embuatan Akta Kelahiran yang dilakukan Dukcapil Kabupaten Bima, dengan Sistim jemput Bola di sejumlah Kecamatan, dibebani dengan biaya, sebesar Rp 150 ribu per Akta.
Bima, KS.- Pembuatan Akta Kelahiran yang dilakukan Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan (Dukcapil) Kabupaten Bima, dengan Sistim jemput Bola di sejumlah Kecamatan, dibebani dengan biaya, sebesar Rp 150 ribu per Akta.
Ilustrasi
Kepala Seksi (Kasi) Kematian dan Kelahiran, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Bima, Drs A.Malik, Senin (9/11) mengklarifikasi, pemberitaan Koran Stabilitas Edisi Senin (9/11), terkait dengan adanya dugaan penyalahgunaan program pemerintah untuk kepentingan salah satu Paslon, oleh dinas Dukcapil.
Kepada Wartawan Koran Stabilitas, Drs A.Malik mengungkapkan, pelaksanaan pendataan dan pembuatan akta bagi masyarakat tidak mampu dan jauh dari pusat pemerintahan, merupakan program pemerintah pusat untuk mecapai target 75 persen pendataan dan kepemilikan Akta kelahiran bagi masyarakat yang usia 0 hingga 18 tahun. “Pelaksanaan pendataan dan pelayanan bagi masyarakat di Kecamatan Tambora itu, saya bersama staf lainnya yang turun, selama lima hari. Karena kita betul betul ingin melayani masyarakat,”ujarnya di Kantor Dukcapil Senin.
Menanggapi adanya dugaan penyalahgunaan program pemerintah untuk kepentingan salah satu Paslon, dengan mengratiskan pebuatan akta kelahiran, seperti yang diberitakan Koran ini sebelumnya, diakui A.Malik itu tidak ada. “Semua masyarakat diwajibkan untuk membayar, sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Pemerintah Desa dan tidak ada yang gratis,”bantahnya.
Ia mengaku, ada 10 warga yang tidak mampu membayar pembuatan Akta di Desa Oi Panihi, namun ketidak mampuan warga tersebut bukan berarti digratiskan. Pasalnya 10 warga tersebut membayar dengan madu 15 botol, yang kebetulan saat itu, 10 botol madu dibayar oleh sejumlah staf Dukcapil yang membutuhkan madu. “Mungkin ini yang dikatakan gratis oleh sejumlah orang disana. Karena mereka tidak tahu, uang hasil penjualan Madu itu untuk membayar pembuatan Akta, bahkan kalau dihitung, harga madu itu lebih dari biaya pembuatan Akta,”paparnya.
Dikatakan Malik, dalam pelaksanaan program jemput bola tersebut, tidak ada kaitannya dengan salah satu Paslon manapun. Bahkan ia mengaku tidak pernah membujuk atau merayu warga untuk memilih salah satu Paslon. “Selama saya melayani masyarakat saya tidak pernah menyinggung tentang paslon, saya murni melayani masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggungjawab saya. Apalagi memberikan Akta gratis, semua hasil pembuatan Akta berikut dengan jumlah biayanya akan menjadi bahan laporan yang akan saya pertanggungjawabkan dan itu ada semua,”tegasnya.
Untuk Desa Kawinda Nae, yang terdafta untuk pembuatan Akta sebanyak 39 orang, namun ada empat warga yang membatalkan pembuatan Aktanya tanpa alas an. Dari 35 itu, yang membayar sebanyak 31 orang karena empat orang lainnya adalah usia dibawah umur yang memang sesuai dengan ketentuan digratiskan.
Kemudian di Rasabau, yang dipusatkan di SMP Desa setempat, terdapat 67 warga yang mendaftar untuk pembuatan Akta. Dari 67 pembuat akta tersebut terdapat 14 orang yang dibawah umur, jadi yang membayar biaya pembuatan Akta sebanyak 53 orang. Sementara di Desa Oi Panihi, terdapat 55 orang yang mendaftarkan diri, tujuh orang dibawah umur. “Di Oi Panihi yang membayar sebanyak 48 orang, termasuk sepuluh orang yang membayar dengan madu itu, sedangkan tujuh orang lainnya masih dibawah umur,”urainya.
