Namun ahli waris pemilik tanah sebenarnya sudah mengingatkan, tanah yang dihibahkan itu sebagiannya untuk kebutuhan umum masyarakat dan separuhnya lagi untuk pembangunan sekolah.
Kota Bima, KS.- SDN 66 Kota Bima yang berlokasi di Dusun Kuta Kelurahan Nungga Kecamatan Rasanae Timur, mengklaim tanah yang dipanggari warga Kuta merupakan lahan milik sekolah. Namun ahli waris pemilik tanah sebenarnya sudah mengingatkan, tanah yang dihibahkan itu sebagiannya untuk kebutuhan umum masyarakat dan separuhnya lagi untuk pembangunan sekolah.
Tapi celakanya sekolah yang didirikan sejak 15 Juni 1981, dan pada tahun 2016 ini berencana akan membangun gedung baru sebanyak tiga lokal. Sehingga otomatis akan mengambil lahan lebih luas lagi, akibatnya memicu kemarahan bagi warga Kuta. Pasalnya, bangunan baru tersebut akan dibangun dilapangan voli milik warga setempat.
Sabtu (6/2) lalu, diruang perpustakaan SDN 66 berlangsung rapat sosialisasi verifikasi yang dihadiri warga Kuta dan Lurah Nungga Rasyidin, S.Sos. Saat rapat berlangsung Kepala SDN 66 Kota Bima Mansyur, S.Pd menginformasikan, bahwa di tahun ini sekolahnya akan ada pembangunan gedung baru sebanyak 3 lokal dibagian Timur sekolah (Lapangan voli, red). Ketika warga ingin memberikan tanggapannya, seorang guru tidak memberikan kesempatan pada warga. Sehingga berakhir dengan adu mulut dan beberapa kursi yang ada diruang perpustaan setempat, diporak poranda oleh warga yang melapiskan kekecewaannya.
Mansyur pada koran ini Selasa (9/2) mengatakan, sekolah ini akan mendapatkan bantuan bangunan baru lagi. Namun pemerintah melalui dinas terkait meminta pada SDN 66 untuk melakukan pemetaan gambar. “Dalam sertivikat tanah milik sekolah ini seluas 45 Are, sehingga lapangan voli yang dibangun warga masih dalam lingkup tanah milik sekolah ini,” ujarnya saat ditemui diperpustakaan.
Sudah jelas tanah ini milik Arsyad Ama Wi dan sudah diwakafkan untuk kepetingan umum yakni pembangunan sekolah. Penolakan perluasan wilayah sekolah ini bukan hanya terjadi Sabtu kemarin, akan tetapi sering kali terjadi penolakan dari warga. Sehingga pada penerbitan sertivikat atas nama sekolah tahun 1997 dan 1998 sudah dibuatkan kesepakatan bersama terkait batas wilayah.
Sementara itu M. Yusuf (75) adik ipar almarhum Arsyad Ama Wi pada wartawan mengungkapkan,tanah ini sebelumnya ditempati oleh rumah warga, sehingga untuk pembangunan fasilitas umum (Lapangan olahraga dan pembangunan sekolah) beberapa rumah warga dipindahkan. “Almarhum Arsyad sudah membagi tanah ini, 50 porsen untuk pembangunan sekolah dan sisanya untuk lapangan olahraga yang dipergunakan masyarakat umum,” ujar Yusuf.
Yusuf juga meminta kepada Dinas Dikpora untuk pindahkan oknum guru yang memprofokasi antara pihak sekolah dan warga. Pasalnya, kehadiran guru tersebut menciptakan ketidak akurnya hubungan guru dengan masyarakat.
Hal yang sama disampaikan Budiyanto (25) cucu almarhum Arsyad mengatakan, tanah yang sudah diklaim sekolah beberapa tahun lalu sudah dilaporkan oleh ahli waris kepihak berwajib dan hasilnya dimenangkan pihak Arsyad Cs. “Jangan sampai lagi kasus ini dinaikan lagi oleh anak dan cucu almarhum Arsyad dan sekolah sebenarnya harus berterimkasi pada pemilik lahan. Karena pembangunan perpusatakaan tahun 2012 diatas tanah milik Arsyad dan tidak ada keluarga ahli waris yang keberatan. Tapi kenapa lagi-lagi sekolah ingin cerobot tanah yang bukan miliknya,” ujarnya.
Sedangkan Lurah Rasyidin, S. Sos ditempat terpisah membenarkan adanya protes keras dari warga terutama dari pihak ahli waris Sabtu itu. “Keributan itu terjadi ketika seorang warga ingin meluruskan batas wilayah, tetapi seorang guru tidak memberikan kesempatan. Sehingga pertemuan itu alot dan panas. Syukur tidak ada kerugian dan jatuhnya korban,” ujarnya singkat.
