Kota Bima, KS .- Saat acara deklarasi anti terorisme di Lapangan Serasuba, Selasa (19/7), satu seasion diberikan kesempatan untuk menyampaik...
Kota Bima, KS.- Saat acara deklarasi anti terorisme di Lapangan Serasuba, Selasa (19/7), satu seasion diberikan kesempatan untuk menyampaikan testimoni dari mantan anggota kelompok teroris, Ali Fauzi, yang juga adik kandung dari terpidana mati Bom Bali, Ali Imron.
Ilustrasi
Ali bercerita banyak tentang keterlibatan oknum warga asal daerah Bima yang memiliki kegandrungan dengan paham Radikalisme dan Terorisme. Walau derasnya alunan suara turunnya hujan, tak membuyarkan cerita Ali dalam mendulang kisah lalunya dengan beberapa oknum warga Bima yang tergabung dalam kelompok kaum ekstrimis itu.
Pemilik nama samaran Manji, kadang juga dipanggil Salman, dan dikenal juga sebagai Abu Ridho itu secara gamblang menyebutkan, banyak orang Bima yang terlibat ke dalam kelompok radikal ini.
“Jangan heran kenapa Bima masuk zona merah sebagai daerah yang dicap radikal dan tumbuh berkembangnya terorisme, karena banyak warga Bima yang masuk dalam kelompok teroris. Setiap teror dan pengeboman kecil jika tak ada peranan dan keterlibatan warga Bima,” bebernya.
Ia bercerita, saat awal mengenal kelompok kaum ekstrimis ini di Malaysia, banyak warga Bima yang dikenalnya. Setiap jaringan yang dibangun di beberapa daerah seperti di Ambon, Poso dan Moro pasti akan bersentuhan dengan warga asal daerah Bima.
Ia pun mengaku keterlibatannya di kelompok pelaku teror ini bahkan lebih awal dari Doktor Azhari dan Nurdin M Top, yang dieksekusi mati atas kejadian teror di Bali. “Saya bukan baru di bagian kelompok ini. Doktor Azhari dan Nurdin M Top masih junior jauh di bawah saya. Tapi, sekarang saya orang yang melawan ideologi mereka,” tegas Ali.
Ia menambahkan, saat ditunjuk sebagai instruktur perakit bom, pimpinan (imam) saat itu adalah orang yang berasal dari Kota Bima.
“Tau tidak siapa yang menunjuk saya. Saya ditunjuk oleh Amir saya yang berasal dari Kota Bima. Saya tidak ingin sebutkan namanya, kecuali untuk Polres dan Dandim,” katanya fulgar dan membuat para peserta sempat mengeluskan dada.
Ia pun mengaku, di kelompok kaum radikal itu dirinya diajari cara mendesain wilayah sasaran teror, cara menggunakan berbagai jenis senjata, cara menembak dan juga mempelajari taktik dan cara perang Infantri dan militer.
“Saat menjadi Playmaker atau pengatur serangan. Saya pun ingat ada beberapa pengatur serangan yang juga berasal dari Bima. Dan selama saya berada di kelompok tersebut, saya banyak mengenal orang Bima dan peranan mereka saat itu,” tandasnya.
Mungkin selama ini, sambung Ali, masyarakat Indonesia berprasangka atas adanya keterlibatan oknum BIN, oknum petinggi TNI atau oknum perwira kepolisisan yang bermain di belakang aksi terorisme yang selama ini terjadi. Sebenarnya, menurut Ali, penilaian tersebut adalah penilaian yang keliru dan salah.
Kata dia, tujuan kelompok terorisme ini ingin merubah dasar ideologi Negara Indonesia dengan dasar ideologi yang diyakinimereka.
“Dalam kelompok tersebut, semua paham ideologi di luar paham dan keyakinan mereka adalah salah. Dan penganutnya adalah kafir, termasuk Pemerintah,” terangnya..
Untuk itu, pada kesempatan tersebut, ia berharap, jadikan momentum deklarasi ini sebagai penyatukan langkah untuk menghalau dan mempersempit ruang gerak kelompok ekstrimis ini.
