Bangunan yang sebelumnya dijadikan sebagi tempat kos-kosan tersebut, kini sedikit demi sedikit dirubah menjadi hotel oleh pemilik bangunan.
Kota Bima, KS.- Warga Kelurahan Sarae Kota Bima saat ini sedang resah dengan keberadaan sebuah bangunan baru yang berada di lingkungan Saleko Rt.07/Rw.03 Kelurahan Sarae. Bangunan yang sebelumnya dijadikan sebagi tempat kos-kosan tersebut, kini sedikit demi sedikit dirubah menjadi hotel oleh pemilik bangunan.
Ilustrasi
Tidak Hanya merubah bentuk bangunan, pemilik bangunan juga mengubah ijin kos-kosan menjadi ijin perhotelan. Belakangan diketahui, ternyata ijin perhotelan tersebut dipalsukan, karena pemerintah Kota Bima tidak pernah menerbitkan ijin perhotelan di lingkungan tersebut, karena bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bima. Selain itu, warga menolak karena adanya kejanggalan terhadap bangunan tersebut, mulai dari persyaratan, mekanisme hingga lokasi yang tidak memungkinkan.
“Mekanisme kepengurusan ijin hotel ini, dinilai tidak prosedural dan jauh dari mekanisme aturan pemerintah. Bagaimana mungkin ijin IMB dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Bima bisa keluar, sementara ijin atau persetujuan dari warga, Lurah Hingga Camat belum dikeluarkan,” ujar salah satu warga Sarae Kaharuddin kepada koran ini beberapa hari lalu.
Kaharuddin menilai ijin perhotelan yang dimiliki saat ini dipalsukan, karena sepengetahuannya, IMB dari pemerintah harus melewati prosedur awal, melalui pengajuan dari tingkat bawah. “ Saya katakan lahirnya ijin tersebut, cacat secara hukum. Karena ijin langsung keluar tanpa ada rekomendasi dari lurah dan Camat,” bebernya.
Selain masalah ijin, lokasi bangunan Hotel tersebut berada di perkampungan warga dengan luas hanya beberapa are saja. Sedangkan hotel yang lain berada ditengah kota, serta mempunyai luas yang sangat besar untuk parkir dan sebagainya. “Apa mungkin hotel berada di tengah perkampungan, belum lagi ijin pariwisata, perijinan hinga BLH selaku pengolahan limbah hotel,” bebernya.
Sementara itu Lurah Sarae, Iskandar mengaku tidak pernah menandatangani ijin persetujuan dibangunnya hotel, dan berani bersumpah hal tersebut tidak pernah dilakukannya. Sebab menurutnya masih banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemilik hotel, diantaranya persetujuan dari warga sekitar. “Jika pun ada tandatangan persetujuan dari saya selaku Lurah, berarti ada oknum staff saya yang menyisipkan ijin tersebut disertai surat dan dokumen lainnya. Sehingga saya ikut menandatangani, dan luput dari pengamatan,” tandasnya.
Sementara itu pemilik hotel, K.Joni Dirgayusa mengungkapkan bahwa semua mekanisme telah dilalui, hingga diterbitkannya ijin IMB dari DTKP Kota Bima. “Bagi warga yang memprotes, hingga teman-teman wartawan mau menanyakan lahirnya IMB, bisa langsung tanya ke DTKP,” sarannya.
Joni menambahkan, warga Sarae tidak usah risau, sebab pengurusan ijin perhotelan masih dalam proses, sehingga diminta untuk mengerti sembari menunggu hasil analisi dinas terkait. “Saya baru mengajukan permohonan, jadi belum tentu ijin ini keluar. Karena ada beberapa tahapan dan prosedur yang dilewati. Dan dirinya meminta kepada warga, juga bisa ikut mengawal proses ijin ini agar tidak ada polemik dikemudian hari,” tambahnya.
Setelah ditelusuri, ternyata ijin perhotelan tersebut sudah diterbitkan. Namun persyaratannya baru diajukan beberapa hari kemarin. IMB Hotel tersebut sudah ada di tangan warga, sehingga warga mendatangi kantor DTKP untuk mempertanyakan hal tersebut. “Kedatangan kami ini untuk menanyakan kepada bapak kepala dinas, mengapa ijin IMB bisa terbit, sedangkan persyaratan belum terpenuhi,” ujar perwakilan warga Sarae Abdul Munir.
Sementara itu Kepala DTKP Kota Bima, Hamdan terperangah dan kaget ketika melihat ijin IMB yang diserahkan warga kepadanya. Sebab selama proses pengajuan ijin IMB dari pemilik hotel, dirinya selaku kadis belum membubuhkan tanda tangan. “Kok bisa IMB ini terbit tertanggal 16 Februari 2016, sedangkan pemilik hotel baru mengajukan permohonan ijin pada tanggal 26 Februari 2016,” aku Hamdan dengan wajah pucat penuh keheranan bercampur kesal.
Setelah melihat IMB tersebut, kepala dinas mengaku akan menggelar rapat internal, dan menelusuri siapa yang berani memalsukan tanda tangan dirinya selaku kepala dinas. Dirinya juga akan memanggil pemilik hotel K.Joni Dirgayusa, untuk menanyakan kenapa IMB terbit tanpa diketahui oleh dirinya. “Pemalsuan tanda tangan ini jelas pelanggaran berat, siapapun yang terlibat akan dipanggil dan di proses internal DTKP,” ungkapnya.
