Kasus penyuapan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Bima kian memanas.
Kota Bima, KS.- Kasus penyuapan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kota Bima kian memanas. Pasalnya, setelah penyelidikan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima yang hasilnya membenarkan adanya kasus penyuapan saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMAN 1 Kota Bima. Kepala Dikpora Kota Bima pun meminta kepada Walikota untuk mengganti kepala SMAN 1 Kota Bima.
ilustrasi
Namun, pihak SMAN 1 Kota Bima membantah menerima suap saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ketua PPDB, Rudy mengatakan, pemberian Wali Murid itu bukan sebagai pentuk penyuapan melainkan sumbangan sukarela dari wali murid
“Benar kami menerima uang Rp 3 juta dari wali murid sebagai bentuk sumbangan sukarela. Tapi itu bukan berdasarkan permintaan dari sekolah,” ujar Rudy, seperti yang dilansir media online Kahaba, Selasa (12/7).
Kata Rudy, karena bentuknya sumbangan dari wali murid, pihaknya pun menerima uang itu. Sejauh ini, setiap sumbangan yang diberikan wali murid, maupun sumbangan dari pihak luar seperti dari alumni, pengusaha maupun dari pejabat selalu digunakan untuk peningkatan sarana dan prasarana sekolah.
“Sumbangan yang diberikan tidak masuk kantong pribadi, tapi untuk pembangunan infrastruktur sekolah. Walau sudah ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun dalam meningkatkan kualitas pendidikan tidak cukup dengan BOS saja. Apalagi Komite Sekolah sudah dihapus. Dan sumbangan dari pihak luar tetap kami terima demi meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah Ini,” ujarnya.
Ia pun membantah adanya pengumuman PPDB sebanyak dua kali Aku Rudy pengumuman dilakukan hanya satu kali, meskipun ada penambahan siswa baru yang diterima dari 366 siswa, menjadi 374 siswa.
“Penambahan dilakukan untuk mencukupi kuota 11 rombel, di mana masing-masing rombel terisi oleh 34 siswa. Batas maksimal itu harusnya 36 siswa. Dan dibandingkan sekolah lain, kami hanya menerima 34 siswa, dan justeru banyak sekolah lain yang menerima 36 siswa bahkan lebih,” tepisnya.
Di ruangan yang sama, Kepala SMAN 1 Kota Bima, Syafruddin menambahkan, pengumuman kelulusan siswa telah sesuai prosedur dan mekanisme sekolah. Berdasarkan urutan perengkingan nilai siswa saat melakukan tes.
“Kami mengambil urutan 1 sampai dengan 374 siswa, sesuai dengan kebutuhan 11 rombel. Saya beserta panitia berani mempertanggungjawabkan hasil PPDB,” ungkap guru Bahasa Indonesia itu.
Ia pun enggan mengomentari perihal pencopotan dirinya yang diusulkan oleh Kadis Dikpora Kota Bima. “Soal pencopotan, saya no comment, karena itu kewenangan Kepala Daerah,” ujarnya.
Dipanggil Dewan
Gayung bersambut, Kepala SMAN 1 dan Kadis Dikpora akhirnya dipanggil oleh DPRD Kota Bima. Komisi I DPRD Kota Bima pun telah melayangkan surat pemanggilan ke pihak terkait, guna melakukan klarifikasi kasus suap tersebut.
“Kami ingin mengklarifikasi tentang dugaan kasus suap yang terjadi di SMAN 1 Kota Bima. Secara resmi, kami sudah melayangkan pemanggilan kepada Kadis Dikpora dan Kepala SMAN 1 serta Panitia PPDB,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kota Bima, Anwar Arman, Selasa (13/7).
Kata Arman, setelah mengetahui kasus ini melalui pemberitaan di beberapa media, pihaknya langsung menjadikan kasus suap SMAN 1 Kota Bima menjadi atensi khusus.
“Ini menyangkut kredibilitas pendidikan di Kota Bima. Dan karena bidang pendidikan berkaitan dengan tupoksi kami di Komisi I, sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk menelusuri dan mencari tahu penyebab terjadinya penyuapan tersebut. Apalagi ada isu memuluskan siswa yang sebelumnya tidak lulus dengan embel-embel pemberian uang oleh wali murid, yang kemudian uang itu dijadikan dalih sebagai sumbangan pembangunan oleh pihak sekolah,” ungkapnya.
Mantan wartawan itu berharap, kasus suap di SMAN 1 Kota Bima, tidak terjadi di sekolah-sekolah lainnya.
“Bila itu terjadi, maka kondisi pendidikan di Kota Bima sudah di ujung tanduk,” tandas duta PKS itu.
