Polemik anggaran untuk menyukseskan Festival Keraton Nusantara (FKN) di Bima , hingga kini masih belum ditemukan benang merahnya.
Polemik anggaran untuk menyukseskan Festival Keraton Nusantara (FKN) di Bima , hingga kini masih belum ditemukan benang merahnya. Informasi terakhir, fisik uang yang akan diberikan pada panitia FKN hanya senilai Rp. 800 juta dari Rp. 5 miliar yang diketuk DPRD Kabupaten Bima. Jika hanya angka sekian yang diberikan, panitia FKN mengaku angkat tangan.Karenanya, pemerintah Kabupaten Bima dan masyarakat Bima harus siap-siap menanggung malu, karena gagal melaksanakan kegiatan budaya Bima, padahal undangan sudah tersebar.
“Tidak ada yang bisa kami lakukan dengan angka Rp. 800 juta ini. Karena dalam FKN ini sudah jelas kegiatan dan rincian anggaran,” tegas Ketua Panitia FKN, Dr. Hj. Siti Mariayam, S.H.
Jika pemerintah ngotot hanya akan memberikan anggaran Rp. 800 juta, maka kegiatan FKN ini akan diserahkan pada pemerintah. Panitia akan lepas tangan, karena tidak mungkin kegiatan yang sudah jelas-jelas ada rincian anggaran hingga Rp. 2 miliar lebih, bisa dilaksanakan dengan anggaran Rp. 800 juta. Disisi lain, undangan FKN telah disebar ketiap-tiap keraton. Tidak tanggung-tangung, undangan FKN ini juga tembus hingga ke kerajaan luar negeri. Beberapa diantaranya, baik keraton nusantara maupun asing, sudah ada yang konfirmasi terkait keikut sertaan dalam kegiatan sekali dalam dua tahun ini. “Kalau anggaran hanya Rp. 800 juga, kami serahkan pada pemerintah saja yang melaksanakan. Tentu ada konsekuensi yang akan kita tanggung, yaitu malu,” ujarnya.
Polemik anggaran ini terus terjadi, padahal kegiatan FKN ini tinggal menghitung hari saja. Sementara ini, belum ada dukungan anggaran dari pemerintah. Sampai saat ini, diakui untuk persiapan kegiatan FKN ini harus merogok kantung pribadi. Lanjut wanita yang akrab dipanggil Ruma Ma’ari ini, sebelum kegiatan ini dilaksanakan, panitia juga harus mempersiapkan latihan dan sebagainya. Sebab, dalam kegiatan ini diperlukan pelatihan yang mata. “Kami juga membutuhkan anggaran untuk latihan dan lain-lain,” keluhnya.
Melihat tidak konsisten pemerintah ini, tidak sejalan dengan yang selalu disampaikan untuk menghidupkan kembali budaya Bima. Bagaimana mungkin budaya Bima bisa dihidupkan, mendukung kegiatan FKN saja masih setengah hati. Padahal menurut dia, ribuan undangan bisa melihat langsung seperti apa Bima. Kegitan FKN ini bisa menjadi ajang strategis untuk mempromosikan Bima kepada nasional dan dunia. “Selain keraton, kami juga mengundang tiga menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kementrian Pariwisata. Dari perencanaan pemerintah, para pejabat negara ini akan makan nasi seharga Rpo. 25 ribu,” bebernya.
Lucunya lagi, terkait penyesuaian anggaran ini, DPRD Kabupaten Bima tidak dianggap alias tidak dilibatkan. Sebab, beberapa waktu lalu anggota Banggar, M. Aminullah SE mengaku Badan Anggaran (Banggar) belum sekalipun membahas terkait penyusaian anggaran seperti yang dimaksud eksekutif. Ditegaskan pria yang kembali duduk di kursi dewan ini, penyesuaian anggaran ini tidak boleh semena-mena dilakukan. Harus didasari dengang alasan dan dasar yang jelas. Sebab perubahan anggaran juga punya mekanisme dan aturan yang jelas. Karena tidak ada pembahasan dan persetujuan Banggar terkait anggaran itu, maka anggaran hibah untuk mendukung FKN ini masih Rp. 5 miliar. “Tidak ada perubahan seperti yang dihembuskan eksekutif kepada panitia FKN, “tegasnya.