Hamdan menegaskan, bahwa ijin IMB perhotelan di Lingkungan Saleko Kelurahan Sarae belum terbit dari DTKP. Sebab banyak persyaratan dari pemilik hotel yang belum terpenuhi, seperti UPL dan UKL dan persaratan penting lainnya. “Sebelum seluruh persyaratan dilengkapi, maka saya tidak akan pernah menandatangani ijin IMB tersebut,” imbuhnya. (KS-02)
Ilustrasi
Tidak Hanya merubah bentuk bangunan, pemilik bangunan juga mengubah ijin kos-kosan menjadi ijin perhotelan. Belakangan diketahui, ternyata ijin perhotelan tersebut dipalsukan, karena pemerintah Kota Bima tidak pernah menerbitkan ijin perhotelan di lingkungan tersebut, karena bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bima. Selain itu, warga menolak karena adanya kejanggalan terhadap bangunan tersebut, mulai dari persyaratan, mekanisme hingga lokasi yang tidak memungkinkan.
“Mekanisme kepengurusan ijin hotel ini, dinilai tidak prosedural dan jauh dari mekanisme aturan pemerintah. Bagaimana mungkin ijin IMB dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Kota Bima bisa keluar, sementara ijin atau persetujuan dari warga, Lurah Hingga Camat belum dikeluarkan,” ujar salah satu warga Sarae Kaharuddin kepada koran ini beberapa hari lalu.
Kaharuddin menilai ijin perhotelan yang dimiliki saat ini dipalsukan, karena sepengetahuannya, IMB dari pemerintah harus melewati prosedur awal, melalui pengajuan dari tingkat bawah. “ Saya katakan lahirnya ijin tersebut, cacat secara hukum. Karena ijin langsung keluar tanpa ada rekomendasi dari lurah dan Camat,” bebernya.
Selain masalah ijin, lokasi bangunan Hotel tersebut berada di perkampungan warga dengan luas hanya beberapa are saja. Sedangkan hotel yang lain berada ditengah kota, serta mempunyai luas yang sangat besar untuk parkir dan sebagainya. “Apa mungkin hotel berada di tengah perkampungan, belum lagi ijin pariwisata, perijinan hinga BLH selaku pengolahan limbah hotel,” bebernya.
Sementara itu Lurah Sarae, Iskandar mengaku tidak pernah menandatangani ijin persetujuan dibangunnya hotel, dan berani bersumpah hal tersebut tidak pernah dilakukannya. Sebab menurutnya masih banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemilik hotel, diantaranya persetujuan dari warga sekitar. “Jika pun ada tandatangan persetujuan dari saya selaku Lurah, berarti ada oknum staff saya yang menyisipkan ijin tersebut disertai surat dan dokumen lainnya. Sehingga saya ikut menandatangani, dan luput dari pengamatan,” tandasnya.
Sementara itu pemilik hotel, K.Joni Dirgayusa mengungkapkan bahwa semua mekanisme telah dilalui, hingga diterbitkannya ijin IMB dari DTKP Kota Bima. “Bagi warga yang memprotes, hingga teman-teman wartawan mau menanyakan lahirnya IMB, bisa langsung tanya ke DTKP,” sarannya.
Joni menambahkan, warga Sarae tidak usah risau, sebab pengurusan ijin perhotelan masih dalam proses, sehingga diminta untuk mengerti sembari menunggu hasil analisi dinas terkait. “Saya baru mengajukan permohonan, jadi belum tentu ijin ini keluar. Karena ada beberapa tahapan dan prosedur yang dilewati. Dan dirinya meminta kepada warga, juga bisa ikut mengawal proses ijin ini agar tidak ada polemik dikemudian hari,” tambahnya.
Setelah ditelusuri, ternyata ijin perhotelan tersebut sudah diterbitkan. Namun persyaratannya baru diajukan beberapa hari kemarin. IMB Hotel tersebut sudah ada di tangan warga, sehingga warga mendatangi kantor DTKP untuk mempertanyakan hal tersebut. “Kedatangan kami ini untuk menanyakan kepada bapak kepala dinas, mengapa ijin IMB bisa terbit, sedangkan persyaratan belum terpenuhi,” ujar perwakilan warga Sarae Abdul Munir.
Sementara itu Kepala DTKP Kota Bima, Hamdan terperangah dan kaget ketika melihat ijin IMB yang diserahkan warga kepadanya. Sebab selama proses pengajuan ijin IMB dari pemilik hotel, dirinya selaku kadis belum membubuhkan tanda tangan. “Kok bisa IMB ini terbit tertanggal 16 Februari 2016, sedangkan pemilik hotel baru mengajukan permohonan ijin pada tanggal 26 Februari 2016,” aku Hamdan dengan wajah pucat penuh keheranan bercampur kesal.
Setelah melihat IMB tersebut, kepala dinas mengaku akan menggelar rapat internal, dan menelusuri siapa yang berani memalsukan tanda tangan dirinya selaku kepala dinas. Dirinya juga akan memanggil pemilik hotel K.Joni Dirgayusa, untuk menanyakan kenapa IMB terbit tanpa diketahui oleh dirinya. “Pemalsuan tanda tangan ini jelas pelanggaran berat, siapapun yang terlibat akan dipanggil dan di proses internal DTKP,” ungkapnya.
Hamdan menegaskan, bahwa ijin IMB perhotelan di Lingkungan Saleko Kelurahan Sarae belum terbit dari DTKP. Sebab banyak persyaratan dari pemilik hotel yang belum terpenuhi, seperti UPL dan UKL dan persaratan penting lainnya. “Sebelum seluruh persyaratan dilengkapi, maka saya tidak akan pernah menandatangani ijin IMB tersebut,” imbuhnya. (KS-02)
COMMENTS