Tukang las keliling ini dilaporkan Kepala Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima, Syafruddin, SH kepada Kepolisian lantaran dituding menggelapkan uang Rp. 1,5 juta
Saifudin alias Paimo (49) warga Desa Bara Kecamatan Woja Kabupaten Dompu tak menyangka akan berurusan dengan hukum hingga berujung ke meja hijau. Tukang las keliling ini dilaporkan Kepala Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima, Syafruddin, SH kepada Kepolisian lantaran dituding menggelapkan uang Rp. 1,5 juta karena pengerjaan penutup garasi (rolling door) di kediamannya di Sila dianggap tak beres.
Paimo pun terpaksa mendekam di penjara selama tiga bulan terakhir dan kini harus berhadapan dengan pengadilan untuk menunggu kepastian hukum. Namun semua tuduhan Ketua PN Raba Bima itu, dengan tegas dibantah Paimo.
Ditemui wartawan saat menunggu sidang di sel Pengadilan Negeri Raba Bima, Selasa (2/12) siang, Paimo mengaku sangat kecewa atas tindakan Ketua PN Raba Bima. Ia menilai, tak pantas hanya karena uang Rp. 1,5 Juta, Ketua PN harus menyeret dirinya ke Pengadilan. Padahal, sebenarnya hanya persoalan kesalahpahaman saja.
Uang Rp. 1,5 Juta itu diakuinya, merupakan uang panjar sebagai imbalan dirinya memasang rolling door serta terali jendela rumah Ketua PN Raba Bima. Pembicaraan itu berawal saat bertemu dengan Ketua PN Raba Bima di ruang lobi sekitar pukul 16.0 Wita Tanggal 24 Oktober 2013 silam. “Kami berbicara tentang pemasangan rolling door sebanyak 23 lubang di Rumahnya yang berlokasi di Sila. Dengan kesepakatan awal uang panjar sebanyak Rp. 1,5 Juta. Dengan catatan, korban membeli besi ukuran 12 mm dengan nilai pemasangan rolling door Rp. 200 Ribu per lubangnya,” cerita Paimo sedih.
Namun besi yang dibeli oleh Ketua PN Raba Bima saat itu lanjutnya, tidak berukuran 12 mm melainkan membeli ukuran 14 mm. Karena ada selisih ukuran besi itu, Ia pun meminta tambahan harga ongkos pengerjaan sebesar Rp. 300 ribu per lubangnya. ”Karena selisih ukuran besi yang dibeli, kesepakatan ongkos dari pembuatan hingga pemasanganpun dinaikan, dan kami telah sepakat menaikkannya sebesar Rp. 100 ribu dari ongkos awal sebesar Rp. 200 ribu,” tuturnya.
Setelah ia dan dua rekannya menyelesaikan pemasangan 10 lubang dengan biaya Rp. 3 Juta, Ketua PN tidak mau membayar sisanya. Sehingga, menyuruh dua reaknnya dan pemilik besi membongkar kembali pekerjaan itu. Sebelum dibongkar sempat meminta Rp. 1,7 Juta untuk penyelesaian pembayaran. ”Kami datangi dulu rumahnya sebelum bongkar untuk meminta sisa uang sesuai hak kami. Tapi saat itu, Ketua PN tidak mau memberikannya dengan alasan pekerjaan belum selesai,” ungkapnya.
Pekerjaan pemasangan terali itupun sebenarnya bukan tidak mau diselesaikan. Tapi, karena sikap Ketua PN tidak bisa diajak bicara baik-baik, sehingga memutuskan tidak mau lagi bekerja. Uang Rp. 1,7 Juta itu, ongkos yang belum Ketua PN berikan, itu yang dirinya minta sesuai apa yang telah dikerjakan.”Yang aneh, malah Ketua PN meminta kembali uang panjar yang dia berikan sebelumnya di ruang lobi PN Raba Bima sebanyak Rp. 1,5 Juta kepada saya,” tuturnya.