Dirinya sudah mengingat pada oknum guru tersebut tidak memanasi warga, seperti tidak memberikan kesempatan pada warga untuk memberikan saran dan masukannya. “Coba saja warga naik pintam, bisa saja saya jadi korban bulanan warga. Akibat perbuatan oknum guru tersebut,” terang lurah asal Kodo itu. (KS – 05)
Tapi celakanya sekolah yang didirikan sejak 15 Juni 1981, dan pada tahun 2016 ini berencana akan membangun gedung baru sebanyak tiga lokal. Sehingga otomatis akan mengambil lahan lebih luas lagi, akibatnya memicu kemarahan bagi warga Kuta. Pasalnya, bangunan baru tersebut akan dibangun dilapangan voli milik warga setempat.
Sabtu (6/2) lalu, diruang perpustakaan SDN 66 berlangsung rapat sosialisasi verifikasi yang dihadiri warga Kuta dan Lurah Nungga Rasyidin, S.Sos. Saat rapat berlangsung Kepala SDN 66 Kota Bima Mansyur, S.Pd menginformasikan, bahwa di tahun ini sekolahnya akan ada pembangunan gedung baru sebanyak 3 lokal dibagian Timur sekolah (Lapangan voli, red). Ketika warga ingin memberikan tanggapannya, seorang guru tidak memberikan kesempatan pada warga. Sehingga berakhir dengan adu mulut dan beberapa kursi yang ada diruang perpustaan setempat, diporak poranda oleh warga yang melapiskan kekecewaannya.
Mansyur pada koran ini Selasa (9/2) mengatakan, sekolah ini akan mendapatkan bantuan bangunan baru lagi. Namun pemerintah melalui dinas terkait meminta pada SDN 66 untuk melakukan pemetaan gambar. “Dalam sertivikat tanah milik sekolah ini seluas 45 Are, sehingga lapangan voli yang dibangun warga masih dalam lingkup tanah milik sekolah ini,” ujarnya saat ditemui diperpustakaan.
Sudah jelas tanah ini milik Arsyad Ama Wi dan sudah diwakafkan untuk kepetingan umum yakni pembangunan sekolah. Penolakan perluasan wilayah sekolah ini bukan hanya terjadi Sabtu kemarin, akan tetapi sering kali terjadi penolakan dari warga. Sehingga pada penerbitan sertivikat atas nama sekolah tahun 1997 dan 1998 sudah dibuatkan kesepakatan bersama terkait batas wilayah.
Sementara itu M. Yusuf (75) adik ipar almarhum Arsyad Ama Wi pada wartawan mengungkapkan,tanah ini sebelumnya ditempati oleh rumah warga, sehingga untuk pembangunan fasilitas umum (Lapangan olahraga dan pembangunan sekolah) beberapa rumah warga dipindahkan. “Almarhum Arsyad sudah membagi tanah ini, 50 porsen untuk pembangunan sekolah dan sisanya untuk lapangan olahraga yang dipergunakan masyarakat umum,” ujar Yusuf.
Yusuf juga meminta kepada Dinas Dikpora untuk pindahkan oknum guru yang memprofokasi antara pihak sekolah dan warga. Pasalnya, kehadiran guru tersebut menciptakan ketidak akurnya hubungan guru dengan masyarakat.
Hal yang sama disampaikan Budiyanto (25) cucu almarhum Arsyad mengatakan, tanah yang sudah diklaim sekolah beberapa tahun lalu sudah dilaporkan oleh ahli waris kepihak berwajib dan hasilnya dimenangkan pihak Arsyad Cs. “Jangan sampai lagi kasus ini dinaikan lagi oleh anak dan cucu almarhum Arsyad dan sekolah sebenarnya harus berterimkasi pada pemilik lahan. Karena pembangunan perpusatakaan tahun 2012 diatas tanah milik Arsyad dan tidak ada keluarga ahli waris yang keberatan. Tapi kenapa lagi-lagi sekolah ingin cerobot tanah yang bukan miliknya,” ujarnya.
Sedangkan Lurah Rasyidin, S. Sos ditempat terpisah membenarkan adanya protes keras dari warga terutama dari pihak ahli waris Sabtu itu. “Keributan itu terjadi ketika seorang warga ingin meluruskan batas wilayah, tetapi seorang guru tidak memberikan kesempatan. Sehingga pertemuan itu alot dan panas. Syukur tidak ada kerugian dan jatuhnya korban,” ujarnya singkat.
Dirinya sudah mengingat pada oknum guru tersebut tidak memanasi warga, seperti tidak memberikan kesempatan pada warga untuk memberikan saran dan masukannya. “Coba saja warga naik pintam, bisa saja saya jadi korban bulanan warga. Akibat perbuatan oknum guru tersebut,” terang lurah asal Kodo itu. (KS – 05)
COMMENTS