Masalahnya, ternak berupa Kerbau yang disebut-sebut milik warga asal Kecamatan Wera diduga kuat dijadikan sebagai makanan (santapan) hewan langkah tersebut.
Bima, KS.– Keberadaan Komodo di Pulau Komodo merupakan kebanggaan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena, berkat kekayaan Alam tersebut Indonesia menjadi perhatian dunia, bahkan telah masuk dalam daftar keajaiban dunia. Artinya, di negara yang dikenal dengan kekayaan Sumber Daya Alama (SDA) terdapat dua keajaiban dunia yakni Candi Borobudur dan Komodo. Sayangnya, potensi alam dimaksud seolah tak menguntungkan masyarakat, termasuk masyarakat Daerah Kabupaten Bima. Masalahnya, ternak berupa Kerbau yang disebut-sebut milik warga asal Kecamatan Wera diduga kuat dijadikan sebagai makanan (santapan) hewan langkah tersebut.
Padahal ternak tersebut adalah milik warga sesuai bukti kepemilikan. Seperti, Surat Cacat Jiwa dari Pemerintah Kecamatan, Surat Hak Milik, dan bukti resmi kepemilikan dari pemerintah daerah. Hal itu disampaikan keluarga H. Hasan Abu Jaya warga Desa Tawali kepada wartawan belum lama ini. Bahkan, atas persoalan tersebut pihak keluarga pemilik ternak bakal mengguggat Negara melalui Taman Nasional Komodo (TNK). Dirinya berani mengatakan itu dengan berbagai bukti kepemilikan sah yang dipegangnya sejak tahun 1960 hingga saat ini. “Kami memiliki bukti kepemilikan sah atas ternak tersebut. Artinya, kerbau yang dijadikan santapan komodo sah milik kami,” ungkapnya.
Selain surat cacat jiwa dari KUPT Dinas Peternakan Kabupaten Bima, dari tahun 1960 samapai 1999, surat cacat jiwa dari pemerintah kecamatan Wera dan surat hak milik dari kecamatan sampai surat dari pencatatan Pemerintah Kabupaten dan Pusat, Buku registrasi ternak dari tahun 1960 sampai 1995. Dirinya juga mengaku memiliki bukti lain, antara lain laporan tahunan perusahaan ternak milik keluarganya baik ternak besar dan kecil dikeluarkan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia sampai dengan tahun 1990.”Kita miliki semua buktinya bahkan sudah lapuk,” terangnya sambil menunjukan buku-buku dan dokumen sebagai bukti kepemilikan ternak tersebut.
Bukti kepemilikan kerbau dimaksud diperkuat dengan fakta sesuai dengan surat cacat jiwa yang dikeluarkan Camat Wera sejak tahun 1960 sampai 1990. Mengingat, semua ternak milik keturunan H. hasan Abu Jaya terdapat tanda potong datar pada kuping kanan dan silang pada kuping kanan atau bahasa bimanya sudah di “sarompo”. Celakanya, ternak milik warga tersebut justru dijadikan santapan komodo, buktinya terdapat dokumen berupa foto ternak yang dijadikan santapan komodo selama belasan tahun. Soal bagaimana cara hingga kerbau bisa sampai di Pulau Komodo, Ridwan mengaku ada sejarahnya, keluarga H.Hasan Abu Jaya ini dikenal memiliki ribuan ternak sejak zaman dulu. Kebiasaan ternak warga di wera, bila ada aktifitas gunung api Sangiang akan bermigrasi, tujuan migrasinya selama ini ternyata ke pulau komodo. Apalagi, ternak dimaksud memiliki kelebihandan kemampuan berenang.”Jangan heran, ketika kerbau-kerbau dimaksud bisa sampai dipulau-pulau sekitar gunung api sangiang,” ujarnya.
Jika selama puluhan tahun keluarga beranggapan kerbau sudah hilang, ternyata setelah diteliti memang sudah bermigrasi di pulau komodo. Sementara sejarah migrasi ternak ini tidak sekaligus, tetapi bertahap, sejak tahun 1960 sampai dengan 1999, jumlah ternak imigrasi total 545 ekor, itu yang ada tanda cacat jiwa. Dari jumlah tersebut imbuhnya, 400 induk, 81 anak, 64 jantan. Praktis, jika dihitung usianya 55 tahun sangat banyak, dikalikan 3o tahun jumlah total bila beranak pinak selama 30 tahun 146.145 ekor itupun kalau tidak dimakan komodo. “Kalau diuangkan bisa sampai Rp 1.6 triliun. Kita hanya minta ganti Rp 90 milyar atau diberikan ijin menangkap sisanya saja,” tandas Ridwan.
