Konflik warga dua desa, melibatkan warga Sie dan warga Kalampa, Sabtu (22/11) dinilai ada dugaan pembiaran dilakukan aparat diwilayah hukum Polres Bima
Bima, KS.- Konflik warga dua desa, melibatkan warga Sie dan warga Kalampa, Sabtu (22/11) dinilai ada dugaan pembiaran dilakukan aparat diwilayah hukum Polres Bima. Penilaian miring terhadap kinerja aparat Polres Bima, dikemukakan oleh anggota DPRD, Saifullah, S.Pd.I dengan Ketua Pemuda Nahdatul Wathan Bima, Muchlis ST ditempat terpisah.
Ilustrasi
Saat Diwawancarai wartawan Koran Stabilitas dihalaman Kantor DPRD Kabupaten Bima, Duta PKS yang dikenal kritis itu, mengaku memiliki argumentasi terkait dugaan pembiaran yang dilakukan Polisi dalam penanganan konflik Sie Vs Kalampa. Analisanya, penguburan Sugiono warga Sie pada Jum’at lalu dengan reaksi warga Sie memiliki rentan waktu yang panjang. Dengan demikian, penyerangan dilakukan warga Sie tidak dilakukan secara spontan, namun ada perencanaan awal untuk penggalangan massa dan strategi penyerangan.
Harusnya, Kondisi tersebut dimanfaatkan Polisi untuk mengambil langkah pencegahan awal, namun itu tidak dilakukan, sehingga memicu terjadinya bentrok susulan akibat penyerangan yang dilakukan oleh warga Sie terhadap warga Kalampa. Dengan demikian, menurutnya kinerja Polres Bima dibawah kendali Perwira Polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi Alias AKBP Gatut Kurniadi, S.Ik dianggap setengah hati alias tidak serius. ” Mustahil intelejen Polisi tidak mendapatkan informasi adanya aksi balas dendam yang direncanakan warga Sie,”ujarnya dengan tanda tanya.
Ia juga menilai kinerja Kapolsek Monta dan Kapolsek Woha tidak maksimal dalam memberikan informasi tentang situasi kedua Desa bertikai. “Sebagai Wakil Rakyat, saya menyesalkan sikap Polisi yang tidak maksimal dalam upaya pencegahan konflik. Saya menduga ada upaya pembiaran yang dilakukan aparat dalam konflik ini” duganya.
Lanjutnya, selain masalah waktu tidak dimanfaatkan aparat secara maksimal, dugaan pembiaran diperkuat juga dengan cara pengamanan Polisi yang memberikan keleluasaan bagi warga Sie, masuk ke Desa Risa untuk menyerang Warga Kalampa dari arah belakang. “ Kalau Polisi serius tangani konflik warga dua desa yang jaraknya puluhan Kilometer itu, maka tragedy berdarah di Desa Risa tidak akan pernah terjadi. Harusnya langkah pencegahan dianggap efektif dilakukan Polisi saat itu yakni menghadang warga agar tidak sampai ke Desa Risa,”tandasnya menyesalkan.
Dijelaskannya, untuk mencapai Desa Kalampa, hanya ada Tiga akses jalan penghubung. Yaitu jalur Desa Wadu Wane, Desa Tente-Samili dan Jalur Talabiu-Godo. “Namun, saat melakukan penyerangan, menurut informasi, warga Sie manfaatkan jalur Desa Wadu Wane tembus Desa Risa karena dianggap jalur yang aman. Namun Polisi tidak lakukan langkah pencegahan itu, justru warga Sie mampu melewati enam desa tanpa ada halangan dan pengawalan dari aparat keamanan,”tegasnya.
Seandainya saat warga Sie,berdatangan dari jarak yang berjauhan itu, polisi bisa menghdangnya maka otomatis, bentrok susulan yang menelan korban itu tidak akan tyerjadi, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh aparat kepolisian. “Kenapa Polisi tidak Menutup jalan? inilah yang memperkuat ada indikasi pembiaran yang dilakukan aparat. Secara sehat, harusnya aparat saat itu menutup semua jalur yang menghubungkan Desa Sie dan Desa Kalampa agar warga Sie tidak bisa lakukan penyerangan di Kalampa,”sorotnya.