“Mari kita bersatu padu dan sadar akan bahaya laten gerakan radikalisme dan terorisme ini, agar tidak menjadi wabah dan merusak tatanan kehidupan bagi rakyat Indonesia,” serunya. (KS-08)
Ilustrasi
Ali bercerita banyak tentang keterlibatan oknum warga asal daerah Bima yang memiliki kegandrungan dengan paham Radikalisme dan Terorisme. Walau derasnya alunan suara turunnya hujan, tak membuyarkan cerita Ali dalam mendulang kisah lalunya dengan beberapa oknum warga Bima yang tergabung dalam kelompok kaum ekstrimis itu.
Pemilik nama samaran Manji, kadang juga dipanggil Salman, dan dikenal juga sebagai Abu Ridho itu secara gamblang menyebutkan, banyak orang Bima yang terlibat ke dalam kelompok radikal ini.
“Jangan heran kenapa Bima masuk zona merah sebagai daerah yang dicap radikal dan tumbuh berkembangnya terorisme, karena banyak warga Bima yang masuk dalam kelompok teroris. Setiap teror dan pengeboman kecil jika tak ada peranan dan keterlibatan warga Bima,” bebernya.
Ia bercerita, saat awal mengenal kelompok kaum ekstrimis ini di Malaysia, banyak warga Bima yang dikenalnya. Setiap jaringan yang dibangun di beberapa daerah seperti di Ambon, Poso dan Moro pasti akan bersentuhan dengan warga asal daerah Bima.
Ia pun mengaku keterlibatannya di kelompok pelaku teror ini bahkan lebih awal dari Doktor Azhari dan Nurdin M Top, yang dieksekusi mati atas kejadian teror di Bali. “Saya bukan baru di bagian kelompok ini. Doktor Azhari dan Nurdin M Top masih junior jauh di bawah saya. Tapi, sekarang saya orang yang melawan ideologi mereka,” tegas Ali.
Ia menambahkan, saat ditunjuk sebagai instruktur perakit bom, pimpinan (imam) saat itu adalah orang yang berasal dari Kota Bima.
“Tau tidak siapa yang menunjuk saya. Saya ditunjuk oleh Amir saya yang berasal dari Kota Bima. Saya tidak ingin sebutkan namanya, kecuali untuk Polres dan Dandim,” katanya fulgar dan membuat para peserta sempat mengeluskan dada.
Ia pun mengaku, di kelompok kaum radikal itu dirinya diajari cara mendesain wilayah sasaran teror, cara menggunakan berbagai jenis senjata, cara menembak dan juga mempelajari taktik dan cara perang Infantri dan militer.
“Saat menjadi Playmaker atau pengatur serangan. Saya pun ingat ada beberapa pengatur serangan yang juga berasal dari Bima. Dan selama saya berada di kelompok tersebut, saya banyak mengenal orang Bima dan peranan mereka saat itu,” tandasnya.
Mungkin selama ini, sambung Ali, masyarakat Indonesia berprasangka atas adanya keterlibatan oknum BIN, oknum petinggi TNI atau oknum perwira kepolisisan yang bermain di belakang aksi terorisme yang selama ini terjadi. Sebenarnya, menurut Ali, penilaian tersebut adalah penilaian yang keliru dan salah.
Kata dia, tujuan kelompok terorisme ini ingin merubah dasar ideologi Negara Indonesia dengan dasar ideologi yang diyakinimereka.
“Dalam kelompok tersebut, semua paham ideologi di luar paham dan keyakinan mereka adalah salah. Dan penganutnya adalah kafir, termasuk Pemerintah,” terangnya..
Untuk itu, pada kesempatan tersebut, ia berharap, jadikan momentum deklarasi ini sebagai penyatukan langkah untuk menghalau dan mempersempit ruang gerak kelompok ekstrimis ini.
“Mari kita bersatu padu dan sadar akan bahaya laten gerakan radikalisme dan terorisme ini, agar tidak menjadi wabah dan merusak tatanan kehidupan bagi rakyat Indonesia,” serunya. (KS-08)
COMMENTS