Puluhan Guru di Kabupaten Bima, Selasa (16/9) kemarin mendeklarasikan Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) Cabang Bima.
Puluhan Guru di Kabupaten Bima, Selasa (16/9) kemarin mendeklarasikan Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) Cabang Bima. Deklarasi itu dilaksanakan di Desa Talabiu Kecamatan Woha sekaligus dirangkaikan dengan milad pertama organisasi wadah berhimpun para guru tersebut. Tema yang diangkat yakni menuju organisasi profesi guru yang berkualitas dan independen.
Ketua SGI Kabupaten Bima, Fahmi Hakim, SPd, mengatakan, serikat tersebut dibentuk tanggal 16 September 2013 lalu. Merupakan wadah organisasi profesi lokal, tempat bernaungnya para pendidik progres yang memiliki niat tulus untuk meningkatkan kualitas pendidikan. “Kami hadir karena ketidakpuasan kami pada organisasi yang sudah ada. Selama ini, kami hanya dibebankan untuk memberikan kewajiban saja, tapi hak-hak kami tidak pernah disentuh,” ujarnya.
Ia menegaskan, serikat itu bukan tandingan PGRI, melainkan mitra PGRI. Karena PGRI dianggap sudah terlalu tua untuk membawa beban yang berat, maka SGI bisa berperan membantu keberadaan guru, baik kesejahteraan, kualitas, serta memberikan perlindungan tindakan diskriminasi. “PGRI sudah terlalu tua, kami hanya ingin menjadi mitra yang baik dan membantu keberadaannya,” katanya. Fahmi juga menyindir, selama ini pucuk pimpinan PGRI di Kabupaten Bima dinakhodai oleh seorang birokrasi, bukan guru. “Sebaiknya wadah PGRI itu harus dipimpin guru, yang paham dan mengerti arah dan tujuan,” sentilnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Peritimbangan SGI Kabupaten Bima, Juwaidin, MPd mengatakan, dunia guru tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan. Kehadiran SGI sendiri bukan semata mata atas rasa ketidakpuasan, tapi lebih pada keinginan meingkatkan kualitas dan mutu pendidikan. “Kualitas dan mutu pendidikan menjadi isu central kami,” ungkapnya.
Keberadaan SGI diantaranya, lanjut Pria yang biasa disapa Galang tersebut mendorong perbaikan mutu guru, seperti diklat, pembinaan dan pengayaan lain secara periodik. “Selama ini kan tidak, guru yang didiklat hanya diperuntukan guru sertifikasi semata,” tudingnya. Selain itu, mendorong pengembalian pola lama seperti jaman orde lama. Dimana sejak awal dipersiapkan calon tenaga guru yang berkualitas melalui pendidikan tingkat SMA.
“Jika sekarang ada SMA Kelautan, kenapa tidak untuk SMA Guru. Bukankah sejak awal dipersiapkan dan berlanjut pada jenjang tinggi, kemudian fokus menimba ilmu guru, tentu akan terlahir menjadi seorang guru yang profesional. Itu tawaran kami untuk Pemerintah Daerah,” tegasnya.
Menurut mantan aktivis itu, guru profesi mulia, bukan profesi coba-coba, dan keberadaan SGI Kabupaten Bima guna memberikan kontribusi yang lebih baik dan konstruktif. “Niat kami, dunia pendidikan berubah, berkualitas, berkeadilan sosial dan kritis,” tambahnya.
Kemudian, Sekretaris SGI Kabupaten Bima, Eka Ilham, MSi menambahkan, kini anggotanya berjumlah 150 orang. Terdiri dari PNS, non PNS dan tersebar di Sembilan Kecamatan. SGI sendiri dinaungi Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Jakarta, jumlahnya kini mencapai 25 yang tersebar di beberapa Provinsi. “Di NTB baru dua SGI, di Kota Mataram dan Kabupaten Bima. Dalam waktu dekat akan lahir di Kota Bima,” tambahnya. (KS-13)
Ketua SGI Kabupaten Bima, Fahmi Hakim, SPd, mengatakan, serikat tersebut dibentuk tanggal 16 September 2013 lalu. Merupakan wadah organisasi profesi lokal, tempat bernaungnya para pendidik progres yang memiliki niat tulus untuk meningkatkan kualitas pendidikan. “Kami hadir karena ketidakpuasan kami pada organisasi yang sudah ada. Selama ini, kami hanya dibebankan untuk memberikan kewajiban saja, tapi hak-hak kami tidak pernah disentuh,” ujarnya.
Ia menegaskan, serikat itu bukan tandingan PGRI, melainkan mitra PGRI. Karena PGRI dianggap sudah terlalu tua untuk membawa beban yang berat, maka SGI bisa berperan membantu keberadaan guru, baik kesejahteraan, kualitas, serta memberikan perlindungan tindakan diskriminasi. “PGRI sudah terlalu tua, kami hanya ingin menjadi mitra yang baik dan membantu keberadaannya,” katanya. Fahmi juga menyindir, selama ini pucuk pimpinan PGRI di Kabupaten Bima dinakhodai oleh seorang birokrasi, bukan guru. “Sebaiknya wadah PGRI itu harus dipimpin guru, yang paham dan mengerti arah dan tujuan,” sentilnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Peritimbangan SGI Kabupaten Bima, Juwaidin, MPd mengatakan, dunia guru tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan. Kehadiran SGI sendiri bukan semata mata atas rasa ketidakpuasan, tapi lebih pada keinginan meingkatkan kualitas dan mutu pendidikan. “Kualitas dan mutu pendidikan menjadi isu central kami,” ungkapnya.
Keberadaan SGI diantaranya, lanjut Pria yang biasa disapa Galang tersebut mendorong perbaikan mutu guru, seperti diklat, pembinaan dan pengayaan lain secara periodik. “Selama ini kan tidak, guru yang didiklat hanya diperuntukan guru sertifikasi semata,” tudingnya. Selain itu, mendorong pengembalian pola lama seperti jaman orde lama. Dimana sejak awal dipersiapkan calon tenaga guru yang berkualitas melalui pendidikan tingkat SMA.
“Jika sekarang ada SMA Kelautan, kenapa tidak untuk SMA Guru. Bukankah sejak awal dipersiapkan dan berlanjut pada jenjang tinggi, kemudian fokus menimba ilmu guru, tentu akan terlahir menjadi seorang guru yang profesional. Itu tawaran kami untuk Pemerintah Daerah,” tegasnya.
Menurut mantan aktivis itu, guru profesi mulia, bukan profesi coba-coba, dan keberadaan SGI Kabupaten Bima guna memberikan kontribusi yang lebih baik dan konstruktif. “Niat kami, dunia pendidikan berubah, berkualitas, berkeadilan sosial dan kritis,” tambahnya.
Kemudian, Sekretaris SGI Kabupaten Bima, Eka Ilham, MSi menambahkan, kini anggotanya berjumlah 150 orang. Terdiri dari PNS, non PNS dan tersebar di Sembilan Kecamatan. SGI sendiri dinaungi Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Jakarta, jumlahnya kini mencapai 25 yang tersebar di beberapa Provinsi. “Di NTB baru dua SGI, di Kota Mataram dan Kabupaten Bima. Dalam waktu dekat akan lahir di Kota Bima,” tambahnya. (KS-13)
COMMENTS