Namun, Pamio tidak memberikannya itu merupakan uang panjar dan telah digunakan untuk kebutuhan pemasangan 10 lubang itu. Karena uang itu tidak dikembalikan, Ketua PN Bima melaporkan dirinya ke Polisi hingga ditahan sampai sekarang. ”Kurang lebih, sudah tiga bulan saya ditahan. Padahal, ada sisa uang saya yang belum dibayarkan oleh Ketua PN. Keadilan macam apa ini,” sorotnya.
Ia mengaku kecewa dengan sikap Ketua PN Raba Bima. Sebagai pejabat publik dinilainya tak memberikan keteladanan kepada masyarakat kecil. Justru terkesan arogan dengan jabatan yang diemban. ”Mana keadilan yang kamu bicarakan selama ini, ketika duduk menjadi seorang hakim di negeri ini. Jangan pernah peralatkan jabatanmu demi memuaskan hawa nafsu bejatmu itu, tuhan akan selalu mencatatat perbuatanmu yang semena-mena itu. Ingat itu,” kesalnya.
Liputan langsung wartawan Koran Stabilitas saat sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi korban sekitar pukul 14.25 Wita, terlihat Majelis Hakim Taufik, SH mengarahkan Anggota Pengadilan mencari kuasa hukum terdakwa secara sukarela. Suasana sidang berlangsung alot, karena saat pengajuan eksepsi, terdakwa tidak mau menanggapinya secara tertulis atau melalui Kuasa Hukum (PH) nya yang ditunjuk langsung itu.
Saat itu, tanpa mau mendengarkan arahan dari PH, terdakwa langsung meminta kepada Majelis Hakim untuk langsung memeriksa Ketua PN selaku korban dalam kasus tersebut. Sidang pun berlansung dengan pembacaan perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima Reza Safesila, SH yang ditemani Lalu Muhammad Rasyidi, SH dengan mebaca kronologis perkara dan sangkaan yang dijatuhkan kepada terdakwa Pasal 372 KUHP atas tindak pidana Penggelapan.
Setelah pembacaan itu dilakukan, Hakim Ketua menjelaskan ke terdakwa apakah ingin melakukan eksepsi (Pembelaan) atau seperti apa. Namun oleh terdakwa saat itu, meminta sidang dilanjutkan agar bisa diselesaikan hari ini itu juga. Kemudian, Hakim Ketua menyarankan penuntut umum untuk memangil saksi korban yang bersangkutan sendiri yakni ketua Pengadilan Bima, Syafruddin, SH untuk menghadiri sidang. Namun setelah diskor lima menit, Ketua PN Bima yang diwajibkan untuk hadir sebagai saksi enggan keluar dari ruangannya dengan alasan lagi sibuk, meskipun sudah diupayakan pemanggilan.
Karena saksi dari korban berhalangan hadir, Hakim ketua meminta penjelasan kepada Penuntut Umum, hingga dijawab bahwa Penuntut Umum meminta waktu seminggu untuk kembali sidang. Akhirnya sidang di tunda sampai pekan depan. Sidang berlangsung sekitar sepuluh menit dari pukul 14.25 Wita hingga 14.35 Wita.
Setelah sidang ditunda, terdakwa memprotes hakim ketua, karena korban tidak hadir dalam persidangan, sedangkan dirinya melihat sendiri korban berada di PN Bima. Ada kekeliruan hakim saat ini katanya berteriak. Terdakwa yag dikawal ketat oleh Kepolisian kembali ke sel tunggu PN Bima untuk dibawa kembali ke Rutan Bima.
Ketua PN Raba Bima Syafruddin, SH saat dikonfirmasi sejumlah media menanggapi santai persoalan ini. Dia mengaku, biarlah kasus ini berjalan sesuai dengan proses hukum yang berlaku. ”Biarkan saja proses hokum berjalan,”ujarnya santai seraya tidak memperdulikan awak media yang bertanya padanya.
