Masalahnya, pembagian kue lewat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2016 mendatang tidak akan berpihak pada rakyat.
Bima, KS.- Beragam persoalan yang sudah dan sedang dihadapi rakyat Kabupaten Bima yang tersebar di 191 Desa 18 Kecamatan, sepertinya bakal tidak dapat teratasi sesuai yang diharapkan. Masalahnya, pembagian kue lewat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2016 mendatang tidak akan berpihak pada rakyat.
Tapi, justru untuk Aparatur. Sebab, APBD senilai Rp.1 Triliunan lebih itu bakal jauh lebih besar dimanfaatkan untuk belanja aparatur ketimbang belanja publik. Praktis, APBD tahun depan bukan menjadi solusi atas permasalahan yang sudah,sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat, tapi justru akan menyengsarakan rakyat.
Hal itu disampaikan, Anggota Dewan, Edi Mukhlis, S.Sos kepada Koran Stabilitas Senin (16/11) di Halaman Lembaga terhormat tersebut. Katanya, keberpihakan APBD terhadap aparatur, bukan pada rakyat sudah tampak jelas. Hal itu mencuat, ketika usulan pemanfaatan APBD hampir 70 persen dimanfaatkan untuk belanja aparatur. Artinya, hanya tersisa 30 persen APBD untuk belanja publik.
”Saya khawatir, alokasi APBD tahun depan bakal membawa petaka, musibah dan penyengsaraan bagi rakyat. Buktinya, belanja aparatur yang diusulkan lebih besar daripada belanja publik, lebih kurang 70 persen untuk belanja aparatur, sisanya untuk belanja publik. Kalau kondisi APBD seperti itu, apakah tidak akan menyengsarakan rakyat,” ujar Anggota Komisi III tersebut.
Celakanya lanjut duta partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu, dalam usulan penggunaan APBD banyak ditemukan kebutuhan rakyat, baik yang diperoleh melalui hasil reses dewan maupun lewat aspirasi langsung rakyat yang tidak diakomodir dalam usulan. Maksudnya, terdapat kebutuhan rakyat (aspirasi) yang dipangkas, tidak diakomodir untuk mendapat kue APBD. Justru, yang diusulkan lebih banyak untuk Biaya Perjalanan Dinas keluar daerah. Fatalnya lagi, biaya perjalanan dinas sesuai usulan bahkan hingga mencapai 6 kali dalam sebulan.”Ini konyol¸ bayangkan saja, dalam sebulan biaya perjalanan dinas keluar daerah yang diusulkan hingga sebanyak itu. Sementara, aspirasi rakyat malah banyak yang dipangkas,” tandasnya.
Menurutnya, belanja aparatur seperti untuk biaya perjalanan dinas keluar daerah akan lebih tepat apabila dimanfaatkan untuk belanja publik. Sehingga, alokasi APBD untuk belanja publik mengalami peningkatan. Mengingat, masih terdapat beberapa persoalan ditengah – tengah rakyat yang masih sangat membutuhkan APBD. Seperti, infrastruktur jalan ekonomi, pedesaan, pengaspalan jalan di pelosok desa, dusun terpencil serta masalah lain yang sudah lama dihadapi rakyat.
Artinya, beragam aspirasi rakyat baik yang sudah berhasil disampaikan maupun yang belum, mestinya dijadikan rujukan, pedoman bagi pemerintah agar pembagian kue anggaran daerah bernilai fantastik tersebut lebih berpihak pada rakyat, bukan sebaliknya jauh lebih besar usulan untuk belanja aparatur. ”Faktanya, usulan belanja aparatur lebih besar daripada belanja publik. Padahal, kita tahu masih ada beberapa persoalan rakyat yang teramat membutuhkan anggaran daerah,” tuturnya.
