Komisi I DPRD Kabupaten Bima menilai memang ada kejanggalan dalam dokumen soal tanah di Desa Risa Kecamatan Woha yang diadukan warga beberapa hari lalu.
Komisi I DPRD Kabupaten Bima menilai memang ada kejanggalan dalam dokumen soal tanah di Desa Risa Kecamatan Woha yang diadukan warga beberapa hari lalu. Setelah mempelajari berkas yang diterima dari Pemerintah Kabupaten Bima, diketahui pengurusan administrasi tanah seluas 34 hektar itu sudah lengkap. Hanya saja, diindikasi ada dokumen yang direkayasa oknum warga.
"Misalnya dalam surat pernyataan kepemilikan tanah diklaim oleh Abdul Ahmad dan Darwis. Padahal, keduanya ini bukan pemilik tanah sebenarnya," kata Ketua Komisi I, Sulaiman,MT, SH, Sabtu (6/12) di Kantor DPRD Kabupaten Bima.
Dugaan rekayasa dokumen itu kata dia, menyebabkan penerima uang pembebasan lahan dari Pemerintah Propinsi NTB diterima orang yang salah. Karenanya, wajar ahli waris tanah sebenarnya keberatan karena tidak pernah menerima uang tersebut.
Selain itu sambung Duta Partai Gerindra ini, proses administrasi tanah juga keliru. Padahal, lokasi tanah berada di Desa Risa tetapi pengurusan administrasinya saat itu justru di Desa Pandai. Untuk memperkuat bukti kepemilikan tanah itu, pihaknya telah meminta kepada warga agar menyerahkan dokumen lengkap ke Komisi I. "Kalau kita lihat memang tanah itu milik warga, tetapi kita minta bukti dokumennya diserahkan sebagai acuan klarifikasi karena masalah ini kan sejak tahun 1983 lalu," tuturnya.
Pihaknya juga telah menerima berkas dokumen administrasi pembebasan lahan dari Pemerintah Kabupaten Bima. Tinggal menunggu berkas penerbitan sertifikat tanah itu dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NTB sebagai bukti.
Secara terpisah, Asisten I Pemerintah Kabupaten Bima, Drs H Abdul Wahab yang dikonfirmasi mengakui telah menyerahkan dokumen tanah tersebut ke Komisi I. Menurut dia, hak pakai atas tanah di Risa itu merupakan hak Pemerintah Propinsi NTB. "Cuman karena pengurusan administrasinya melibatkan Pemerintah Desa dan Kecamatan di Kabupaten Bima, sehingga kita terlibat," jelasnya.
Diakuinya, kalau melihat dokumen tanah itu semua proses administrasi sudah sesuai mekanisme. Namun, karena belakangan ada komplain dari warga sehingga memang butuh pembuktian lagi. "Kalau bisa dilakukan pengujian saja di Pengadilan sehingga tidak menjadi polemik dan diketahui siapa yang berhak mengelola tanah itu," pungkasnya. (KS-13)
"Misalnya dalam surat pernyataan kepemilikan tanah diklaim oleh Abdul Ahmad dan Darwis. Padahal, keduanya ini bukan pemilik tanah sebenarnya," kata Ketua Komisi I, Sulaiman,MT, SH, Sabtu (6/12) di Kantor DPRD Kabupaten Bima.
Dugaan rekayasa dokumen itu kata dia, menyebabkan penerima uang pembebasan lahan dari Pemerintah Propinsi NTB diterima orang yang salah. Karenanya, wajar ahli waris tanah sebenarnya keberatan karena tidak pernah menerima uang tersebut.
Selain itu sambung Duta Partai Gerindra ini, proses administrasi tanah juga keliru. Padahal, lokasi tanah berada di Desa Risa tetapi pengurusan administrasinya saat itu justru di Desa Pandai. Untuk memperkuat bukti kepemilikan tanah itu, pihaknya telah meminta kepada warga agar menyerahkan dokumen lengkap ke Komisi I. "Kalau kita lihat memang tanah itu milik warga, tetapi kita minta bukti dokumennya diserahkan sebagai acuan klarifikasi karena masalah ini kan sejak tahun 1983 lalu," tuturnya.
Pihaknya juga telah menerima berkas dokumen administrasi pembebasan lahan dari Pemerintah Kabupaten Bima. Tinggal menunggu berkas penerbitan sertifikat tanah itu dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi NTB sebagai bukti.
Secara terpisah, Asisten I Pemerintah Kabupaten Bima, Drs H Abdul Wahab yang dikonfirmasi mengakui telah menyerahkan dokumen tanah tersebut ke Komisi I. Menurut dia, hak pakai atas tanah di Risa itu merupakan hak Pemerintah Propinsi NTB. "Cuman karena pengurusan administrasinya melibatkan Pemerintah Desa dan Kecamatan di Kabupaten Bima, sehingga kita terlibat," jelasnya.
Diakuinya, kalau melihat dokumen tanah itu semua proses administrasi sudah sesuai mekanisme. Namun, karena belakangan ada komplain dari warga sehingga memang butuh pembuktian lagi. "Kalau bisa dilakukan pengujian saja di Pengadilan sehingga tidak menjadi polemik dan diketahui siapa yang berhak mengelola tanah itu," pungkasnya. (KS-13)
COMMENTS