Pemicunya, diduga karena persediaan (stock) pupuk tidak sebanding dengan kebutuhan petani. Maksudnya, kebutuhan petani lebih besar dari persediaan.
Hampir setiap musim bercocok tanam, para petani dihadapkan dengan persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi. Pemicunya, diduga karena persediaan (stock) pupuk tidak sebanding dengan kebutuhan petani. Maksudnya, kebutuhan petani lebih besar dari persediaan. Bahkan, ada indikasi permainan harga dari oknum distributor nakal yang ingin meraup keuntungan besar dengan modus penimbunan. Sehingga, barang yang menjadi kebutuhan petani untuk meningkatkan produksi pertanian seolah-olah mengalami kelangkaan.
Untuk mengantisipasi permasalahan serius yang sering kali dialami petani, peran aktif Pemerintah Daerah (Pemda) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Sehingga, persoalan yang menghantui petani tidak kembali terulang lagi pada moment kali ini (MH 1).
Menanggapi hal itu, Kabag Administrasi dan Perekonomian Kabupaten Bima, Iwan Setiawan, SE Rabu (17/12) di Kantornya mengatakan, persediaan pupuk bersubdisi untuk Kabupaten Bima yakni sebanyak 20,4 ribu Ton. Sementara, kebutuhan petani diprediksi mencapai 26 ribu ton. Artinya, terjadi kekurangan sekitar 5,6 ribu ton. “Persediaan pupuk bersubsidi sesuai RDKK dan putusan Bupati dijamin sesuai dengan kebutuhan daerah,” katanya.
Diakuinya, prilaku masyarakat tani saat ini sudah mengalami perubahan. Karena, petani lebih dominan menanam jagung ketimbang kebiasaan sebelumnya menanam kedelai. Jadi tidak heran kebutuhan pupuk lebih besar, mengingat pupuk yang dibutuhkan untuk tanaman jagung lebih besar daripada kedelai. Perubahan itu berdasarkan hasil pantauan tim penyuluh Komisi Pengawas Pemantau Pupuk dan Pertisida (KP3) tingkat Kabupaten Bima. “Dulunya ladang-ladang didaerah pegunungan ditanami kedelai, sekarang sudah berubah ke jagung, tentu kebutuhan pupuk lebih besar. Sementara, pupuk untuk jagung tidak terakomodir dalam RDKK,” ujarnya.
Sehingga lanjutnya, banyak sekali pupuk yang seharusnya digunakan untuk tanaman padi dialihkan ke jagung. Artinya, kebutuhan pupuk untuk padi tidak bisa dipenuhi. Karenanya, peran penyuluh sangat strategis dan sentral untuk menanamkan pemahaman terhadap masyarakat tani agar menggunakan pupuk secara berimbang. “Pemahaman itu juga diperlukan peran aktif Dinas Pertanian melalui sosialisasi,” tuturnya.
Iwan membeberkan, persoalan klasik yang terjadi di Bulan Desember Tahun-Tahun sebelumnya, kelangkaan pupuk terjadi karena kurangnya persediaan pupuk di gudang distributor. Bahkan, ia mengaku telah menerima laporan dari UPT Pertanian tentang ketimpangan pendistribusian pupuk oleh oknum distributor. Hanya saja, ia belum bisa mengungkap oknum distributor yang diduga melakukan pelanggaran tersebut. “Pokoknya ada, indikasi sementara berada pada seputaran wilayah Bolo. Kalau kami sudah dapat bukti, saya sendiri yang akan menggiring persoalan itu kerana hukum. Sekali-kali diberi pelajaran pada oknum distributor nakal,” tegasnya. (KS-09)
Untuk mengantisipasi permasalahan serius yang sering kali dialami petani, peran aktif Pemerintah Daerah (Pemda) merupakan salah satu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Sehingga, persoalan yang menghantui petani tidak kembali terulang lagi pada moment kali ini (MH 1).
Menanggapi hal itu, Kabag Administrasi dan Perekonomian Kabupaten Bima, Iwan Setiawan, SE Rabu (17/12) di Kantornya mengatakan, persediaan pupuk bersubdisi untuk Kabupaten Bima yakni sebanyak 20,4 ribu Ton. Sementara, kebutuhan petani diprediksi mencapai 26 ribu ton. Artinya, terjadi kekurangan sekitar 5,6 ribu ton. “Persediaan pupuk bersubsidi sesuai RDKK dan putusan Bupati dijamin sesuai dengan kebutuhan daerah,” katanya.
Diakuinya, prilaku masyarakat tani saat ini sudah mengalami perubahan. Karena, petani lebih dominan menanam jagung ketimbang kebiasaan sebelumnya menanam kedelai. Jadi tidak heran kebutuhan pupuk lebih besar, mengingat pupuk yang dibutuhkan untuk tanaman jagung lebih besar daripada kedelai. Perubahan itu berdasarkan hasil pantauan tim penyuluh Komisi Pengawas Pemantau Pupuk dan Pertisida (KP3) tingkat Kabupaten Bima. “Dulunya ladang-ladang didaerah pegunungan ditanami kedelai, sekarang sudah berubah ke jagung, tentu kebutuhan pupuk lebih besar. Sementara, pupuk untuk jagung tidak terakomodir dalam RDKK,” ujarnya.
Sehingga lanjutnya, banyak sekali pupuk yang seharusnya digunakan untuk tanaman padi dialihkan ke jagung. Artinya, kebutuhan pupuk untuk padi tidak bisa dipenuhi. Karenanya, peran penyuluh sangat strategis dan sentral untuk menanamkan pemahaman terhadap masyarakat tani agar menggunakan pupuk secara berimbang. “Pemahaman itu juga diperlukan peran aktif Dinas Pertanian melalui sosialisasi,” tuturnya.
Iwan membeberkan, persoalan klasik yang terjadi di Bulan Desember Tahun-Tahun sebelumnya, kelangkaan pupuk terjadi karena kurangnya persediaan pupuk di gudang distributor. Bahkan, ia mengaku telah menerima laporan dari UPT Pertanian tentang ketimpangan pendistribusian pupuk oleh oknum distributor. Hanya saja, ia belum bisa mengungkap oknum distributor yang diduga melakukan pelanggaran tersebut. “Pokoknya ada, indikasi sementara berada pada seputaran wilayah Bolo. Kalau kami sudah dapat bukti, saya sendiri yang akan menggiring persoalan itu kerana hukum. Sekali-kali diberi pelajaran pada oknum distributor nakal,” tegasnya. (KS-09)
COMMENTS