Jika seperti itukondisinya, menurut politisi yang sempat menekuni dunia wartawan tersebut, maka jangan heran ketika suatu saat terungkap sejumlah dugaan penyimpangan atas penggunaan APBD. Sebab, usulan lebih besar untuk belanja aparatur dibanding belanja publik, salah satu metodenya yakni memangkas aspirasi rakyat. Sehingga, kue APBD untuk rakyat diduga dialihkan untuk belanja aparatur. Jadi tidak heran kalau usulan belanja aparatur jauh lebih besar dibanding belanja publik. Parahnya lagi, didalam usulan teridentifikasi penganggaran APBD doublel, maksudnya ada usulan penggunaan APBD untuk satu item pekerjaan yang sudah mendapat anggaran daerah tahun sebelumnya.
”Saya mencium aroma penyimpangan yang sangat fatal, ada satu pekerjaan yang menggunakan APBD sebelumnya tapi diusulkan lagi untuk anggaran tahun berikutnya. Misalnya, tahun sebelum dianggarkan Rp.200 Juta, tahun berikutnya diusulkan Rp.900 Juta, artinya satu item pekerjaan akan mendapat alokasi anggaran dua tahun berturut-turut, malah nominal anggaran yang diusulkan berlipa-lipat lagi. Itulah salah satu dugaan penyimpangan fatal,” terangnya.
Mestinya tegas Edi, pemanfaatan APBD harus berpihak pada rakyat, artinya belanja publik harus lebih besar daripada belanja aparatur. Tetapi faktanya berbanding terbalik, usulan belanja aparatur jauh lebih besar dibanding belanjar rakyat. Padahal, rakyat lebih membutuhkan suntikan APBD ketimbang aparatur. Sejatinya, untuk memperjuangkan agar alokasi APBD berpihak pada rakyat adalah tugas 45 wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen. Karena, keberadaan para politisi di dewan mengemban sejumlah amanat rakyat yang mesti diperjuangkan.
”Maunya saya, kalau usulan Eksekutif terkesan berpihak pada aparatur, bukan rakyat, maka rekan-rekan anggota dewan harus tegas menolak usulan tersebut. Jangan asal setuju dan setuju saja, karena kita duduk di lembaga ini untuk rakyat banyak bukan pemerintah dan atau kelompok tertentu,” pintanya seraya berharap kepada rekan – rekan anggota dewan untuk bersatu sekaligus bersama-sama memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. (KS-Anhar)
Tapi, justru untuk Aparatur. Sebab, APBD senilai Rp.1 Triliunan lebih itu bakal jauh lebih besar dimanfaatkan untuk belanja aparatur ketimbang belanja publik. Praktis, APBD tahun depan bukan menjadi solusi atas permasalahan yang sudah,sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat, tapi justru akan menyengsarakan rakyat.
Hal itu disampaikan, Anggota Dewan, Edi Mukhlis, S.Sos kepada Koran Stabilitas Senin (16/11) di Halaman Lembaga terhormat tersebut. Katanya, keberpihakan APBD terhadap aparatur, bukan pada rakyat sudah tampak jelas. Hal itu mencuat, ketika usulan pemanfaatan APBD hampir 70 persen dimanfaatkan untuk belanja aparatur. Artinya, hanya tersisa 30 persen APBD untuk belanja publik.
”Saya khawatir, alokasi APBD tahun depan bakal membawa petaka, musibah dan penyengsaraan bagi rakyat. Buktinya, belanja aparatur yang diusulkan lebih besar daripada belanja publik, lebih kurang 70 persen untuk belanja aparatur, sisanya untuk belanja publik. Kalau kondisi APBD seperti itu, apakah tidak akan menyengsarakan rakyat,” ujar Anggota Komisi III tersebut.
Celakanya lanjut duta partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu, dalam usulan penggunaan APBD banyak ditemukan kebutuhan rakyat, baik yang diperoleh melalui hasil reses dewan maupun lewat aspirasi langsung rakyat yang tidak diakomodir dalam usulan. Maksudnya, terdapat kebutuhan rakyat (aspirasi) yang dipangkas, tidak diakomodir untuk mendapat kue APBD. Justru, yang diusulkan lebih banyak untuk Biaya Perjalanan Dinas keluar daerah. Fatalnya lagi, biaya perjalanan dinas sesuai usulan bahkan hingga mencapai 6 kali dalam sebulan.”Ini konyol¸ bayangkan saja, dalam sebulan biaya perjalanan dinas keluar daerah yang diusulkan hingga sebanyak itu. Sementara, aspirasi rakyat malah banyak yang dipangkas,” tandasnya.