Selain ada dugaan pembiaran, Putra Ngali ini juga mengecam tindakan brutal dilakukan oknum Polisi bersenjata lengkap hingga menewaskan Satu warga Risa dan melukai empat warga lainnya. Menurutnya, Sikap brutal oknum Polisi tidak prosedural dalam upaya pencegahan konflik. Justru tindakan brutal aparat itu akan melahirkan konflik baru ditengah masyarakat. “Apalagi korban tewas dan luka tembak merupakan warga Risa yang tidak terkait dalam konflik Sie dengan Kalampa. Saya curiga dengan konflik ini ada aroma lain, kok warga Sie dan Kalampa bertikai malah warga Risa yang jadi korban,” ujarnya.
Saifullah menambahkan, indikasi pelanggaran dilakukan oknum Polisi sangat kuat. Berbagai sumber yang ia terima dari masyarakat dan melalui media massa menyebutkan Polisi melakukan penembakan dipemukiman warga Desa Risa. Bahkan Umar (40) korban tewas hanya berjarak 10 meter dari rumahnya. Parahnya lagi, belum terjadi benturan fisik antara Sie dan Kalampa, Oknum Polisi dengan senjata lengkap melakukan penembakan kearah warga. Selain menembak, oknum Polisi juga memukul warga dengan popor senjata laras panjang. “Saya simpulkan, ada pelanggaran yang dilakukan oknum aparat dalam pengamanan konflik Sie dan Kalampa karena tembakan oknum aparat ke warga dilakukan pada saat warga tidak saling serang,”imbuhnya.
Tidak hanya itu, alasan Polisi melakukan penembakan karena terjadi salah paham dengan warga. Itu merupakan alasan tidak rasional, karena Polisi memiliki Protap penanganan kasus yang tidak merugikan warga. “Saya tegaskan agar kasus penembakan warga segera diungkap, jangan ada yang ditutupi, dan hasil penyelidikan harus dibuka agar public tahu persoalan tersebut,”pungkasnya.
Pria biasa disapa Ipul ini juga mendorong Polisi segera lakukan penangkapan terhadap sejumlah warga yang secara sadis melakukan pembunuhan terhadap warga Sie, Sugiono. Terlepas salah atau benar dilakukan Sugiono, tindakan main hakim warga di Desa Kalampa jelas telah melanggar hukum. “Untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga Almarhum, Polisi harus segara tangkap pelaku pembunuhan sadis itu, saya yakin dengan cara itu akan bisa redam konflik Sie - Kalampa” imbuhnya seraya menambahkan. “Semoga saja konflik Sie - Kalampa tidak terjadi kapitalisasi konflik yang sengaja didesain oleh oknum tertentu demi kepentingan pribadi ,” sindirnya.
Sementara itu, Ketua Nahdatul Wathan Bima, Muchlis ST juga ikut sorot kinerja Polisi dalam penangan kasus Sie - Kalampa. Harusnya Polisi cepat melakukan pencegahan agar tidak terjadi bentrok, namun yang terjadi, Polisi membiarkan warga Sie masuk hingga Desa Risa. “Apapun pembenaran yang dilakukan Polisi saat ini tidak ada yang bisa diterima oleh akal sehat, justru alasan klasik dipaparkan melalui media massa oleh pejabat Polda NTB menambah kecurigaan warga ada aroma lain dalam penanganan konflik Sie - Kalampa,” sorotnya.
Ia sependapat dengan Saifullah, yang menyebuitkan adanya dugaan pembiaran dalam penanganan konflik Sie - Kalampa. Mulai dari tewasnya Sugiono hingga insiden penembakan diduga dilakukan aparat, aroma pembiaran dilakukan oknum aparat bisa terbaca. “Saya turun ke TKP untuk melihat langsung lokasi berdarah tersebut,saya bisa gambarkan bringasnyan oknum Polisi memperlakukan warga Risa yang tidak bersalah itu,” ujarnya.
