Penimbunan kawasan pesisir teluk Bima, tepatnya Kelurahan Dara Kecamatan Rasa Na’e Barat Kota Bima masih menjadi perhatian sejumlah mahasiswa.
Penimbunan kawasan pesisir teluk Bima, tepatnya Kelurahan Dara Kecamatan Rasa Na’e Barat Kota Bima masih menjadi perhatian sejumlah mahasiswa. Salah satunya elemen mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Kota Bima (Himkobi). Mereka menuntut, Pemerintah Kota (Pemkot) Bima menormalisasi kembali pesisir yang ditimbun tersebut. Selain itu, meminta pertanggungjawaban Walikota Bima terhadap kerusakan pantai akibat penimbunan tersebut.
Sebagai bentuk protes, sejumlah mahasiswa itu menanam pohon pisang di tengah jalan perempatan Jalan Gajah Mada Kelurahan Sarae Kecamatan Rasa Na’e Barat, Senin (22/9) sekitar pukul 10.00 Wita kemarin. Selain menanam pohon pisang, para pendemo ini meblokade jalan dengan menggunakan batang kayu dan meja milik para pedagang. Akibatnya, arus lalu lintas sempat teganggu. Tak jarang, pengendara roda dua dan roda empat juga dipaksa untuk berbalik arah.
Hanya saja, aksi ini diprotes oleh warga lain yang merasa terganggu. Warga tidak melarang aksi dilakukan, tapi menolak aksi blokade. Alhasil, batang kayu maupun meja yang digunakan untuk memblokade kembali dibuka, tapi mahasiswa terus melanjutkan aksinya.
Koordinator Lapangan (Korlap) Mulyadin, dalam orasinya menyebutkan, aksi ini dilakukan setelah melihat ketidakberpihakan Walikota Bima terhadap rakyat kecil. Salah satunya, membiarkan pesisir Pantai Ahamami ditimbun oleh oknum pengusaha etnis Tiong Hoa atas nama pribadi. Pemkot Bima, dalam hal ini Walikota Bima pun dinilai telah melakukan aksi kejahatan lingkungan dengan pemberikan pemodal keturunan tersebut.”Kebijakan ini jelas merugikan aset Daerah,”ujarnya.
Reklamasi yang dilakukan lanjutnya, tentu akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang sangat besar. Di mana, dengan penimbunan pantai akan mengganggu keseimbangan alamiah dinamis seperti kerusakan biota-biota laut. Bahkan, bisa berpotensi mengakibatkan banjir yang sangat besar. ”Apalagi, lahan yang ditimbun tersebut merupakan hutan mangrov yang jelas-jelas dilindungi oleh Negara,” tuturnya.
Selain menyorot soal penimbunan laut, Himkobi juga meminta Walikota Bima HM. Qurais H. Abidin, agar melakukan pengaspalan sejumlah jalan yang rusak termasuk di lokasi penimbunan tersebut. ”Perbaiki jalan yang rusak akibat penimbunan itu,” kata Mulyadin.
Untuk melengkapi berita aksi demonstrasi yang mengangkat topic soal penimbunan laut tersebut, Wartawan Koran Stabilitas mencoba melakukan konfirmasi dengan pihak Pemerintah Kota Bima, namun belum berhasil dihubungi. Namun sebelumnya, Plt Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, M.Ghajali S,Sos menegaskan, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk melarang warga pemilik sertefikat lahan melakukan penimbunan. Karena lahan yang ditimbun tersebut memiliki sertefikat jelas, sehingga tidak bisa dilarang.”Tanah-tanah yang ditimbun di Amahami dan Tanjung itu ada sertefikatnya. Sertefikat itu dikeluarkan sebelum HM Qurais H.Abidin menjadi Walikota Bima, jelasnya sertefikat itu diterbitkan sejak lama oleh pemerintah sebelumnya,”jawabnya singkat.(KS-05)
Sebagai bentuk protes, sejumlah mahasiswa itu menanam pohon pisang di tengah jalan perempatan Jalan Gajah Mada Kelurahan Sarae Kecamatan Rasa Na’e Barat, Senin (22/9) sekitar pukul 10.00 Wita kemarin. Selain menanam pohon pisang, para pendemo ini meblokade jalan dengan menggunakan batang kayu dan meja milik para pedagang. Akibatnya, arus lalu lintas sempat teganggu. Tak jarang, pengendara roda dua dan roda empat juga dipaksa untuk berbalik arah.
Hanya saja, aksi ini diprotes oleh warga lain yang merasa terganggu. Warga tidak melarang aksi dilakukan, tapi menolak aksi blokade. Alhasil, batang kayu maupun meja yang digunakan untuk memblokade kembali dibuka, tapi mahasiswa terus melanjutkan aksinya.
Koordinator Lapangan (Korlap) Mulyadin, dalam orasinya menyebutkan, aksi ini dilakukan setelah melihat ketidakberpihakan Walikota Bima terhadap rakyat kecil. Salah satunya, membiarkan pesisir Pantai Ahamami ditimbun oleh oknum pengusaha etnis Tiong Hoa atas nama pribadi. Pemkot Bima, dalam hal ini Walikota Bima pun dinilai telah melakukan aksi kejahatan lingkungan dengan pemberikan pemodal keturunan tersebut.”Kebijakan ini jelas merugikan aset Daerah,”ujarnya.
Reklamasi yang dilakukan lanjutnya, tentu akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang sangat besar. Di mana, dengan penimbunan pantai akan mengganggu keseimbangan alamiah dinamis seperti kerusakan biota-biota laut. Bahkan, bisa berpotensi mengakibatkan banjir yang sangat besar. ”Apalagi, lahan yang ditimbun tersebut merupakan hutan mangrov yang jelas-jelas dilindungi oleh Negara,” tuturnya.
Selain menyorot soal penimbunan laut, Himkobi juga meminta Walikota Bima HM. Qurais H. Abidin, agar melakukan pengaspalan sejumlah jalan yang rusak termasuk di lokasi penimbunan tersebut. ”Perbaiki jalan yang rusak akibat penimbunan itu,” kata Mulyadin.
Untuk melengkapi berita aksi demonstrasi yang mengangkat topic soal penimbunan laut tersebut, Wartawan Koran Stabilitas mencoba melakukan konfirmasi dengan pihak Pemerintah Kota Bima, namun belum berhasil dihubungi. Namun sebelumnya, Plt Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, M.Ghajali S,Sos menegaskan, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk melarang warga pemilik sertefikat lahan melakukan penimbunan. Karena lahan yang ditimbun tersebut memiliki sertefikat jelas, sehingga tidak bisa dilarang.”Tanah-tanah yang ditimbun di Amahami dan Tanjung itu ada sertefikatnya. Sertefikat itu dikeluarkan sebelum HM Qurais H.Abidin menjadi Walikota Bima, jelasnya sertefikat itu diterbitkan sejak lama oleh pemerintah sebelumnya,”jawabnya singkat.(KS-05)
COMMENTS