Menurutnya, belanja aparatur seperti untuk biaya perjalanan dinas keluar daerah akan lebih tepat apabila dimanfaatkan untuk belanja publik. Sehingga, alokasi APBD untuk belanja publik mengalami peningkatan. Mengingat, masih terdapat beberapa persoalan ditengah – tengah rakyat yang masih sangat membutuhkan APBD. Seperti, infrastruktur jalan ekonomi, pedesaan, pengaspalan jalan di pelosok desa, dusun terpencil serta masalah lain yang sudah lama dihadapi rakyat.
Artinya, beragam aspirasi rakyat baik yang sudah berhasil disampaikan maupun yang belum, mestinya dijadikan rujukan, pedoman bagi pemerintah agar pembagian kue anggaran daerah bernilai fantastik tersebut lebih berpihak pada rakyat, bukan sebaliknya jauh lebih besar usulan untuk belanja aparatur. ”Faktanya, usulan belanja aparatur lebih besar daripada belanja publik. Padahal, kita tahu masih ada beberapa persoalan rakyat yang teramat membutuhkan anggaran daerah,” tuturnya.
Jika seperti itukondisinya, menurut politisi yang sempat menekuni dunia wartawan tersebut, maka jangan heran ketika suatu saat terungkap sejumlah dugaan penyimpangan atas penggunaan APBD. Sebab, usulan lebih besar untuk belanja aparatur dibanding belanja publik, salah satu metodenya yakni memangkas aspirasi rakyat. Sehingga, kue APBD untuk rakyat diduga dialihkan untuk belanja aparatur. Jadi tidak heran kalau usulan belanja aparatur jauh lebih besar dibanding belanja publik. Parahnya lagi, didalam usulan teridentifikasi penganggaran APBD doublel, maksudnya ada usulan penggunaan APBD untuk satu item pekerjaan yang sudah mendapat anggaran daerah tahun sebelumnya.
”Saya mencium aroma penyimpangan yang sangat fatal, ada satu pekerjaan yang menggunakan APBD sebelumnya tapi diusulkan lagi untuk anggaran tahun berikutnya. Misalnya, tahun sebelum dianggarkan Rp.200 Juta, tahun berikutnya diusulkan Rp.900 Juta, artinya satu item pekerjaan akan mendapat alokasi anggaran dua tahun berturut-turut, malah nominal anggaran yang diusulkan berlipa-lipat lagi. Itulah salah satu dugaan penyimpangan fatal,” terangnya.
Mestinya tegas Edi, pemanfaatan APBD harus berpihak pada rakyat, artinya belanja publik harus lebih besar daripada belanja aparatur. Tetapi faktanya berbanding terbalik, usulan belanja aparatur jauh lebih besar dibanding belanjar rakyat. Padahal, rakyat lebih membutuhkan suntikan APBD ketimbang aparatur. Sejatinya, untuk memperjuangkan agar alokasi APBD berpihak pada rakyat adalah tugas 45 wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen. Karena, keberadaan para politisi di dewan mengemban sejumlah amanat rakyat yang mesti diperjuangkan.
”Maunya saya, kalau usulan Eksekutif terkesan berpihak pada aparatur, bukan rakyat, maka rekan-rekan anggota dewan harus tegas menolak usulan tersebut. Jangan asal setuju dan setuju saja, karena kita duduk di lembaga ini untuk rakyat banyak bukan pemerintah dan atau kelompok tertentu,” pintanya seraya berharap kepada rekan – rekan anggota dewan untuk bersatu sekaligus bersama-sama memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. (KS-Anhar)
COMMENTS