Isu santer campur tangan Walikota Bima yakni, HM.Qurais, H.Abidin guna membantu paslon yang dikenal dengan sebutan Azaib itu terkuak ketika oknum pejabat Eselon salah satu Intansi di kota mengarahkan PNS lingkup kota yang berdomisili di kabupaten.
Kota Bima, KS.– Disisa waktu yang tinggal sebulan lebih perhelatan pesta demokrasi untuk memilih Bupati dan Wabup Bima periode 2015-2020 mendatang, masing-masing Pasangan Calon (Paslon) tengah berjuang keras meraih simpatik dan dukungan rakyat. Kerja keras sebagai upaya untuk dan demi mememangkan pesta demokrasi 9 Desember 2015 mendatang dilakukan lewat beragam pola, trik, metode dan strategi politik. Tapi, apapun bentuknya merupakan sesuatu yang lumrah dalam dunia politik. Meski demikian, tetapi akan menjadi tidak wajar bahkan bertentangan dengan aturan ketika Pegawai Negeri Sipil (PNS), mulai dari staf hingga Pejabat Eselon digiring untuk terlibat dalam dunia politik. Meski, hanya bersifat meminta bantuan.
Indikasi intervensi pihak lain dalam Pemilukada Kabupaten Bima perlahan-lahan mulai mencuat dipermukaan. Apalagi, dari empat paslon yang bertarung pada ajang bergengsi tersebut, terdapat salah satu figur Calob Bupati (Cabup) yang memiliki hubungan darah dengan orang nomor satu di Kota Bima. Sebut saja, Adi Mahyudi yang berpaketan dengan Drs. A.Zubaer, HAR, M.Si. Isu santer campur tangan Walikota Bima yakni, HM.Qurais, H.Abidin guna membantu paslon yang dikenal dengan sebutan Azaib itu terkuak ketika oknum pejabat Eselon salah satu Intansi di kota mengarahkan PNS lingkup kota yang berdomisili di kabupaten. Celakanya, bukan sekedar mengarahkan, tapi terkesan dipaksa bahkan diintimidasi.”Kami diintimidasi dan diharuskan untuk memilih paslon tersebut,” kata salah seorang PNS kota kepada Koran Stabilitas yang meminta namanya dirahasiakan.
Informasi keterlibatan oknum pejabat Kepagawaian itu diakui sumber sudah berlangsung lama, bahkan hampir semua PNS yang menetap di kabupaten telah berhasil dipaksa untuk mendukung paslon nomor2 itu. Praktis, mau tidak mau, suka tidak suka, dirinya juga rekan PNS lain harus mengikuti perintah dalam kaitan itu. Meski, pilihan bertentangan dengan hati nurani, bukan pilihan dari dan karena hati yang ikhlas. Masalahnya, nasib dan keberadaan sebagai PNS terancam dan bisa berakibat fatal. Sehingga, tidak ada lagi kenyamanan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.”Pilihan kami hanya satu yakni mengikuti apa yang diperintahkan, kalau tidak, nasib kami bisa-bisa terancam. Walaupun, sesungguhnya soal pilihan merupakan hak asasi yang tidak boleh dipaksa pihak manapun, kecuali hati nurani kita sendiri,” ujarnya.
Disamping itu, sumber yang mewanti-wanti agar merahasiakan nama dan intansi tempat ia mengabdi, juga mengaku selain oknum pejabat dimaksud, terdapat beberapa pejabat kota lain yang dimanfaatkan sebagai mesin politik paslon tersebut. Entah apa motif dibalik dugaan keterlibatan oknum pejabat hingga saat ini masih menjadi tanda tanya besar, tapi menurutnya hanya satu tujuan yakni kemenangan. Maksudnya, memenangkan paslon itu hingga berhasil mengantarkanya untuk memimpin Dou Labo Dana Mbojo lima tahun berikutnya.”Kalau paslon itu menang, tentu saja kota dan kabupaten akan dipimpin satu keluarga itu. Tapi, hal itu bukan masalah, karena siapapun berhak menjadi pemimpin, yang terpenting rakyat juga daerah tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu,” tandasnya.
