Salah seorang Anggota DPRD Kabupaten Bima, Edi Muhlis S.Sos membakar Dokumen RAPBD dan meminta rapat dihentikan.
Bima, KS.- Rapat Paripurna penyampaian RAPBD tahun 2016 oleh Bupati Bima di Gedung DPRD Kabupaten Bima pada Senin (16/11), terpaksa dihentikan sementara. Pasalnya, salah seorang Anggota DPRD Kabupaten Bima, Edi Muhlis S.Sos membakar Dokumen RAPBD dan meminta rapat dihentikan. Tidak hanya itu, Edi Muhlis juga mengusir penjabat Bupati Bima Drs.Bachruddin M.Pd dari ruangan sidang.
Edi Muhlis S.Sos membakar Dokumen RAPBD
Pantauan langsung wartawan Koran Stabilitas di ruang sidang DPRD Kabupaten Bima, pembakaran dokumen RAPBD oleh salah seorang anggota DPRD tersebut dipicu oleh tidak terakomidirnya pokok pikiran dewan dalam Dokumen RAPBD yang akan disampaikan Bupati. “Saya minta rapat dihentikan dan Bupati segera tinggalkan ruangan ini.Rapat tidak boleh dilanjutkan, karena dokumen RAPBD ini sudah tidak benar.Tidak satupun pokok pikiran (pokir) dewan yang terakomodir dalam dokumen ini, termasuk yang dibahas saat KUA PPAS,” ujar Edi Muhlis sambil membakar Dokumen RAPBD yang ada di tangannya.
Menurut Edi, cara eksekutif yang tidak mengakomodir pokir dewan tersebut merupakan penghianatan terhadap amanat-amanat yang ada, karena dirinya melihat ada kepentingan yang luar biasa di RAPBD 2016 tersebut. “Saya melihat ada kepentingan dalam RAPBD ini, sehingga mengabaikan kepentingan 45 anggota DPRD. Karena dokumen yang ada saat ini palsu semua, kalau dilegalkan akan berurusan dengan hukum, sebab dokumen ini disusun sendiri eksekutif dan melanggar kaidah-kaidah. RAPBD ini saya nyatakan palsu karena tidak berdasarkan koordinasi,” tandasnya.
Lanjutnya, selain tidak sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), aspirasi dan pokir yang diusulkan anggota dewan tidak ada yang terakomodir.Pada saat itu, anggota dewan meminta rapat dilajutkan dengan catatan 40 porsen pokir dewan diakomodir dalam RAPBD 2016.
Rapat akhirnya diskor oleh pimpinan sidang, karena suasana rapat yang tidak kondusif.Rapat sempat ricuh, karena Edi Muhlis nyaris adu jotos dengan H.Syamsuddin yang saat itu menjadi pimpinan rapat.Akibat kericuhan tersebut, satu meja anggota DPRD rusak karena dibanting Edi Muhlis.
Informasi yang dihimpun, selain pokir tersebut, anggota DPRD ingin memaksakan anggaran aspirasi dinaikan jadi Rp.1 Miliyar perorang dari sebelumnya Rp.300 juta peranggota.Sementara DAK yang dari pusat itu tidak boleh diutak atik untuk memenuhi keinginan anggota DPR menuju Rp. 1 Miliyar tersebut, pemerintah daerah hanya bisa mengelola DAU.Di Pusat sejumlah parpol menolak adanya aspirasi, sementara di daerah sibuk menambah jumlah aspirasi.
Apa tanggapan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima terkait pembakaran dokumen RAPBD tersebut?.Kepada Koran ini Selasa kemarin, Sekda Kabupaten Bima, Drs.H.Taufik HAK M.Si menyesalkan ulah oknum anggota DPRD yang mengusir Bupati dan membakar dokumen RAPBD tersebut.Menurutnya, tindakan seperti itu tidak sepantasnya dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat, karena anggota DPRD itu tahu etika.
