Untuk itu PGRI tetap ngotot melarang guru se Kota Bima untuk membayar zakat profesi
Kota Bima, KS.- Ketua PGRI Kota Bima Drs. H. Sudirman Ismail, M.Si mempertanyakan pertemuan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) dan Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) Kota Bima, pada sosialisasi dan edukasi zakat di aula SMKN 3 Kota Bima Selasa lalu. Menurut H. Sudirman pertemuan tersebut tanpa koordinasi dengan pengurus PGRI. Untuk itu PGRI tetap ngotot melarang guru se Kota Bima untuk membayar zakat profesi, karena minimnya sosialisasi tentang zakat dan pemotongan gaji pokok 2 ½ (dua setengah ) persen per PNS, ditudingnya sebagai perampasan hak warga negara.
Zakat
Intruksi Presiden (Inpres) Tahun 2014 itu, kata Sudirman tergolong memaksakan kehendakan tanpa ijin kepada pemiliki hak (Gaji, red) karena gaji guru langsung dipotong oleh bendahara sekolah untuk diserahkan ke Unit Pelayanan Tehnik (UPT) Dikpora kecamatan, yang kemudian selanjutnya distor ke bazda. “Sudah jelas zakat adalah kewajiban umat islam, tapi kewajiban yang mana dulu untuk dibahas. Saya pribadi sebagai ketua PGRI menolak pembayaran zakat profesi secara paksa,” ujarnya saat ditemui dikediamannya Penaraga Rabu (13/1).
Dirinya juga menegaskan sudah menyurati dinas, UPT dan sekolah berulang kali untuk tidak menarik zakat tersebut. Seperti yang diberitakan Koran Stabilitas edisi Rabu kemarin, pihak bazda akan turun kesetiap sekolah SMP/SMA/SMK untuk mensosilisasikan zakat profesi. “Kami guru selaku yang tergabung dalam organisasi profesi PGRI menunggu hal itu, apakah bazda siap berdebat dengan guru menegah, yang sudah jelas dalam fatwa MUI menyebutkan, zakat profesi bukan termaksud kewajiban dalam islam,” terangnya.
Jadi kata dia, zakat profesi bisa dibayar maupun dikeluarkan apabila memenuhi kewajiban yakni sudah lebih dari mampu menafkahi keluarga, istri dan anaknya. Pemerintah Kota (Pemkot) Bima maupun dinas terkaitnya (Dikpora, red) tidak perlu permasalahan secara terus menerus masalah zakat profesi ini. “Karena berdasarkan pertemuan di Gedung Paruga Nae belum lama ini bersama Walikota Bima. Pembayaran zakat itu yang ikhlas saja yang bayar, dan tidak benar PGRI menolak,”bebernya.
“Pertemuan ribuan guru di Paruga Nae sudah menetapkan hanya membayar Rp. 20 ribu per bulan untuk disetorkan ke bazda Kota Bima, jadi tidak ada kesepakatan pembayaran 2 ½ porsen dari total gaji pokok dan keputusan itu keliru sekali,”lanjutnya.
Beredar informasi juga, dalam pertemuan sosialisasi itu, pihak bazda akan menyalurkan zakat itu kepada pegawai yang kekurangan gaji maupun minus gaji. Menurutnya penerapan tersebut salah sasaran. “Sudah jelas PNS itu punya gaji yang diterimanya setiap bulan, perkara ada yang kurang gaji maupun minus. Itu masalah pribadi oknum PNS, jadi jangan salahkan siapa-siapa,” harap Ketua STKIP Taman Siswa Bima ini. (KS – 05)
Zakat
Intruksi Presiden (Inpres) Tahun 2014 itu, kata Sudirman tergolong memaksakan kehendakan tanpa ijin kepada pemiliki hak (Gaji, red) karena gaji guru langsung dipotong oleh bendahara sekolah untuk diserahkan ke Unit Pelayanan Tehnik (UPT) Dikpora kecamatan, yang kemudian selanjutnya distor ke bazda. “Sudah jelas zakat adalah kewajiban umat islam, tapi kewajiban yang mana dulu untuk dibahas. Saya pribadi sebagai ketua PGRI menolak pembayaran zakat profesi secara paksa,” ujarnya saat ditemui dikediamannya Penaraga Rabu (13/1).
Dirinya juga menegaskan sudah menyurati dinas, UPT dan sekolah berulang kali untuk tidak menarik zakat tersebut. Seperti yang diberitakan Koran Stabilitas edisi Rabu kemarin, pihak bazda akan turun kesetiap sekolah SMP/SMA/SMK untuk mensosilisasikan zakat profesi. “Kami guru selaku yang tergabung dalam organisasi profesi PGRI menunggu hal itu, apakah bazda siap berdebat dengan guru menegah, yang sudah jelas dalam fatwa MUI menyebutkan, zakat profesi bukan termaksud kewajiban dalam islam,” terangnya.
Jadi kata dia, zakat profesi bisa dibayar maupun dikeluarkan apabila memenuhi kewajiban yakni sudah lebih dari mampu menafkahi keluarga, istri dan anaknya. Pemerintah Kota (Pemkot) Bima maupun dinas terkaitnya (Dikpora, red) tidak perlu permasalahan secara terus menerus masalah zakat profesi ini. “Karena berdasarkan pertemuan di Gedung Paruga Nae belum lama ini bersama Walikota Bima. Pembayaran zakat itu yang ikhlas saja yang bayar, dan tidak benar PGRI menolak,”bebernya.
“Pertemuan ribuan guru di Paruga Nae sudah menetapkan hanya membayar Rp. 20 ribu per bulan untuk disetorkan ke bazda Kota Bima, jadi tidak ada kesepakatan pembayaran 2 ½ porsen dari total gaji pokok dan keputusan itu keliru sekali,”lanjutnya.
Beredar informasi juga, dalam pertemuan sosialisasi itu, pihak bazda akan menyalurkan zakat itu kepada pegawai yang kekurangan gaji maupun minus gaji. Menurutnya penerapan tersebut salah sasaran. “Sudah jelas PNS itu punya gaji yang diterimanya setiap bulan, perkara ada yang kurang gaji maupun minus. Itu masalah pribadi oknum PNS, jadi jangan salahkan siapa-siapa,” harap Ketua STKIP Taman Siswa Bima ini. (KS – 05)
COMMENTS