan bantuan dari pusat, seperti bantuan block grand dan bantuan lainnya. Pada intinya keberadaan SMPN 13 sangat membantu warga Tanjung untuk menyekolahkan anak-akanya, karena posisi pemukiman warga dengan sekolah setempat sangat dekat, sehingga tamatan dari kedua SDN tetangga langsung melanjutkan studinya di SMP tersebut, tambah tokoh pendidikan itu. (KS – Irul)
Menurut warga setempat SMPN 13 kobi yang dibangun sejak 2003 silam dinilai tergaggu proses kegiatan belajar mengajarnya (KBM). Pasalnya, jarak SDN 41, SDN 29 dan SMPN 13 beberapa jengkal saja, “Sehingga tidak heran ketika jam istrahat (Keluar main) kedua SDN tersebut akan menganggu KBM SMPN 13, begitupun sebaliknya saat jam istirahat SMP makan proses KBM SDN 29 dan 41 terganggu pula,”ujar.Drs. Mahfud H. Yusuf di Kantor Walikota Bima.
Ia mengatakan, pihaknya bersama dewan pendidikan, tokoh masyarakat Tanjung, Lurah Tanjung, Akbar guru SDN 29 danJunaidin, M.Si guru SMPN 13 bertemuan dengan Walikota, yang diwakili Wakil Walikota Bima H.Arahman H. Abidin, SE terkait penyelesaian masalah sengketa Penggabungan kedua SDN tersebut. “Tidak ada tawaran lain, kami sebagai warga hanya minta SDN 29 dan 41 disatukan di SDN 29 dan SMPN 13 di SDN 41 sehingga KBM SDN dan SMP tersebut berjalan dengan maksimal,” ujarnya saat didamping warga lainnya Abdurahman Husen dan Ahmad.
Tanggapan H. Man (sapa’an akrab wakil walikota Bima) saat pertemuan yang dihadiri jajaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) menyatakan akan merespon permohonan warga tersebut dan akan segera dicarikan solusinya. “Mengingat pembentukan karakter siswa SMP 13 tidak maksimal dan berkelanjutan, karena para siswa tersebut tidak perna melaksanakan upacara bendera setiap hari senin. Selain itu, penerapan sekolah sore (Dobel shiff) disekolah setempat masih berjalan, sedangkan dobel shiff tidak dibenarkan lagi.”tutur H Man.
Akibat adanya dobel shiff tersebut, sekolah tersebut juga tidak bisa mendapatkan bantuan dari pusat, seperti bantuan block grand dan bantuan lainnya. Pada intinya keberadaan SMPN 13 sangat membantu warga Tanjung untuk menyekolahkan anak-akanya, karena posisi pemukiman warga dengan sekolah setempat sangat dekat, sehingga tamatan dari kedua SDN tetangga langsung melanjutkan studinya di SMP tersebut, tambah tokoh pendidikan itu. (KS – Irul)
COMMENTS