Petugas masjid jarang diperhatikan, baik oleh eksekutif maupun Legislatif, karena selama ini pemerintah masih menganggap kerja aparat masjid hanya sekedar kerja suka rela
Wera, KS.- Petugas masjid jarang diperhatikan, baik oleh eksekutif maupun Legislatif, karena selama ini pemerintah masih menganggap kerja aparat masjid hanya sekedar kerja suka rela yang cukup dikerjakan dengan keikhlasan, tapi yang perlu dipikir bersama, mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan sebagaimana para pegawai lainnya, walaupun upah yang diberikan tidak sebagaimana yang diberikan pada aparat Desa, namun bisa di pertimbangkan dengan jumlah yang layak.
Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya kehidupan masyarakat kalau tidak dingatkan oleh marbot dengan suara adzannya, kegiatan MTQ tingkat Desa akan sulit mencari peserta kalau guru ngaji sudah tidak lagi memberi waktu untuk menjalankan tugasnya dalam mengajarkan santri. “Aparat masjid dan guru ngaji sering mengusulkan agar insentiv mereka di tambahkan, namun sampai kapan hal itu bisa direalisasikan, keluhan tersebut sering disampaikan oleh petugas Masjid raya Tawali,”kata marbot Arsyad.
Sebagai marbot Arsyad dan Nurdin mengatakan pada Koran ini di kediamanannya masing –masing beberapa waktu lalu, mereka sudah sering mengusulkan hal tersebut lewat DPRD yang ada di Dapil II, bahkan diusulkan langsung lewat Bupati saat melakukan kegiatan safari ramadhan di Kecamatan Wera. ” insentiv yang kami terima hanya 200 rupiah per tahun, kami berharap dengan adanya perubahan kepimpinan nanti, kami berharap, siapapun jadi pemimpin Bima yang akan datang bisa memperhatikan nasib aparat masjid dengan menambah jumlah insentiv tersebut,sehingga seluruh aparat masjid dan guru ngaji mendapatkan insentif yang layak, walaupun tidak diberikan tiap bulan,”harapnya.
Ketua Bazda Kecamatan Wera Sulaiman,SH yang dikonfirmasi via phone mengatakan bahwa insentiv yang diterima aparat masjid masih sangat minim dan masih dibawah standar, walaupun kerja mereka tidak harus pake standar Upah Minimal Regional (UMR) namun yang diharapakan bisa ada peningkatan, ” untuk Cepe lebe, marbot dan bilal hanya Rp 200 Ribu pertahun, sementara guru ngaji dan da,i Desa Rp 900 ribu dan Rp 1 , 2 juta pertahun,” katanya.
Salah satu marbot Musallah Desa Nunggi Kecamatan Wera mengatakan, kalau di hitung dengan jam kerja yang mereka lakukan setiap hari memang masih minim, namun aparat masjid dan guru ngaji tidak melihat itu, “ini kerja yang dituntut keikhlasan karena ada nilai ukhrawi, tapi disisi lain, hal yang manusiawi juga kalau berharap pada pemerintah agar isentiv bisa dinaikan, karena selain aparat masjid dan guru ngaji memliki hak yang sama dengan pekerja lainnya di Bima ini yang dibiayai dengan anggaran daerah. “Kami juga mempunyai kebutuhan yang sama”Ujarnya. (KS.Uky)
Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya kehidupan masyarakat kalau tidak dingatkan oleh marbot dengan suara adzannya, kegiatan MTQ tingkat Desa akan sulit mencari peserta kalau guru ngaji sudah tidak lagi memberi waktu untuk menjalankan tugasnya dalam mengajarkan santri. “Aparat masjid dan guru ngaji sering mengusulkan agar insentiv mereka di tambahkan, namun sampai kapan hal itu bisa direalisasikan, keluhan tersebut sering disampaikan oleh petugas Masjid raya Tawali,”kata marbot Arsyad.
Sebagai marbot Arsyad dan Nurdin mengatakan pada Koran ini di kediamanannya masing –masing beberapa waktu lalu, mereka sudah sering mengusulkan hal tersebut lewat DPRD yang ada di Dapil II, bahkan diusulkan langsung lewat Bupati saat melakukan kegiatan safari ramadhan di Kecamatan Wera. ” insentiv yang kami terima hanya 200 rupiah per tahun, kami berharap dengan adanya perubahan kepimpinan nanti, kami berharap, siapapun jadi pemimpin Bima yang akan datang bisa memperhatikan nasib aparat masjid dengan menambah jumlah insentiv tersebut,sehingga seluruh aparat masjid dan guru ngaji mendapatkan insentif yang layak, walaupun tidak diberikan tiap bulan,”harapnya.
Ketua Bazda Kecamatan Wera Sulaiman,SH yang dikonfirmasi via phone mengatakan bahwa insentiv yang diterima aparat masjid masih sangat minim dan masih dibawah standar, walaupun kerja mereka tidak harus pake standar Upah Minimal Regional (UMR) namun yang diharapakan bisa ada peningkatan, ” untuk Cepe lebe, marbot dan bilal hanya Rp 200 Ribu pertahun, sementara guru ngaji dan da,i Desa Rp 900 ribu dan Rp 1 , 2 juta pertahun,” katanya.
Salah satu marbot Musallah Desa Nunggi Kecamatan Wera mengatakan, kalau di hitung dengan jam kerja yang mereka lakukan setiap hari memang masih minim, namun aparat masjid dan guru ngaji tidak melihat itu, “ini kerja yang dituntut keikhlasan karena ada nilai ukhrawi, tapi disisi lain, hal yang manusiawi juga kalau berharap pada pemerintah agar isentiv bisa dinaikan, karena selain aparat masjid dan guru ngaji memliki hak yang sama dengan pekerja lainnya di Bima ini yang dibiayai dengan anggaran daerah. “Kami juga mempunyai kebutuhan yang sama”Ujarnya. (KS.Uky)
COMMENTS