Namun faktanya, tanpa ada persetujuan dewan, eksekutif terus menghembuskan ada penyusaian anggaran tersebut. “Ini pertanda DPRD Kabupaten Bima tidak lagi memiliki taring atau dianggap penting untuk dimintai persetujuan,”pungkasnya. (KS-06)
“Tidak ada yang bisa kami lakukan dengan angka Rp. 800 juta ini. Karena dalam FKN ini sudah jelas kegiatan dan rincian anggaran,” tegas Ketua Panitia FKN, Dr. Hj. Siti Mariayam, S.H.
Jika pemerintah ngotot hanya akan memberikan anggaran Rp. 800 juta, maka kegiatan FKN ini akan diserahkan pada pemerintah. Panitia akan lepas tangan, karena tidak mungkin kegiatan yang sudah jelas-jelas ada rincian anggaran hingga Rp. 2 miliar lebih, bisa dilaksanakan dengan anggaran Rp. 800 juta. Disisi lain, undangan FKN telah disebar ketiap-tiap keraton. Tidak tanggung-tangung, undangan FKN ini juga tembus hingga ke kerajaan luar negeri. Beberapa diantaranya, baik keraton nusantara maupun asing, sudah ada yang konfirmasi terkait keikut sertaan dalam kegiatan sekali dalam dua tahun ini. “Kalau anggaran hanya Rp. 800 juga, kami serahkan pada pemerintah saja yang melaksanakan. Tentu ada konsekuensi yang akan kita tanggung, yaitu malu,” ujarnya.
Polemik anggaran ini terus terjadi, padahal kegiatan FKN ini tinggal menghitung hari saja. Sementara ini, belum ada dukungan anggaran dari pemerintah. Sampai saat ini, diakui untuk persiapan kegiatan FKN ini harus merogok kantung pribadi. Lanjut wanita yang akrab dipanggil Ruma Ma’ari ini, sebelum kegiatan ini dilaksanakan, panitia juga harus mempersiapkan latihan dan sebagainya. Sebab, dalam kegiatan ini diperlukan pelatihan yang mata. “Kami juga membutuhkan anggaran untuk latihan dan lain-lain,” keluhnya.
Melihat tidak konsisten pemerintah ini, tidak sejalan dengan yang selalu disampaikan untuk menghidupkan kembali budaya Bima. Bagaimana mungkin budaya Bima bisa dihidupkan, mendukung kegiatan FKN saja masih setengah hati. Padahal menurut dia, ribuan undangan bisa melihat langsung seperti apa Bima. Kegitan FKN ini bisa menjadi ajang strategis untuk mempromosikan Bima kepada nasional dan dunia. “Selain keraton, kami juga mengundang tiga menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Kementrian Pariwisata. Dari perencanaan pemerintah, para pejabat negara ini akan makan nasi seharga Rpo. 25 ribu,” bebernya.
Lucunya lagi, terkait penyesuaian anggaran ini, DPRD Kabupaten Bima tidak dianggap alias tidak dilibatkan. Sebab, beberapa waktu lalu anggota Banggar, M. Aminullah SE mengaku Badan Anggaran (Banggar) belum sekalipun membahas terkait penyusaian anggaran seperti yang dimaksud eksekutif. Ditegaskan pria yang kembali duduk di kursi dewan ini, penyesuaian anggaran ini tidak boleh semena-mena dilakukan. Harus didasari dengang alasan dan dasar yang jelas. Sebab perubahan anggaran juga punya mekanisme dan aturan yang jelas. Karena tidak ada pembahasan dan persetujuan Banggar terkait anggaran itu, maka anggaran hibah untuk mendukung FKN ini masih Rp. 5 miliar. “Tidak ada perubahan seperti yang dihembuskan eksekutif kepada panitia FKN, “tegasnya.
Namun faktanya, tanpa ada persetujuan dewan, eksekutif terus menghembuskan ada penyusaian anggaran tersebut. “Ini pertanda DPRD Kabupaten Bima tidak lagi memiliki taring atau dianggap penting untuk dimintai persetujuan,”pungkasnya. (KS-06)
COMMENTS