Selain TKP di Desa Risa, ia juga mendatangi RSUD Bima untuk melihat langsung korban luka tembak. Dari keterangan keluarga korban yang ia himpun, diketahui ada pelanggaran dilakukan Polisi dan harus diusut tuntas agar oknum brutal bisa dikenakan sanksi berat atas perbuatannnya. “Kapolda NTB harus cepat tangani kasus pelanggaran yang diduga dilakukan anggotanya di Polres Bima, karena masalah ini bisa melahirkan kebencian masyrakat kepada aparat jika tidak diselesaikan secara serius dan transparan,” sarannya.
Untuk mendamaikan kedua Desa yang bertikai, diharapkan agar semua pihak bisa ikut andil untuk proses perdamaian. Mulai dari pemerintah daerah dan juga semua unsur, keterlibatan tokoh yang dianggap berpengaruh di dua Desa konflik termasuk unsur Muspida dan Muspika. “Kita harus ambil langkah cepat untuk proses islah, agar tidak ada lagi pertikaian yang berkepanjangan hingga menambah korban jiwa, saya berharap pemerintah cepat turun tangan untuk redam situasi ini,” pungkasnya.
Sarjana Tehnik UMI-Makassar ini juga berharap kepada warga untuk menahan dan tidask terprovokasi oleh isu yang sengaja dihembuskan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab serta mampu menahan diri agar tidak terjadi konflik lagi.“Sebagai pemuda, saya prihatin dengan kondisi ini, semoga saja konflik bisa diselesaikan secepatnya,” harapnya.
Sementara itu, Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Kurdi membantah dugaan pembiaran yang dilakukan personil Polisi dalam pengamanan konflik warga Sie - Kalampa. “Polisi hanya punya kepentingan untuk mengamankan kedua kelompok warga yang bertikai, tidak benar ada pembiaran,” bantah Kurdi saat gelar konferensi Pers di aula Polres Bima.
Ia mengaku pihaknya sudah maksimal dalam mengamankan kedua warga bertikai. Terkait masalah dugaan penembakan oleh aparat, pihaknya turunkan tim investigasi untuk ungkap. “Kita tunggu hasil investigasi tim Polda NTB, dari hasil itu baru bisa disimpulkan siapa pelaku penembakan terhadap warga hingga tewas dan terluka, siapapun yang melanggar hukum tetap akan ditindak tegas sesuai hukum berlaku, ” ujarnya (KS-Ryan G)
Ilustrasi
Saat Diwawancarai wartawan Koran Stabilitas dihalaman Kantor DPRD Kabupaten Bima, Duta PKS yang dikenal kritis itu, mengaku memiliki argumentasi terkait dugaan pembiaran yang dilakukan Polisi dalam penanganan konflik Sie Vs Kalampa. Analisanya, penguburan Sugiono warga Sie pada Jum’at lalu dengan reaksi warga Sie memiliki rentan waktu yang panjang. Dengan demikian, penyerangan dilakukan warga Sie tidak dilakukan secara spontan, namun ada perencanaan awal untuk penggalangan massa dan strategi penyerangan.
Harusnya, Kondisi tersebut dimanfaatkan Polisi untuk mengambil langkah pencegahan awal, namun itu tidak dilakukan, sehingga memicu terjadinya bentrok susulan akibat penyerangan yang dilakukan oleh warga Sie terhadap warga Kalampa. Dengan demikian, menurutnya kinerja Polres Bima dibawah kendali Perwira Polisi berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi Alias AKBP Gatut Kurniadi, S.Ik dianggap setengah hati alias tidak serius. ” Mustahil intelejen Polisi tidak mendapatkan informasi adanya aksi balas dendam yang direncanakan warga Sie,”ujarnya dengan tanda tanya.
Ia juga menilai kinerja Kapolsek Monta dan Kapolsek Woha tidak maksimal dalam memberikan informasi tentang situasi kedua Desa bertikai. “Sebagai Wakil Rakyat, saya menyesalkan sikap Polisi yang tidak maksimal dalam upaya pencegahan konflik. Saya menduga ada upaya pembiaran yang dilakukan aparat dalam konflik ini” duganya.