“Bupati itu diundang secara resmi untuk menyampaikan RAPBD, tidak boleh diusir seperti itu.Dokumen RAPBD juga tidak boleh dibakar seperti itu, karena anggota DPRD itu tahu etika,” ujarnya.
Dirinya berharap agar anggota DPRD memahami aturan dan mekanisme yang ada.Sebab RAPBD itu baru mau disampaikan, bukan pengesahan APBD.Masih banyak tahapan yang harus dilewati menuju penetapan APBD, tidak semesetinya marah-marah seperti itu, baca baik baik dulu aturan yang ada.“Harusnya dengarkan dulu penyampaian Bupati soal RAPBD, karena setelah itu, ada pandangan fraksi, pembahasan tingkat komisi dan pembahasan tingkat banggar.Kalau penolakan menetapan APBD mungkin wajar saja, tapi inikan baru pemyampaian RAPBD, tahapannya masih banyak.Kalau ada yang mau dirubah dibahas lebih lanjut di tingkat komisi dan banggar,” jelasnya.
Menurutnya, APBD ada mekanismenya yakni mulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Desa hingga tingkat Kabupaten, yang kemudian dikerucutkan oleh Bappeda dalam satu hasil Musrenbang.Setelah Musrenbang ada yang namanya Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) satu tahun, dari hasil RKPD tersebut masuk lagi ke KUA PPAS.KUA PPAS itu dibahas bersama legislative yang kemudian dituangkan dalam RAPBD.“Di KUA PPAS tidak tercantum kegiatan, tetapi hanya program.Pokir dewan itu hanya bisa dituangkan dalam program saja bukan kegiatan, karena kegiatan itu SKPD terkait yang punya kewenangan,” tuturnya.
Dijelaskannya pula, aspirasi dan pokir dewan yang tertuang dalam KUA PPAS itu tidak semuanya diterima, karena harus melihat juga ketersediaan anggaran.Mana yang diprioritaskan itu yang diakomodir, harus disesuaikan dengan postur APBD yang tersedia.“Kita lebih takut kalau menyalahi aturan, karena jika dipaksakan kita yang akan diproses, bukan anggota DPRD.APBD ini untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan kita. Kalau DPRD menolak masyarakat yang akan rugi, sebab jika APBD 2016 ditolak DPRD, Eksekutif akan menjalankan kembali APBD 2015, tentunya masyarakat yang akan dirugikan,” tegasnya. (KS-Abbie M)
Edi Muhlis S.Sos membakar Dokumen RAPBD
Pantauan langsung wartawan Koran Stabilitas di ruang sidang DPRD Kabupaten Bima, pembakaran dokumen RAPBD oleh salah seorang anggota DPRD tersebut dipicu oleh tidak terakomidirnya pokok pikiran dewan dalam Dokumen RAPBD yang akan disampaikan Bupati. “Saya minta rapat dihentikan dan Bupati segera tinggalkan ruangan ini.Rapat tidak boleh dilanjutkan, karena dokumen RAPBD ini sudah tidak benar.Tidak satupun pokok pikiran (pokir) dewan yang terakomodir dalam dokumen ini, termasuk yang dibahas saat KUA PPAS,” ujar Edi Muhlis sambil membakar Dokumen RAPBD yang ada di tangannya.
Menurut Edi, cara eksekutif yang tidak mengakomodir pokir dewan tersebut merupakan penghianatan terhadap amanat-amanat yang ada, karena dirinya melihat ada kepentingan yang luar biasa di RAPBD 2016 tersebut. “Saya melihat ada kepentingan dalam RAPBD ini, sehingga mengabaikan kepentingan 45 anggota DPRD. Karena dokumen yang ada saat ini palsu semua, kalau dilegalkan akan berurusan dengan hukum, sebab dokumen ini disusun sendiri eksekutif dan melanggar kaidah-kaidah. RAPBD ini saya nyatakan palsu karena tidak berdasarkan koordinasi,” tandasnya.
