Dinas Kesehatan Kabupaten Bima menghadirkan 30 petugas gizi (Nutrisionis) dari seluruh Puskesmas se Kabupaten Bima dan pejabat.SKPD terkait seperti RSUD dan BPMDes untuk mengikuti Pertemuan Evaluasi Program Gizi
Bima, KS.- Dibandingkan dengan daerah lainnya di NTB, angka gizi buruk di Kabupaten Bima masih tergolong tinggi yaitu 7,29 persen. Daerah dengan kasus gizi buruk terendah yaitu Kabupaten Sumbawa Barat yang mencapai 3,26 persen, sementara angka gizi buruk di tingkat provinsi mencapai 4,83 persen.
Untuk meningkatkan upaya penurunan gizi buruk ini, Sabtu (30/1) Dinas Kesehatan Kabupaten Bima menghadirkan 30 petugas gizi (Nutrisionis) dari seluruh Puskesmas se Kabupaten Bima dan pejabat.SKPD terkait seperti RSUD dan BPMDes untuk mengikuti Pertemuan Evaluasi Program Gizi Tingkat Kabupaten Bima di Aula Kantor instansi setempat.
Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bima yang diwakili Sekretaris M. Saleh SKM, M.Ap dalam arahannya mengatakan, evaluasi ini secara khusus menekankan pada penanggulangan masalah gizi mikro."Menyongsong pelaksanaan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2016, para petugas medis khususnya nutrisionis perlu melengkapi semua data yang diperlukan. Hal ini penting, karena dalam survei nanti disamping pertanyaan disampaikan kepada petugas dan responden perlu juga divalidasi dengan bukti-bukti data realisasi kegiatan, jadi siapkan secara matang agar pada saat Riset nanti petugas telah siap,”pintanya.
Secara khusus Saleh meminta agar menjelang riset petugas Puskesmas dan petugas kesehatan diminta menyiapkan data evaluasi program gizi selama tahun 2014 hingga tahun 2016 yang telah dilaksanakan di Kabupaten Bima.
Selanjutnya, sesi pemaparan capaian penanganan gizi buruk di masing-masing Puskesmas, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga Umar HM, SKM dalam penjelasannya menguraikan, inti penurunan gizi buruk adalah bergantung pada pemberian air susu ibu ( ASI) sebab memiliki kandungan gizi yang banyak. “Karena itu, anak yang selera makannya rendah harus diberikan ASI,”sarannya.
Umar yang didampingi Kasi Gizi Tita Masitah SKM, M.Si menjelaskan, salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan status gizi adalah rendahnya pengetahuan dan kesadaran ibu hamil."Ibu hamil perlu mendapatkan pengetahuan memadai terhadap akibat kurangnya perawatan janin, saat dan pasca melahirkan. Dan pekerjaan bersama yang harus kita lakukan adalah bersama-sama menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu dan anak ini bagi peningkatan kualitas generasi"tegasnya.
Menurutnya, upaya penanggulangan kasus gizi buruk harus mengedepankan beberapa upaya antara lain penilaian pertumbuhan balita secara teratur melalui penimbangan setiap bulan, pengisian dan penilaian hasil penimbangan bayi berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS). “ Aspek lain yang perlu dilakukan para petugas kesehatan adalah menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan berupa konseling, keluhan dan rujukan balita yang tidak ke Posyandu agar selalu dipantau kondisi kesehatannya,”arahnya.
Selain itu, cakupan bayi yang beratnya di Bawah Garis Merah (BGM/D) merupakan salah satu indikator pemantauan pertumbuhan balita. Setiap kasus BGM yang ditemukan perlu dirujuk ke Puskesmas untuk dilakukan pemantauan perbandingan Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB). “Di samping itu juga diperlukan dukungan lintas sektor termasuk para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam sosialisasi kegiatan untuk keberlangsungan kegiatan Posyandu,”harapnya.
Dari sisi petugas meningkatkan disiplin dalam melakukan deteksi dini dan melaporkan hasil penimbangan bayi secara berjenjang serta mewaspadai berbagai penyakit yang mendorong meningkatnya gizi buruk sehingga ada peningkatan kewaspadaan terhadap terjadinya gizi buruk
Pada sesi diskusi Kabid Pelayanan RSUD Bima Heru SKM mengatakan, kegagalan penanganan kesehatan salah satunya disebabkan karena kurangnya upaya promotif dan preventif.
"Olehkarena itu upaya tersebut perlu terus digalakkan.Disamping itu, penting dipahami bahwa konsep pembangunan kesehatan harus mengacu kepada upaya penyadaran"ujarnya.