Pada kesempatan itu, sumber juga menjelaskan sikap dan tindakan PNS dalam momen politik, baik Pileg, Pilkada, Pilgub, atau Pilpres. Mengingat,PNS dituntut netral, tak memihak untuk mendukung salah satu paslon sesuai aturan berikut sanksi dalam kaitan itu. Dalam aturan itu, PNS dilarang keras untuk terlibat dalam politik praktis, karena sanksinya tergolong berat.Disatu sisi sebutnya, PNS dituntut netral sesuai aturan, disisi lain malah diarahkan mendukung salah satu paslon. Artinya, PNS seolah dibuat serba salah, tidak taat aturan dikenakan sanksi, tak menuruti arahan pimpinan pun berakibat fatal.”Kondisi seperti ini, terutama pada momen politik kami PNS seolah dibuat bingung, antara aturan dan loyalitas terhadap atasan,” terangnya seraya meminta agar pola, upaya penggiringan PNS kerana politik tidak terjadi dan terulang di momen berikutnya. Karena, selain bertentangan dengan aturan juga akan mengganggu kenyamanan PNS dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab. (KS-Anhar)
Indikasi intervensi pihak lain dalam Pemilukada Kabupaten Bima perlahan-lahan mulai mencuat dipermukaan. Apalagi, dari empat paslon yang bertarung pada ajang bergengsi tersebut, terdapat salah satu figur Calob Bupati (Cabup) yang memiliki hubungan darah dengan orang nomor satu di Kota Bima. Sebut saja, Adi Mahyudi yang berpaketan dengan Drs. A.Zubaer, HAR, M.Si. Isu santer campur tangan Walikota Bima yakni, HM.Qurais, H.Abidin guna membantu paslon yang dikenal dengan sebutan Azaib itu terkuak ketika oknum pejabat Eselon salah satu Intansi di kota mengarahkan PNS lingkup kota yang berdomisili di kabupaten. Celakanya, bukan sekedar mengarahkan, tapi terkesan dipaksa bahkan diintimidasi.”Kami diintimidasi dan diharuskan untuk memilih paslon tersebut,” kata salah seorang PNS kota kepada Koran Stabilitas yang meminta namanya dirahasiakan.
Informasi keterlibatan oknum pejabat Kepagawaian itu diakui sumber sudah berlangsung lama, bahkan hampir semua PNS yang menetap di kabupaten telah berhasil dipaksa untuk mendukung paslon nomor2 itu. Praktis, mau tidak mau, suka tidak suka, dirinya juga rekan PNS lain harus mengikuti perintah dalam kaitan itu. Meski, pilihan bertentangan dengan hati nurani, bukan pilihan dari dan karena hati yang ikhlas. Masalahnya, nasib dan keberadaan sebagai PNS terancam dan bisa berakibat fatal. Sehingga, tidak ada lagi kenyamanan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.”Pilihan kami hanya satu yakni mengikuti apa yang diperintahkan, kalau tidak, nasib kami bisa-bisa terancam. Walaupun, sesungguhnya soal pilihan merupakan hak asasi yang tidak boleh dipaksa pihak manapun, kecuali hati nurani kita sendiri,” ujarnya.
Disamping itu, sumber yang mewanti-wanti agar merahasiakan nama dan intansi tempat ia mengabdi, juga mengaku selain oknum pejabat dimaksud, terdapat beberapa pejabat kota lain yang dimanfaatkan sebagai mesin politik paslon tersebut. Entah apa motif dibalik dugaan keterlibatan oknum pejabat hingga saat ini masih menjadi tanda tanya besar, tapi menurutnya hanya satu tujuan yakni kemenangan. Maksudnya, memenangkan paslon itu hingga berhasil mengantarkanya untuk memimpin Dou Labo Dana Mbojo lima tahun berikutnya.”Kalau paslon itu menang, tentu saja kota dan kabupaten akan dipimpin satu keluarga itu. Tapi, hal itu bukan masalah, karena siapapun berhak menjadi pemimpin, yang terpenting rakyat juga daerah tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu,” tandasnya.
Pada kesempatan itu, sumber juga menjelaskan sikap dan tindakan PNS dalam momen politik, baik Pileg, Pilkada, Pilgub, atau Pilpres. Mengingat,PNS dituntut netral, tak memihak untuk mendukung salah satu paslon sesuai aturan berikut sanksi dalam kaitan itu. Dalam aturan itu, PNS dilarang keras untuk terlibat dalam politik praktis, karena sanksinya tergolong berat.Disatu sisi sebutnya, PNS dituntut netral sesuai aturan, disisi lain malah diarahkan mendukung salah satu paslon. Artinya, PNS seolah dibuat serba salah, tidak taat aturan dikenakan sanksi, tak menuruti arahan pimpinan pun berakibat fatal.”Kondisi seperti ini, terutama pada momen politik kami PNS seolah dibuat bingung, antara aturan dan loyalitas terhadap atasan,” terangnya seraya meminta agar pola, upaya penggiringan PNS kerana politik tidak terjadi dan terulang di momen berikutnya. Karena, selain bertentangan dengan aturan juga akan mengganggu kenyamanan PNS dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab. (KS-Anhar)
COMMENTS