Milirik Perkembangan Persepakbolaan di Bima (Bagian I)
Milirik Perkembangan Persepakbolaan di Bima
(Bagian I)
Tawuran antar suporter, perkelahian antar pemain, pemukulan wasit hingga berujung bentrok antar kampung kerap menghiasi wajah persepakbolaan di Indonesia. Potret buram itu juga terlihat sampai ke daerah, tak terkecuali di Bima. Hampir setiap kali pelaksanaan turnamen atau kompetisi sepakbola antar klub, desa, kelurahan maupun tingkat rukun tetangga, keributan seakan menjadi pemandangan biasa. Apa sebenarnya yang kurang dengan sepakbola kita? Berikut catatan wartawan Koran Stabilitas, Ady Supriadin.
Pembaca mungkin masih ingat, aksi pemblokiran jalan belum lama ini di Dusun Lara Desa Tambe Kabupaten Bima. Aksi itu merupakan buntut ketidakpuasan warga terhadap panitia dan wasit pertandingan sepakbola yang digelar di Lapangan Fajar Desa Tambe. Akses jalan utama lintas propinsi itu praktis lumpuh total hanya karena protes persoalan sepakbola.
Kasus pemukulan wasit oleh pemain juga terjadi saat kompetisi sepakbola yang digelar Pengurus Cabang PSSI Kota Bima di Lapangan Gunung Dua sekitar dua minggu lalu. Insiden itu merupakan bentuk kekecewaan pemain terhadap keputusan wasit yang memimpin pertandingan. Persoalan tersebut berujung pada Kepolisian dan sanksi disiplin bagi oknum pemain yang memukul wasit.
Tak berselang lama, bentrokan antar kelompok warga Kelurahan Dara dan Tanjung juga terjadi lantaran diindikasi dipicu masalah pertandingan sepakbola dan dendam. Bentrokan itu membuat aktivitas kerja dan usaha warga di sekitar lokasi kejadian tergganggu. Beberapa kejadian itu, hanya sekelumit kecil potret pelaksanaan sepakbola di Bima. Di Indonesia, tentu tak terhitung lagi berapa kali kasus yang menciderai sepakbola hingga mengakibatkan korban jiwa.
Mantan pemain Persebi, Efendi mengakui, pertandingan sepakbola memang kerap menjadi ajang keributan. Ia pun menyimpulkan, para pemain dan pengurus sepakbola di Bima belum menjiwai sepakbola sesungguhnya. Serta tidak menjunjung tinggi sportivitas. Menurutnya, sportivitas menjadi langka saat ini karena hanya bisa diucapkan tapi tak bisa diaplikasikan.
“Seperti para pemain senior sepakbola tak memberi contoh kepada pemain muda junior bahwa beginilah cara main bola yang benar. Selama sportivitas itu tak dijunjung tinggi saya yakin sepakbola di Bima tidak akan maju,” kata Efen, sapaan pria yang kini melatih Pemain Persekobi Usia 23 tahun ini.
Seperti arahan Pelatih Nasional, Indra Sjafri saat bertandang ke Kota Bima kata Efen, sepakbola itu bukan hanya sekedar bisa menendang bola, tetapi harus dimulai dengan membangun mentalitas dan kepribadian pemain. Itulah yang kurang saat ini di sepakbola kita. Para pengurus sepakbola dan tiap-tiap klub hanya mengedepankan kemenangan tanpa mengedepankan sportivitas.
“Pemain hanya dididik untuk menang tetapi tak dididik sportive bermain. Urusan kemenangan itu sebenarnya urusan kesekian, yang terpenting bagaimana bermain cantik dan enak ditonton oleh masyarakat,” tuturnya.
Pria berkulit hitam beranggapan, masalah sepakbola kita sebenarnya bukan pada masyarakat. Namun pada pemangku sepakbola di daerah. Bila itu diperbaiki, dirinya sangat optimis sepakbola di Bima akan berkembang. “Sosialisasi harus terus dilakukan. Sehingga kaum hawa juga merasa tergerak untuk datang ke lapangan menonton sepakbola,” ujar dia. (Bersambung)
COMMENTS