Lanjutnya, selain masalah waktu tidak dimanfaatkan aparat secara maksimal, dugaan pembiaran diperkuat juga dengan cara pengamanan Polisi yang memberikan keleluasaan bagi warga Sie, masuk ke Desa Risa untuk menyerang Warga Kalampa dari arah belakang. “ Kalau Polisi serius tangani konflik warga dua desa yang jaraknya puluhan Kilometer itu, maka tragedy berdarah di Desa Risa tidak akan pernah terjadi. Harusnya langkah pencegahan dianggap efektif dilakukan Polisi saat itu yakni menghadang warga agar tidak sampai ke Desa Risa,”tandasnya menyesalkan.
Dijelaskannya, untuk mencapai Desa Kalampa, hanya ada Tiga akses jalan penghubung. Yaitu jalur Desa Wadu Wane, Desa Tente-Samili dan Jalur Talabiu-Godo. “Namun, saat melakukan penyerangan, menurut informasi, warga Sie manfaatkan jalur Desa Wadu Wane tembus Desa Risa karena dianggap jalur yang aman. Namun Polisi tidak lakukan langkah pencegahan itu, justru warga Sie mampu melewati enam desa tanpa ada halangan dan pengawalan dari aparat keamanan,”tegasnya.
Seandainya saat warga Sie,berdatangan dari jarak yang berjauhan itu, polisi bisa menghdangnya maka otomatis, bentrok susulan yang menelan korban itu tidak akan tyerjadi, tetapi hal itu tidak dilakukan oleh aparat kepolisian. “Kenapa Polisi tidak Menutup jalan? inilah yang memperkuat ada indikasi pembiaran yang dilakukan aparat. Secara sehat, harusnya aparat saat itu menutup semua jalur yang menghubungkan Desa Sie dan Desa Kalampa agar warga Sie tidak bisa lakukan penyerangan di Kalampa,”sorotnya.
Selain ada dugaan pembiaran, Putra Ngali ini juga mengecam tindakan brutal dilakukan oknum Polisi bersenjata lengkap hingga menewaskan Satu warga Risa dan melukai empat warga lainnya. Menurutnya, Sikap brutal oknum Polisi tidak prosedural dalam upaya pencegahan konflik. Justru tindakan brutal aparat itu akan melahirkan konflik baru ditengah masyarakat. “Apalagi korban tewas dan luka tembak merupakan warga Risa yang tidak terkait dalam konflik Sie dengan Kalampa. Saya curiga dengan konflik ini ada aroma lain, kok warga Sie dan Kalampa bertikai malah warga Risa yang jadi korban,” ujarnya.
Saifullah menambahkan, indikasi pelanggaran dilakukan oknum Polisi sangat kuat. Berbagai sumber yang ia terima dari masyarakat dan melalui media massa menyebutkan Polisi melakukan penembakan dipemukiman warga Desa Risa. Bahkan Umar (40) korban tewas hanya berjarak 10 meter dari rumahnya. Parahnya lagi, belum terjadi benturan fisik antara Sie dan Kalampa, Oknum Polisi dengan senjata lengkap melakukan penembakan kearah warga. Selain menembak, oknum Polisi juga memukul warga dengan popor senjata laras panjang. “Saya simpulkan, ada pelanggaran yang dilakukan oknum aparat dalam pengamanan konflik Sie dan Kalampa karena tembakan oknum aparat ke warga dilakukan pada saat warga tidak saling serang,”imbuhnya.
Tidak hanya itu, alasan Polisi melakukan penembakan karena terjadi salah paham dengan warga. Itu merupakan alasan tidak rasional, karena Polisi memiliki Protap penanganan kasus yang tidak merugikan warga. “Saya tegaskan agar kasus penembakan warga segera diungkap, jangan ada yang ditutupi, dan hasil penyelidikan harus dibuka agar public tahu persoalan tersebut,”pungkasnya.
