Janji Aparat Penegak Hukum Polres Bima Kabupaten untuk menjemput paksa Kades Sampungu, Yusran Umar dan oknum BPD, karena sudah dua kali mangkir dari panggilan Polisi
Janji Aparat Penegak Hukum Polres Bima Kabupaten untuk menjemput paksa Kades Sampungu, Yusran Umar dan oknum BPD, karena sudah dua kali mangkir dari panggilan Polisi, dinilai hanya sebagai janji kosong yang tidak dibuktikan melalui tindakan nyata. Hal itu disampaikan, Gufran korban dugaan penganiayaan oleh dua oknum tersebut.
Gufran meminta, agar janji yang dipublikasikan melalui pemberitaan media massa memsti ditindak lanjuti melalui tindakan nyata. Apalagi, mangkirnya pelaku dugaan penganiayaan itu merupakan perbuatan yang melawan hukum. ”Dua oknum itu telah melawan hukum, karena sudah dua kali tidak menghadiri panggilan polisi. Jadi, penjemputan paksa merupakan salah satu langkah tepat yang harus segera dilakukan. Tidak perlu khawatir, lagipula aturanya sudah jelas,”sorotnya saat datang menemui sejumlah wartawan di halaman Pemkot Bima Sabtu (16/8).
Baginya, pernyataan dan janji Polisi untuk menjemput paksa kedua oknum tersebut hanya sebagai apologi untuk mengecoh publik. Ia menyarankan, hal itu sebaiknya tidak dilakukan, karena hanya akan merusak nama baik Institusi Polri. ”Sebagai aparat penegak hukum, Polisi harus professional dalam menangani dan menyelesaikan kasus tersebut. Saya ini adalah korban, jadi wajib mempertanyakan sudah sejauh mana proses hukum kasus itu,”ujar Gufran yang juga Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kecamatan Soromandi itu.
Pada kesempatan itu, ia mensgaku kecewa atas penanganan kasus dugaan penganiayaan tersebut. Sebab, penanganan terkesan lamban, jadi diharapkan Polisi segera menindaklanjuti laporan tersebut sesuai aturan hukum yang berlaku. “Sebagai warga Negara yang baik, kami akan terus mengikuti proses hukumnya. Dengan catatan, harus jelas penanganan dan penyelesaianya. Sebenarnya, kami bisa saja melakukan hal-hal yang menurut kami benar, tapi itu tidak patut dilakukan karena kami hidup di Negara hukum yang berdemokrasi,”tandasnya.(KS-05)
Gufran meminta, agar janji yang dipublikasikan melalui pemberitaan media massa memsti ditindak lanjuti melalui tindakan nyata. Apalagi, mangkirnya pelaku dugaan penganiayaan itu merupakan perbuatan yang melawan hukum. ”Dua oknum itu telah melawan hukum, karena sudah dua kali tidak menghadiri panggilan polisi. Jadi, penjemputan paksa merupakan salah satu langkah tepat yang harus segera dilakukan. Tidak perlu khawatir, lagipula aturanya sudah jelas,”sorotnya saat datang menemui sejumlah wartawan di halaman Pemkot Bima Sabtu (16/8).
Baginya, pernyataan dan janji Polisi untuk menjemput paksa kedua oknum tersebut hanya sebagai apologi untuk mengecoh publik. Ia menyarankan, hal itu sebaiknya tidak dilakukan, karena hanya akan merusak nama baik Institusi Polri. ”Sebagai aparat penegak hukum, Polisi harus professional dalam menangani dan menyelesaikan kasus tersebut. Saya ini adalah korban, jadi wajib mempertanyakan sudah sejauh mana proses hukum kasus itu,”ujar Gufran yang juga Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kecamatan Soromandi itu.
Pada kesempatan itu, ia mensgaku kecewa atas penanganan kasus dugaan penganiayaan tersebut. Sebab, penanganan terkesan lamban, jadi diharapkan Polisi segera menindaklanjuti laporan tersebut sesuai aturan hukum yang berlaku. “Sebagai warga Negara yang baik, kami akan terus mengikuti proses hukumnya. Dengan catatan, harus jelas penanganan dan penyelesaianya. Sebenarnya, kami bisa saja melakukan hal-hal yang menurut kami benar, tapi itu tidak patut dilakukan karena kami hidup di Negara hukum yang berdemokrasi,”tandasnya.(KS-05)
COMMENTS