Dihari berikutnya, yaitu di Desa Oi Katupa, terdapat 40 orang yeng membuat akta kelahirannya, dari 40 orang tersebut terdapat 7 orang yang dibawah umur, sehingga yang mebyara hanya 33 orang. “Kita layani masyarakat selama lima hari itu hingga malam hari, karena kita ingin betul betul melayani masyarakat dengan baik, tanpa embel embel,”tegas Malik. (KS-Mul)
Ilustrasi
Kepala Seksi (Kasi) Kematian dan Kelahiran, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Bima, Drs A.Malik, Senin (9/11) mengklarifikasi, pemberitaan Koran Stabilitas Edisi Senin (9/11), terkait dengan adanya dugaan penyalahgunaan program pemerintah untuk kepentingan salah satu Paslon, oleh dinas Dukcapil.
Kepada Wartawan Koran Stabilitas, Drs A.Malik mengungkapkan, pelaksanaan pendataan dan pembuatan akta bagi masyarakat tidak mampu dan jauh dari pusat pemerintahan, merupakan program pemerintah pusat untuk mecapai target 75 persen pendataan dan kepemilikan Akta kelahiran bagi masyarakat yang usia 0 hingga 18 tahun. “Pelaksanaan pendataan dan pelayanan bagi masyarakat di Kecamatan Tambora itu, saya bersama staf lainnya yang turun, selama lima hari. Karena kita betul betul ingin melayani masyarakat,”ujarnya di Kantor Dukcapil Senin.
Menanggapi adanya dugaan penyalahgunaan program pemerintah untuk kepentingan salah satu Paslon, dengan mengratiskan pebuatan akta kelahiran, seperti yang diberitakan Koran ini sebelumnya, diakui A.Malik itu tidak ada. “Semua masyarakat diwajibkan untuk membayar, sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Pemerintah Desa dan tidak ada yang gratis,”bantahnya.
Ia mengaku, ada 10 warga yang tidak mampu membayar pembuatan Akta di Desa Oi Panihi, namun ketidak mampuan warga tersebut bukan berarti digratiskan. Pasalnya 10 warga tersebut membayar dengan madu 15 botol, yang kebetulan saat itu, 10 botol madu dibayar oleh sejumlah staf Dukcapil yang membutuhkan madu. “Mungkin ini yang dikatakan gratis oleh sejumlah orang disana. Karena mereka tidak tahu, uang hasil penjualan Madu itu untuk membayar pembuatan Akta, bahkan kalau dihitung, harga madu itu lebih dari biaya pembuatan Akta,”paparnya.
Dikatakan Malik, dalam pelaksanaan program jemput bola tersebut, tidak ada kaitannya dengan salah satu Paslon manapun. Bahkan ia mengaku tidak pernah membujuk atau merayu warga untuk memilih salah satu Paslon. “Selama saya melayani masyarakat saya tidak pernah menyinggung tentang paslon, saya murni melayani masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggungjawab saya. Apalagi memberikan Akta gratis, semua hasil pembuatan Akta berikut dengan jumlah biayanya akan menjadi bahan laporan yang akan saya pertanggungjawabkan dan itu ada semua,”tegasnya.
Untuk Desa Kawinda Nae, yang terdafta untuk pembuatan Akta sebanyak 39 orang, namun ada empat warga yang membatalkan pembuatan Aktanya tanpa alas an. Dari 35 itu, yang membayar sebanyak 31 orang karena empat orang lainnya adalah usia dibawah umur yang memang sesuai dengan ketentuan digratiskan.
Kemudian di Rasabau, yang dipusatkan di SMP Desa setempat, terdapat 67 warga yang mendaftar untuk pembuatan Akta. Dari 67 pembuat akta tersebut terdapat 14 orang yang dibawah umur, jadi yang membayar biaya pembuatan Akta sebanyak 53 orang. Sementara di Desa Oi Panihi, terdapat 55 orang yang mendaftarkan diri, tujuh orang dibawah umur. “Di Oi Panihi yang membayar sebanyak 48 orang, termasuk sepuluh orang yang membayar dengan madu itu, sedangkan tujuh orang lainnya masih dibawah umur,”urainya.
Dihari berikutnya, yaitu di Desa Oi Katupa, terdapat 40 orang yeng membuat akta kelahirannya, dari 40 orang tersebut terdapat 7 orang yang dibawah umur, sehingga yang mebyara hanya 33 orang. “Kita layani masyarakat selama lima hari itu hingga malam hari, karena kita ingin betul betul melayani masyarakat dengan baik, tanpa embel embel,”tegas Malik. (KS-Mul)
COMMENTS