Heru menambahkan, mutu pelayanan petugas gizi juga harus semakin ditingkatkan .Ini berarti bahwa sistem pendataan juga harus dibenah.Oleh karena itu peran kepala Puskesmas dalam memfasilitasi kepala desa untuk melakukan pendataan angka kelahiran kematian dan persalinan setiap bulannya perlu di lakukan. Dengan cara ini maka angka proyeksi dan angka riil kejadian gizi buruk akan diketahui secara lebih obyektif. (KS-09)
Untuk meningkatkan upaya penurunan gizi buruk ini, Sabtu (30/1) Dinas Kesehatan Kabupaten Bima menghadirkan 30 petugas gizi (Nutrisionis) dari seluruh Puskesmas se Kabupaten Bima dan pejabat.SKPD terkait seperti RSUD dan BPMDes untuk mengikuti Pertemuan Evaluasi Program Gizi Tingkat Kabupaten Bima di Aula Kantor instansi setempat.
Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bima yang diwakili Sekretaris M. Saleh SKM, M.Ap dalam arahannya mengatakan, evaluasi ini secara khusus menekankan pada penanggulangan masalah gizi mikro."Menyongsong pelaksanaan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2016, para petugas medis khususnya nutrisionis perlu melengkapi semua data yang diperlukan. Hal ini penting, karena dalam survei nanti disamping pertanyaan disampaikan kepada petugas dan responden perlu juga divalidasi dengan bukti-bukti data realisasi kegiatan, jadi siapkan secara matang agar pada saat Riset nanti petugas telah siap,”pintanya.
Secara khusus Saleh meminta agar menjelang riset petugas Puskesmas dan petugas kesehatan diminta menyiapkan data evaluasi program gizi selama tahun 2014 hingga tahun 2016 yang telah dilaksanakan di Kabupaten Bima.
Selanjutnya, sesi pemaparan capaian penanganan gizi buruk di masing-masing Puskesmas, Kepala Bidang Kesehatan Keluarga Umar HM, SKM dalam penjelasannya menguraikan, inti penurunan gizi buruk adalah bergantung pada pemberian air susu ibu ( ASI) sebab memiliki kandungan gizi yang banyak. “Karena itu, anak yang selera makannya rendah harus diberikan ASI,”sarannya.
Umar yang didampingi Kasi Gizi Tita Masitah SKM, M.Si menjelaskan, salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan status gizi adalah rendahnya pengetahuan dan kesadaran ibu hamil."Ibu hamil perlu mendapatkan pengetahuan memadai terhadap akibat kurangnya perawatan janin, saat dan pasca melahirkan. Dan pekerjaan bersama yang harus kita lakukan adalah bersama-sama menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu dan anak ini bagi peningkatan kualitas generasi"tegasnya.
Menurutnya, upaya penanggulangan kasus gizi buruk harus mengedepankan beberapa upaya antara lain penilaian pertumbuhan balita secara teratur melalui penimbangan setiap bulan, pengisian dan penilaian hasil penimbangan bayi berdasarkan Kartu Menuju Sehat (KMS). “ Aspek lain yang perlu dilakukan para petugas kesehatan adalah menindaklanjuti setiap kasus gangguan pertumbuhan berupa konseling, keluhan dan rujukan balita yang tidak ke Posyandu agar selalu dipantau kondisi kesehatannya,”arahnya.
Selain itu, cakupan bayi yang beratnya di Bawah Garis Merah (BGM/D) merupakan salah satu indikator pemantauan pertumbuhan balita. Setiap kasus BGM yang ditemukan perlu dirujuk ke Puskesmas untuk dilakukan pemantauan perbandingan Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB). “Di samping itu juga diperlukan dukungan lintas sektor termasuk para tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam sosialisasi kegiatan untuk keberlangsungan kegiatan Posyandu,”harapnya.
Dari sisi petugas meningkatkan disiplin dalam melakukan deteksi dini dan melaporkan hasil penimbangan bayi secara berjenjang serta mewaspadai berbagai penyakit yang mendorong meningkatnya gizi buruk sehingga ada peningkatan kewaspadaan terhadap terjadinya gizi buruk
Pada sesi diskusi Kabid Pelayanan RSUD Bima Heru SKM mengatakan, kegagalan penanganan kesehatan salah satunya disebabkan karena kurangnya upaya promotif dan preventif.
"Olehkarena itu upaya tersebut perlu terus digalakkan.Disamping itu, penting dipahami bahwa konsep pembangunan kesehatan harus mengacu kepada upaya penyadaran"ujarnya.
Heru menambahkan, mutu pelayanan petugas gizi juga harus semakin ditingkatkan .Ini berarti bahwa sistem pendataan juga harus dibenah.Oleh karena itu peran kepala Puskesmas dalam memfasilitasi kepala desa untuk melakukan pendataan angka kelahiran kematian dan persalinan setiap bulannya perlu di lakukan. Dengan cara ini maka angka proyeksi dan angka riil kejadian gizi buruk akan diketahui secara lebih obyektif. (KS-09)
COMMENTS