Lanjutnya, selain tidak sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), aspirasi dan pokir yang diusulkan anggota dewan tidak ada yang terakomodir.Pada saat itu, anggota dewan meminta rapat dilajutkan dengan catatan 40 porsen pokir dewan diakomodir dalam RAPBD 2016.
Rapat akhirnya diskor oleh pimpinan sidang, karena suasana rapat yang tidak kondusif.Rapat sempat ricuh, karena Edi Muhlis nyaris adu jotos dengan H.Syamsuddin yang saat itu menjadi pimpinan rapat.Akibat kericuhan tersebut, satu meja anggota DPRD rusak karena dibanting Edi Muhlis.
Informasi yang dihimpun, selain pokir tersebut, anggota DPRD ingin memaksakan anggaran aspirasi dinaikan jadi Rp.1 Miliyar perorang dari sebelumnya Rp.300 juta peranggota.Sementara DAK yang dari pusat itu tidak boleh diutak atik untuk memenuhi keinginan anggota DPR menuju Rp. 1 Miliyar tersebut, pemerintah daerah hanya bisa mengelola DAU.Di Pusat sejumlah parpol menolak adanya aspirasi, sementara di daerah sibuk menambah jumlah aspirasi.
Apa tanggapan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima terkait pembakaran dokumen RAPBD tersebut?.Kepada Koran ini Selasa kemarin, Sekda Kabupaten Bima, Drs.H.Taufik HAK M.Si menyesalkan ulah oknum anggota DPRD yang mengusir Bupati dan membakar dokumen RAPBD tersebut.Menurutnya, tindakan seperti itu tidak sepantasnya dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat, karena anggota DPRD itu tahu etika.
“Bupati itu diundang secara resmi untuk menyampaikan RAPBD, tidak boleh diusir seperti itu.Dokumen RAPBD juga tidak boleh dibakar seperti itu, karena anggota DPRD itu tahu etika,” ujarnya.
Dirinya berharap agar anggota DPRD memahami aturan dan mekanisme yang ada.Sebab RAPBD itu baru mau disampaikan, bukan pengesahan APBD.Masih banyak tahapan yang harus dilewati menuju penetapan APBD, tidak semesetinya marah-marah seperti itu, baca baik baik dulu aturan yang ada.“Harusnya dengarkan dulu penyampaian Bupati soal RAPBD, karena setelah itu, ada pandangan fraksi, pembahasan tingkat komisi dan pembahasan tingkat banggar.Kalau penolakan menetapan APBD mungkin wajar saja, tapi inikan baru pemyampaian RAPBD, tahapannya masih banyak.Kalau ada yang mau dirubah dibahas lebih lanjut di tingkat komisi dan banggar,” jelasnya.
Menurutnya, APBD ada mekanismenya yakni mulai dari Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Desa hingga tingkat Kabupaten, yang kemudian dikerucutkan oleh Bappeda dalam satu hasil Musrenbang.Setelah Musrenbang ada yang namanya Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) satu tahun, dari hasil RKPD tersebut masuk lagi ke KUA PPAS.KUA PPAS itu dibahas bersama legislative yang kemudian dituangkan dalam RAPBD.“Di KUA PPAS tidak tercantum kegiatan, tetapi hanya program.Pokir dewan itu hanya bisa dituangkan dalam program saja bukan kegiatan, karena kegiatan itu SKPD terkait yang punya kewenangan,” tuturnya.
Dijelaskannya pula, aspirasi dan pokir dewan yang tertuang dalam KUA PPAS itu tidak semuanya diterima, karena harus melihat juga ketersediaan anggaran.Mana yang diprioritaskan itu yang diakomodir, harus disesuaikan dengan postur APBD yang tersedia.“Kita lebih takut kalau menyalahi aturan, karena jika dipaksakan kita yang akan diproses, bukan anggota DPRD.APBD ini untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan kita. Kalau DPRD menolak masyarakat yang akan rugi, sebab jika APBD 2016 ditolak DPRD, Eksekutif akan menjalankan kembali APBD 2015, tentunya masyarakat yang akan dirugikan,” tegasnya. (KS-Abbie M)
COMMENTS