Pasar modern kok kumuh, jorok dan tak ada nilai estetikanya. Lihat saja penataannya, rombong dan fasilitas lain milik pedagang ditempatkan secara sembarangan.
Kota Bima, KS. – Keberadaan Pasar Modern yang berlokasi di Amahami Kelurahan Dara Kecamatan Rasana,e Barat Kota Bima kembali disorot. Kali ini, sorotan dan kritikan pedas disampaikan Anggota Dewan Komisi II, H.Armansyah, SE. Bahkan, duta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai keberadaan pasar dimaksud terkesan kumuh, jorok. Sehingga, tak terlihat indah alias tak bernilai estetika.
Pasar Raya Amahami
“Pasar modern kok kumuh, jorok dan tak ada nilai estetikanya. Lihat saja penataannya, rombong dan fasilitas lain milik pedagang ditempatkan secara sembarangan. Padahal, lokasi pasar itu merupakan pintu masuk Kota, saya sebagai rakyat kota sangat malu ketika pintu masuk terlihat kumuh seperti itu. Apalagi, tidak hanya rakyat kota saja yang melewati lokasi itu, tapi dari daerah lain juga, mestinya pemerintah juga malu,” ujar H.Armasyah kepada Koran Stabilitas.
Pemicu hingga muncul kesan dan penilaian semacam itu lanjutnya, karena kesalahan strategi, yang namanya pasar modern atau semi modern perlakuanya beda dengan pasar tradisional. Regulasinya jelas, dibuatkan aturan jelas, karena pengelolaan termasuk kehadirannya yang beda dengan pasar tradisional. Apalagi, menghabiskan Anggaran Negara bernilai besar untuk pembangunan pasar dimaksud.”Lokasi jual beli harus dipertimbangkan dengan matang, penempatan dan penataanya harus teratur. Faktanya, justru terlihat kumuh, jorok, regulasi dan aturanya pun tidak dibuat dengan jelas. Padahal, lokasinya tepat berada di pintu masuk kota,” tandasnya.
Menurut H.Armasyah, dari nilai estetika akibat tidak ditata dengan baik, dinilainya Pemerintah Kota (Pemkot) dianggapnya sudah salah dan itu sangat fatal. Belum lagi pengelolaan, regulasi dan aturan yang disinyalir belum ada. Semestinya, hal semacam ini tidak dipandang sebelah mata, pemkot harus berupaya untuk menjaga estetika yanga diharapkan.”Kalau kelihatanya kumuh, jorok, itu namanya bukan pasar modern tapi pasar hantu. Mana ada pasar modern yang ditata seperti itu, dari segi penataanya saja orang sudah ragu, apakah ini pasar moder,semi modern atau bukan,” tuturnya.
Anggota dewan perwakilan Dapil III Kota itu, menghendaki agar pemerintah mengkaji dan mempertimbangkan kembali lokasi, dibuatkan regulasi, aturan dan pengelolaan pasar tersebut. Termasuk, menyangkut penataan agar memiliki nilai estetika. Karena, pasar modern beda dengan pasar tradisional, perbadaanya mulai dari penataan, hingga pada pengelolaanya.”Semuanya harus jelas, salah satunya pihak pengelola. Itu baru bisa dikatakan pasar modern, tapi kalau seperti itu, sama halnya membuat malu daerah sendiri. Kita tidak usah terlalu tinggi bermimpi, mari berpikir realistik, yang dilakukan dipasar itu saja sudah tidak benar, dan kesalahan yang fatal,” pungkasnya sembari mengaku akan mengusulkan jadwal pemanggilan Diskoperindag ke komisi II DPRD. (KS-Anhar)
Pasar Raya Amahami
“Pasar modern kok kumuh, jorok dan tak ada nilai estetikanya. Lihat saja penataannya, rombong dan fasilitas lain milik pedagang ditempatkan secara sembarangan. Padahal, lokasi pasar itu merupakan pintu masuk Kota, saya sebagai rakyat kota sangat malu ketika pintu masuk terlihat kumuh seperti itu. Apalagi, tidak hanya rakyat kota saja yang melewati lokasi itu, tapi dari daerah lain juga, mestinya pemerintah juga malu,” ujar H.Armasyah kepada Koran Stabilitas.
Pemicu hingga muncul kesan dan penilaian semacam itu lanjutnya, karena kesalahan strategi, yang namanya pasar modern atau semi modern perlakuanya beda dengan pasar tradisional. Regulasinya jelas, dibuatkan aturan jelas, karena pengelolaan termasuk kehadirannya yang beda dengan pasar tradisional. Apalagi, menghabiskan Anggaran Negara bernilai besar untuk pembangunan pasar dimaksud.”Lokasi jual beli harus dipertimbangkan dengan matang, penempatan dan penataanya harus teratur. Faktanya, justru terlihat kumuh, jorok, regulasi dan aturanya pun tidak dibuat dengan jelas. Padahal, lokasinya tepat berada di pintu masuk kota,” tandasnya.
Menurut H.Armasyah, dari nilai estetika akibat tidak ditata dengan baik, dinilainya Pemerintah Kota (Pemkot) dianggapnya sudah salah dan itu sangat fatal. Belum lagi pengelolaan, regulasi dan aturan yang disinyalir belum ada. Semestinya, hal semacam ini tidak dipandang sebelah mata, pemkot harus berupaya untuk menjaga estetika yanga diharapkan.”Kalau kelihatanya kumuh, jorok, itu namanya bukan pasar modern tapi pasar hantu. Mana ada pasar modern yang ditata seperti itu, dari segi penataanya saja orang sudah ragu, apakah ini pasar moder,semi modern atau bukan,” tuturnya.
Anggota dewan perwakilan Dapil III Kota itu, menghendaki agar pemerintah mengkaji dan mempertimbangkan kembali lokasi, dibuatkan regulasi, aturan dan pengelolaan pasar tersebut. Termasuk, menyangkut penataan agar memiliki nilai estetika. Karena, pasar modern beda dengan pasar tradisional, perbadaanya mulai dari penataan, hingga pada pengelolaanya.”Semuanya harus jelas, salah satunya pihak pengelola. Itu baru bisa dikatakan pasar modern, tapi kalau seperti itu, sama halnya membuat malu daerah sendiri. Kita tidak usah terlalu tinggi bermimpi, mari berpikir realistik, yang dilakukan dipasar itu saja sudah tidak benar, dan kesalahan yang fatal,” pungkasnya sembari mengaku akan mengusulkan jadwal pemanggilan Diskoperindag ke komisi II DPRD. (KS-Anhar)
COMMENTS