Pria biasa disapa Ipul ini juga mendorong Polisi segera lakukan penangkapan terhadap sejumlah warga yang secara sadis melakukan pembunuhan terhadap warga Sie, Sugiono. Terlepas salah atau benar dilakukan Sugiono, tindakan main hakim warga di Desa Kalampa jelas telah melanggar hukum. “Untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga Almarhum, Polisi harus segara tangkap pelaku pembunuhan sadis itu, saya yakin dengan cara itu akan bisa redam konflik Sie - Kalampa” imbuhnya seraya menambahkan. “Semoga saja konflik Sie - Kalampa tidak terjadi kapitalisasi konflik yang sengaja didesain oleh oknum tertentu demi kepentingan pribadi ,” sindirnya.
Sementara itu, Ketua Nahdatul Wathan Bima, Muchlis ST juga ikut sorot kinerja Polisi dalam penangan kasus Sie - Kalampa. Harusnya Polisi cepat melakukan pencegahan agar tidak terjadi bentrok, namun yang terjadi, Polisi membiarkan warga Sie masuk hingga Desa Risa. “Apapun pembenaran yang dilakukan Polisi saat ini tidak ada yang bisa diterima oleh akal sehat, justru alasan klasik dipaparkan melalui media massa oleh pejabat Polda NTB menambah kecurigaan warga ada aroma lain dalam penanganan konflik Sie - Kalampa,” sorotnya.
Ia sependapat dengan Saifullah, yang menyebuitkan adanya dugaan pembiaran dalam penanganan konflik Sie - Kalampa. Mulai dari tewasnya Sugiono hingga insiden penembakan diduga dilakukan aparat, aroma pembiaran dilakukan oknum aparat bisa terbaca. “Saya turun ke TKP untuk melihat langsung lokasi berdarah tersebut,saya bisa gambarkan bringasnyan oknum Polisi memperlakukan warga Risa yang tidak bersalah itu,” ujarnya.
Selain TKP di Desa Risa, ia juga mendatangi RSUD Bima untuk melihat langsung korban luka tembak. Dari keterangan keluarga korban yang ia himpun, diketahui ada pelanggaran dilakukan Polisi dan harus diusut tuntas agar oknum brutal bisa dikenakan sanksi berat atas perbuatannnya. “Kapolda NTB harus cepat tangani kasus pelanggaran yang diduga dilakukan anggotanya di Polres Bima, karena masalah ini bisa melahirkan kebencian masyrakat kepada aparat jika tidak diselesaikan secara serius dan transparan,” sarannya.
Untuk mendamaikan kedua Desa yang bertikai, diharapkan agar semua pihak bisa ikut andil untuk proses perdamaian. Mulai dari pemerintah daerah dan juga semua unsur, keterlibatan tokoh yang dianggap berpengaruh di dua Desa konflik termasuk unsur Muspida dan Muspika. “Kita harus ambil langkah cepat untuk proses islah, agar tidak ada lagi pertikaian yang berkepanjangan hingga menambah korban jiwa, saya berharap pemerintah cepat turun tangan untuk redam situasi ini,” pungkasnya.
Sarjana Tehnik UMI-Makassar ini juga berharap kepada warga untuk menahan dan tidask terprovokasi oleh isu yang sengaja dihembuskan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab serta mampu menahan diri agar tidak terjadi konflik lagi.“Sebagai pemuda, saya prihatin dengan kondisi ini, semoga saja konflik bisa diselesaikan secepatnya,” harapnya.
Sementara itu, Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Kurdi membantah dugaan pembiaran yang dilakukan personil Polisi dalam pengamanan konflik warga Sie - Kalampa. “Polisi hanya punya kepentingan untuk mengamankan kedua kelompok warga yang bertikai, tidak benar ada pembiaran,” bantah Kurdi saat gelar konferensi Pers di aula Polres Bima.
Ia mengaku pihaknya sudah maksimal dalam mengamankan kedua warga bertikai. Terkait masalah dugaan penembakan oleh aparat, pihaknya turunkan tim investigasi untuk ungkap. “Kita tunggu hasil investigasi tim Polda NTB, dari hasil itu baru bisa disimpulkan siapa pelaku penembakan terhadap warga hingga tewas dan terluka, siapapun yang melanggar hukum tetap akan ditindak tegas sesuai hukum berlaku, ” ujarnya (KS-Ryan G)
COMMENTS