Praktis, selama ini pemilik ternak merasa dirugikan oleh TNK, karena komodo memakan gratis ternak milik warga dimaksud. Karenanya, pemilik ternak sudah bersurat ke TNK, hasilnya ternak dimaksud diklaim sudah menjadi milik TNK, karena tahun 1970 sudah diumumkan agar warga mengambil ternak didalam kawasan TNK karena akan dijadikan lokasi TNK. Namun Ridwan dengan tegas membantah ternak itu milik TNK, dalihnya pengumuman dalam kaitan itu tidak pernah dilakukan, lagipula wilayah himbauan hanya terbatas untuk NTT, tidak sampai ke bima.”Karena sulit dicarikan benang merahnya, saya bersama keluarga besar akan bersurat ke Kementerian LH dan Kehutanan serta Dirjen Peternakanan,” tegasnya sembari berharap agar persoalan ini segera dicarikan solusi terbaik. (KS-Anhar)
Padahal ternak tersebut adalah milik warga sesuai bukti kepemilikan. Seperti, Surat Cacat Jiwa dari Pemerintah Kecamatan, Surat Hak Milik, dan bukti resmi kepemilikan dari pemerintah daerah. Hal itu disampaikan keluarga H. Hasan Abu Jaya warga Desa Tawali kepada wartawan belum lama ini. Bahkan, atas persoalan tersebut pihak keluarga pemilik ternak bakal mengguggat Negara melalui Taman Nasional Komodo (TNK). Dirinya berani mengatakan itu dengan berbagai bukti kepemilikan sah yang dipegangnya sejak tahun 1960 hingga saat ini. “Kami memiliki bukti kepemilikan sah atas ternak tersebut. Artinya, kerbau yang dijadikan santapan komodo sah milik kami,” ungkapnya.
Selain surat cacat jiwa dari KUPT Dinas Peternakan Kabupaten Bima, dari tahun 1960 samapai 1999, surat cacat jiwa dari pemerintah kecamatan Wera dan surat hak milik dari kecamatan sampai surat dari pencatatan Pemerintah Kabupaten dan Pusat, Buku registrasi ternak dari tahun 1960 sampai 1995. Dirinya juga mengaku memiliki bukti lain, antara lain laporan tahunan perusahaan ternak milik keluarganya baik ternak besar dan kecil dikeluarkan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia sampai dengan tahun 1990.”Kita miliki semua buktinya bahkan sudah lapuk,” terangnya sambil menunjukan buku-buku dan dokumen sebagai bukti kepemilikan ternak tersebut.
Bukti kepemilikan kerbau dimaksud diperkuat dengan fakta sesuai dengan surat cacat jiwa yang dikeluarkan Camat Wera sejak tahun 1960 sampai 1990. Mengingat, semua ternak milik keturunan H. hasan Abu Jaya terdapat tanda potong datar pada kuping kanan dan silang pada kuping kanan atau bahasa bimanya sudah di “sarompo”. Celakanya, ternak milik warga tersebut justru dijadikan santapan komodo, buktinya terdapat dokumen berupa foto ternak yang dijadikan santapan komodo selama belasan tahun. Soal bagaimana cara hingga kerbau bisa sampai di Pulau Komodo, Ridwan mengaku ada sejarahnya, keluarga H.Hasan Abu Jaya ini dikenal memiliki ribuan ternak sejak zaman dulu. Kebiasaan ternak warga di wera, bila ada aktifitas gunung api Sangiang akan bermigrasi, tujuan migrasinya selama ini ternyata ke pulau komodo. Apalagi, ternak dimaksud memiliki kelebihandan kemampuan berenang.”Jangan heran, ketika kerbau-kerbau dimaksud bisa sampai dipulau-pulau sekitar gunung api sangiang,” ujarnya.
Jika selama puluhan tahun keluarga beranggapan kerbau sudah hilang, ternyata setelah diteliti memang sudah bermigrasi di pulau komodo. Sementara sejarah migrasi ternak ini tidak sekaligus, tetapi bertahap, sejak tahun 1960 sampai dengan 1999, jumlah ternak imigrasi total 545 ekor, itu yang ada tanda cacat jiwa. Dari jumlah tersebut imbuhnya, 400 induk, 81 anak, 64 jantan. Praktis, jika dihitung usianya 55 tahun sangat banyak, dikalikan 3o tahun jumlah total bila beranak pinak selama 30 tahun 146.145 ekor itupun kalau tidak dimakan komodo. “Kalau diuangkan bisa sampai Rp 1.6 triliun. Kita hanya minta ganti Rp 90 milyar atau diberikan ijin menangkap sisanya saja,” tandas Ridwan.
Praktis, selama ini pemilik ternak merasa dirugikan oleh TNK, karena komodo memakan gratis ternak milik warga dimaksud. Karenanya, pemilik ternak sudah bersurat ke TNK, hasilnya ternak dimaksud diklaim sudah menjadi milik TNK, karena tahun 1970 sudah diumumkan agar warga mengambil ternak didalam kawasan TNK karena akan dijadikan lokasi TNK. Namun Ridwan dengan tegas membantah ternak itu milik TNK, dalihnya pengumuman dalam kaitan itu tidak pernah dilakukan, lagipula wilayah himbauan hanya terbatas untuk NTT, tidak sampai ke bima.”Karena sulit dicarikan benang merahnya, saya bersama keluarga besar akan bersurat ke Kementerian LH dan Kehutanan serta Dirjen Peternakanan,” tegasnya sembari berharap agar persoalan ini segera dicarikan solusi terbaik. (KS-Anhar)
COMMENTS