Saat ditanya, kenapa hanya karena uang senilai Rp 1,5 Juta harus memenjarakan terdakwa, Syafruddin enggan menjawabnya secara detail. ”Pokoknya lihat saja prosesnya nanti,” tegasnya. (KS-05)
Paimo pun terpaksa mendekam di penjara selama tiga bulan terakhir dan kini harus berhadapan dengan pengadilan untuk menunggu kepastian hukum. Namun semua tuduhan Ketua PN Raba Bima itu, dengan tegas dibantah Paimo.
Ditemui wartawan saat menunggu sidang di sel Pengadilan Negeri Raba Bima, Selasa (2/12) siang, Paimo mengaku sangat kecewa atas tindakan Ketua PN Raba Bima. Ia menilai, tak pantas hanya karena uang Rp. 1,5 Juta, Ketua PN harus menyeret dirinya ke Pengadilan. Padahal, sebenarnya hanya persoalan kesalahpahaman saja.
Uang Rp. 1,5 Juta itu diakuinya, merupakan uang panjar sebagai imbalan dirinya memasang rolling door serta terali jendela rumah Ketua PN Raba Bima. Pembicaraan itu berawal saat bertemu dengan Ketua PN Raba Bima di ruang lobi sekitar pukul 16.0 Wita Tanggal 24 Oktober 2013 silam. “Kami berbicara tentang pemasangan rolling door sebanyak 23 lubang di Rumahnya yang berlokasi di Sila. Dengan kesepakatan awal uang panjar sebanyak Rp. 1,5 Juta. Dengan catatan, korban membeli besi ukuran 12 mm dengan nilai pemasangan rolling door Rp. 200 Ribu per lubangnya,” cerita Paimo sedih.
Namun besi yang dibeli oleh Ketua PN Raba Bima saat itu lanjutnya, tidak berukuran 12 mm melainkan membeli ukuran 14 mm. Karena ada selisih ukuran besi itu, Ia pun meminta tambahan harga ongkos pengerjaan sebesar Rp. 300 ribu per lubangnya. ”Karena selisih ukuran besi yang dibeli, kesepakatan ongkos dari pembuatan hingga pemasanganpun dinaikan, dan kami telah sepakat menaikkannya sebesar Rp. 100 ribu dari ongkos awal sebesar Rp. 200 ribu,” tuturnya.
Setelah ia dan dua rekannya menyelesaikan pemasangan 10 lubang dengan biaya Rp. 3 Juta, Ketua PN tidak mau membayar sisanya. Sehingga, menyuruh dua reaknnya dan pemilik besi membongkar kembali pekerjaan itu. Sebelum dibongkar sempat meminta Rp. 1,7 Juta untuk penyelesaian pembayaran. ”Kami datangi dulu rumahnya sebelum bongkar untuk meminta sisa uang sesuai hak kami. Tapi saat itu, Ketua PN tidak mau memberikannya dengan alasan pekerjaan belum selesai,” ungkapnya.
Pekerjaan pemasangan terali itupun sebenarnya bukan tidak mau diselesaikan. Tapi, karena sikap Ketua PN tidak bisa diajak bicara baik-baik, sehingga memutuskan tidak mau lagi bekerja. Uang Rp. 1,7 Juta itu, ongkos yang belum Ketua PN berikan, itu yang dirinya minta sesuai apa yang telah dikerjakan.”Yang aneh, malah Ketua PN meminta kembali uang panjar yang dia berikan sebelumnya di ruang lobi PN Raba Bima sebanyak Rp. 1,5 Juta kepada saya,” tuturnya.
Namun, Pamio tidak memberikannya itu merupakan uang panjar dan telah digunakan untuk kebutuhan pemasangan 10 lubang itu. Karena uang itu tidak dikembalikan, Ketua PN Bima melaporkan dirinya ke Polisi hingga ditahan sampai sekarang. ”Kurang lebih, sudah tiga bulan saya ditahan. Padahal, ada sisa uang saya yang belum dibayarkan oleh Ketua PN. Keadilan macam apa ini,” sorotnya.
