Mereka mengadukan soal tanah warga yang dituding dirampas Pemerintah Propinsi NTB. Tanah itu merupakan tanah tegalan dan berlokasi di Desa Risa Kecamatan Woha.
Puluhan warga dari empat desa yakni Risa, Samili, Pandai dan Kalampa Kecamatan Woha, Rabu (3/12) siang mendatangi Komisi I DPRD Kabupaten Bima. Mereka mengadukan soal tanah warga yang dituding dirampas Pemerintah Propinsi NTB. Tanah itu merupakan tanah tegalan dan berlokasi di Desa Risa Kecamatan Woha.
Warga menuntut, agar Pemerintah Propinsi NTB menyerahkan kembali tanah seluas 32 hektar itu yang dirampas sejak Tahun 1983 silam. Serta mendesak agar membayar kerugian warga sebesar Rp.25 Miliar karena tanah tersebut tidak bisa digarap warga sejak diambil alih.
"Tanah itu dijual Mantan Camat Woha, Abdullah Ahmad dan kawan-kawan Tahun 1983 kepada BPPT-HMT Propinsi NTB untuk tempat pembibitan pakan ternak. Padahal jelas itu tanah warga yang digarap puluhan tahun lalu," jelas Burhan, Ketua LSM Penegak Kebenaran yang dikuasakan warga untuk mengurus tanah.
Diakui Burhan, pengambilalihan tanah terjadi tanpa melalui mekanisme administrasi yang jelas. Misalkan, lokasi tanah berada di Desa Risa, tetapi pengurusan administrasinya malah di Desa Pandai. Selain itu, surat pengurusan sertifikat tanah tak dilengkapi dokumen lengkap.
"Kami punya bukti kuat soal berkas tanah itu. Kepemilikannya secara sah merupakan hak warga. Tapi anehnya, Pemerintah Kabupaten Bima pada waktu itu dengan mudah mengeluarkan rekomendasi penerbitan sertifikat," ujarnya sambil menunjukan kumpulan berkas tanah tersebut.
Pihaknya berharap kepada DPRD Kabupaten Bima melalui Komisi I untuk mendesak Pemerintah Propinsi NTB melalu instansi terkait hadir di Bima mengkalirifikasi masalah tersebut, menghadirkan Dirjen Pakan Peternakan Jakarta serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NTB.
Ketua Komisi I, Sulaiman, MT, SH mengaku, akan menampung semua tuntutan warga dan segera menindaklanjutinya. Pihak-pihak terkait yang diminta hadir akan dikoordinasikan melalui mekanisme Legislatif.
"Cuman kami meminta agar bukti-bukti sah kepemilikan tanah warga itu dilengkapi untuk acuan kami melakukan klarifikasi," tandas Duta Gerindra ini didampingi Masdin dan Anggota Komisi I lainnya. (KS-13)
Warga menuntut, agar Pemerintah Propinsi NTB menyerahkan kembali tanah seluas 32 hektar itu yang dirampas sejak Tahun 1983 silam. Serta mendesak agar membayar kerugian warga sebesar Rp.25 Miliar karena tanah tersebut tidak bisa digarap warga sejak diambil alih.
"Tanah itu dijual Mantan Camat Woha, Abdullah Ahmad dan kawan-kawan Tahun 1983 kepada BPPT-HMT Propinsi NTB untuk tempat pembibitan pakan ternak. Padahal jelas itu tanah warga yang digarap puluhan tahun lalu," jelas Burhan, Ketua LSM Penegak Kebenaran yang dikuasakan warga untuk mengurus tanah.
Diakui Burhan, pengambilalihan tanah terjadi tanpa melalui mekanisme administrasi yang jelas. Misalkan, lokasi tanah berada di Desa Risa, tetapi pengurusan administrasinya malah di Desa Pandai. Selain itu, surat pengurusan sertifikat tanah tak dilengkapi dokumen lengkap.
"Kami punya bukti kuat soal berkas tanah itu. Kepemilikannya secara sah merupakan hak warga. Tapi anehnya, Pemerintah Kabupaten Bima pada waktu itu dengan mudah mengeluarkan rekomendasi penerbitan sertifikat," ujarnya sambil menunjukan kumpulan berkas tanah tersebut.
Pihaknya berharap kepada DPRD Kabupaten Bima melalui Komisi I untuk mendesak Pemerintah Propinsi NTB melalu instansi terkait hadir di Bima mengkalirifikasi masalah tersebut, menghadirkan Dirjen Pakan Peternakan Jakarta serta Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NTB.
Ketua Komisi I, Sulaiman, MT, SH mengaku, akan menampung semua tuntutan warga dan segera menindaklanjutinya. Pihak-pihak terkait yang diminta hadir akan dikoordinasikan melalui mekanisme Legislatif.
"Cuman kami meminta agar bukti-bukti sah kepemilikan tanah warga itu dilengkapi untuk acuan kami melakukan klarifikasi," tandas Duta Gerindra ini didampingi Masdin dan Anggota Komisi I lainnya. (KS-13)
COMMENTS