Sebanyak 30 ekor kuda terbaik di Kota Bima berlaga dalam Kontes Kuda yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kota Bima dan bekerjasama dengan Dinas Provinsi NTB.
Sebanyak 30 ekor kuda terbaik di Kota Bima berlaga dalam Kontes Kuda yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kota Bima dan bekerjasama dengan Dinas Provinsi NTB. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Asisten I Kota Bima Drs. M Farid, MSi. Acara ini dihadiri pula oleh jajaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bima, para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat serta 30 peserta kontes kuda tahun 2014. Kontes ini diselenggarkan di halaman Istana ASI Mbojo pada Senin pagi (10/11).
Dalam sambutan Walikota Bima yang dibacakan oleh Asisten I Kota Bima, Drs. M. Farid, MSi menyampaikan bahwa Kuda yang menjadi salah satu ikon daerah merupakan bagian dari budaya masyarakat Mbojo. Ketangkasan menunggang kuda merupakan keterampilan yang menjadi bagian cerita-cerita sejarah bima, yang masih terpelihara hingga kini.
Diceritakannya bahwa sejak abad XII masehi, kuda asal bima sudah tersohor di nusantara. Saat itu, para pedagang dari berbagai penjuru datang membeli kuda bima, kemudian dijual di negeri asalnya untuk dijadikan tunggangan para raja, bangsawan, dan panglima perang. “Raja-raja dan panglima perang kerajaan kediri, singosari, dan majapahit, dalam buku negarakertagama karangan empu prapanca, juga selalu memilih kuda bima untuk memperkuat armada kavalerinya,” cerita Farid.
Kemashuran Kuda Bima juga pernah dimuat dalam Koran Kompas (edisi 16 Desember 2010), para Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia pun sering meminta dikirimi Kuda Bima, yang dinilai sebagai jenis kuda terbaik di Kepulauan Hindia Belanda. Kuda Bima dinilai sebagai sarana transportasi yang tangguh karena kuat membawa beban hasil panen, tahan cuaca panas, serta jinak.
Tercatat juga pernah ada seorang pangeran dari Madura yang memesan beberapa kuda kepada Sultan Abdul Kadim, Sultan Bima ke-8 (abad ke-18). Ketika itu, Kesultanan Bima memiliki ranch, tempat pemeliharaan kuda di Desa Wera, Lambu, Kangga, Paile, Sangeang Darat, Sangeang Api, dan Poja.
“Semua ini adalah bukti kejayaan kuda bima pada masa lalu. Lalu bagaimana dengan masa sekarang? Kini menjadi tanggung jawab kita semua untuk melestarikan dan mengembalikan pamor kuda bima sebagai potensi dan kebanggaan daerah. Diharapkan melalui kontes kuda yang kita laksanakan ini, tujuan tersebut dapat tercapai”, jelas Asisten I.
Diakhir sambutannya diharapkannya agar kegiatan ini dapat dijadikan ajang promosi budaya daerah, dan semoga bisa meningkatkan kepariwisataan Kota Bima. Selain kegiatan ini Disbudpar Provinsi NTB bekerjasama dengan Disbudpar Kota Bima juga menggelar kegiatan lain diantaranya Pentas Kesenian yang berlangsung di Lapangan Serasuba (Eks Lapangan Merdeka Bima) yang dibuka pada Senin Malam pukul 20.00 wita. Selain itu pula, pada Selasa (11/11) diselenggarakan Lomba Lukis Kuda di Musuem Istana ASI Mbojo. (KS-13)
Dalam sambutan Walikota Bima yang dibacakan oleh Asisten I Kota Bima, Drs. M. Farid, MSi menyampaikan bahwa Kuda yang menjadi salah satu ikon daerah merupakan bagian dari budaya masyarakat Mbojo. Ketangkasan menunggang kuda merupakan keterampilan yang menjadi bagian cerita-cerita sejarah bima, yang masih terpelihara hingga kini.
Diceritakannya bahwa sejak abad XII masehi, kuda asal bima sudah tersohor di nusantara. Saat itu, para pedagang dari berbagai penjuru datang membeli kuda bima, kemudian dijual di negeri asalnya untuk dijadikan tunggangan para raja, bangsawan, dan panglima perang. “Raja-raja dan panglima perang kerajaan kediri, singosari, dan majapahit, dalam buku negarakertagama karangan empu prapanca, juga selalu memilih kuda bima untuk memperkuat armada kavalerinya,” cerita Farid.
Kemashuran Kuda Bima juga pernah dimuat dalam Koran Kompas (edisi 16 Desember 2010), para Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia pun sering meminta dikirimi Kuda Bima, yang dinilai sebagai jenis kuda terbaik di Kepulauan Hindia Belanda. Kuda Bima dinilai sebagai sarana transportasi yang tangguh karena kuat membawa beban hasil panen, tahan cuaca panas, serta jinak.
Tercatat juga pernah ada seorang pangeran dari Madura yang memesan beberapa kuda kepada Sultan Abdul Kadim, Sultan Bima ke-8 (abad ke-18). Ketika itu, Kesultanan Bima memiliki ranch, tempat pemeliharaan kuda di Desa Wera, Lambu, Kangga, Paile, Sangeang Darat, Sangeang Api, dan Poja.
“Semua ini adalah bukti kejayaan kuda bima pada masa lalu. Lalu bagaimana dengan masa sekarang? Kini menjadi tanggung jawab kita semua untuk melestarikan dan mengembalikan pamor kuda bima sebagai potensi dan kebanggaan daerah. Diharapkan melalui kontes kuda yang kita laksanakan ini, tujuan tersebut dapat tercapai”, jelas Asisten I.
Diakhir sambutannya diharapkannya agar kegiatan ini dapat dijadikan ajang promosi budaya daerah, dan semoga bisa meningkatkan kepariwisataan Kota Bima. Selain kegiatan ini Disbudpar Provinsi NTB bekerjasama dengan Disbudpar Kota Bima juga menggelar kegiatan lain diantaranya Pentas Kesenian yang berlangsung di Lapangan Serasuba (Eks Lapangan Merdeka Bima) yang dibuka pada Senin Malam pukul 20.00 wita. Selain itu pula, pada Selasa (11/11) diselenggarakan Lomba Lukis Kuda di Musuem Istana ASI Mbojo. (KS-13)
COMMENTS