Ia mengaku kecewa dengan sikap Ketua PN Raba Bima. Sebagai pejabat publik dinilainya tak memberikan keteladanan kepada masyarakat kecil. Justru terkesan arogan dengan jabatan yang diemban. ”Mana keadilan yang kamu bicarakan selama ini, ketika duduk menjadi seorang hakim di negeri ini. Jangan pernah peralatkan jabatanmu demi memuaskan hawa nafsu bejatmu itu, tuhan akan selalu mencatatat perbuatanmu yang semena-mena itu. Ingat itu,” kesalnya.
Liputan langsung wartawan Koran Stabilitas saat sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa dan saksi korban sekitar pukul 14.25 Wita, terlihat Majelis Hakim Taufik, SH mengarahkan Anggota Pengadilan mencari kuasa hukum terdakwa secara sukarela. Suasana sidang berlangsung alot, karena saat pengajuan eksepsi, terdakwa tidak mau menanggapinya secara tertulis atau melalui Kuasa Hukum (PH) nya yang ditunjuk langsung itu.
Saat itu, tanpa mau mendengarkan arahan dari PH, terdakwa langsung meminta kepada Majelis Hakim untuk langsung memeriksa Ketua PN selaku korban dalam kasus tersebut. Sidang pun berlansung dengan pembacaan perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Raba Bima Reza Safesila, SH yang ditemani Lalu Muhammad Rasyidi, SH dengan mebaca kronologis perkara dan sangkaan yang dijatuhkan kepada terdakwa Pasal 372 KUHP atas tindak pidana Penggelapan.
Setelah pembacaan itu dilakukan, Hakim Ketua menjelaskan ke terdakwa apakah ingin melakukan eksepsi (Pembelaan) atau seperti apa. Namun oleh terdakwa saat itu, meminta sidang dilanjutkan agar bisa diselesaikan hari ini itu juga. Kemudian, Hakim Ketua menyarankan penuntut umum untuk memangil saksi korban yang bersangkutan sendiri yakni ketua Pengadilan Bima, Syafruddin, SH untuk menghadiri sidang. Namun setelah diskor lima menit, Ketua PN Bima yang diwajibkan untuk hadir sebagai saksi enggan keluar dari ruangannya dengan alasan lagi sibuk, meskipun sudah diupayakan pemanggilan.
Karena saksi dari korban berhalangan hadir, Hakim ketua meminta penjelasan kepada Penuntut Umum, hingga dijawab bahwa Penuntut Umum meminta waktu seminggu untuk kembali sidang. Akhirnya sidang di tunda sampai pekan depan. Sidang berlangsung sekitar sepuluh menit dari pukul 14.25 Wita hingga 14.35 Wita.
Setelah sidang ditunda, terdakwa memprotes hakim ketua, karena korban tidak hadir dalam persidangan, sedangkan dirinya melihat sendiri korban berada di PN Bima. Ada kekeliruan hakim saat ini katanya berteriak. Terdakwa yag dikawal ketat oleh Kepolisian kembali ke sel tunggu PN Bima untuk dibawa kembali ke Rutan Bima.
Ketua PN Raba Bima Syafruddin, SH saat dikonfirmasi sejumlah media menanggapi santai persoalan ini. Dia mengaku, biarlah kasus ini berjalan sesuai dengan proses hukum yang berlaku. ”Biarkan saja proses hokum berjalan,”ujarnya santai seraya tidak memperdulikan awak media yang bertanya padanya.
Saat ditanya, kenapa hanya karena uang senilai Rp 1,5 Juta harus memenjarakan terdakwa, Syafruddin enggan menjawabnya secara detail. ”Pokoknya lihat saja prosesnya nanti,” tegasnya. (KS-05)
COMMENTS