Alumni pun Angkat Bicara
“Bukan Sumbangan Tapi itu Gratifikasi”
Alumni SMAN 1 Kota Bima lulusan tahun 2003, Agus Mawardy menilai bahwa pernyataan Ketua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah penyesatan. Kata Agus, dikatakan sumbangan sukarela tatkala pemberi sumbangan tidak memiliki kepentingan lain semata-mata karena ingin beribadah.
Kasus suap di SMAN 1 itu pemberi sumbangan (wali murid) menyerahkan uang jutaan rupiah dengan maksud agar anaknya yang tidak lolos seleksi akhirnya diterima untuk mengenyam pendidikan di SMA yang memiliki nilai gengsi tertinggi di Kota Bima itu.
“Bahasa sumbangan itu alasan pembenar pihak sekolah yang mencoba untuk lari dari kasus yang ada,” jelas Agus.
Ia menambahkan, secara hukum, pemberian itu bisa dikatakan sebagai gratifikasi atau suap yang dapat diproses secara pidana apalagi ada pengakuan pihak sekolah yang telah menerima uang dari wali murid.
“Saya kira, alasan pihak sekolah perlu diuji secara yuridis. Dan dengan adanya pemberitaan dari media massa, kasus ini sudah bisa dilakukan langkah penyelidikan oleh pihak kepolisian. Jika dalam pemeriksaan polisi nantinya, pemberian uang itu masuk dalam kategori gratifikasi, maka pihak pemberi dan pihak penerima harus ada sanksi yang diberikan. Dan menurut saya, untuk kasus ini harus didorong hingga ke pengadilan. Selain memberikan kepastian hukum, efek jeranya akan memberikan pelajaran bagi sekolah-sekolah lainnya,” pungkas mantan Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Bima itu.
Selain itu, pelarangan bagi sekolah penerima BOS memungut uang dari wali murid sudah jelas dalam ketentuan dan peraturan pendidikan yang ada saat ini, hingga tidak diberlakukannya lagi komite sekolah. Sebagai sekolah panutan yang saat ini bertaraf internasional, kasus ini telah mencoreng nama besar SMAN 1 Kota Bima.
“Selaku alumni, kami merasa terpukul dengan kasus yang terjadi di SMA 1 saat ini. Tahun 2003 lalu, pernah ada demonstrasi yang membongkar kasus-kasus seperti ini di SMA 1. Ternyata, kritikan pelajar saat itu, tidak menjadi pelajaran melainkan terpelihara dengan baik. Wajar saja, beberapa tahun belakangan ini, sudah tidak begitu banyak prestasi yang membanggakan di SMAN 1 Kota Bima,” tutur pria (31) asal Kelurahan Rabangodu Utara Kota Bima itu pada Koran Stabilitas, Rabu, (13/7) kemarin.
Untuk itu, Agus mengharapkan, Kepala SMAN 1 Kota Bima agar segera dicopot dan diganti. Penggantinya pun harus diseleksi secara jujur dan mampu memenuhi kriteria dan persyaratan yang ada.
“Saya kira, Walikota akan segera mengevaluasi keberadaan Kepala SMAN 1 Kota Bima. Beliau juga kan alumni dari SMAN 1, dan kebijakan mengganti kepala sekolah yang diduga bermasalah adalah bentuk ketegasan dan kepedulian seorang kepala daerah dalam mewujudkan dunia pendidikan yang lebih baik. Dan jika Walikota melakukan pembiaran, maka akan menuai pertanyaan publik yang lebih jauh lagi,” paparnya. (KS-008)
ilustrasi
Namun, pihak SMAN 1 Kota Bima membantah menerima suap saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ketua PPDB, Rudy mengatakan, pemberian Wali Murid itu bukan sebagai pentuk penyuapan melainkan sumbangan sukarela dari wali murid
“Benar kami menerima uang Rp 3 juta dari wali murid sebagai bentuk sumbangan sukarela. Tapi itu bukan berdasarkan permintaan dari sekolah,” ujar Rudy, seperti yang dilansir media online Kahaba, Selasa (12/7).
Kata Rudy, karena bentuknya sumbangan dari wali murid, pihaknya pun menerima uang itu. Sejauh ini, setiap sumbangan yang diberikan wali murid, maupun sumbangan dari pihak luar seperti dari alumni, pengusaha maupun dari pejabat selalu digunakan untuk peningkatan sarana dan prasarana sekolah.
“Sumbangan yang diberikan tidak masuk kantong pribadi, tapi untuk pembangunan infrastruktur sekolah. Walau sudah ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS), namun dalam meningkatkan kualitas pendidikan tidak cukup dengan BOS saja. Apalagi Komite Sekolah sudah dihapus. Dan sumbangan dari pihak luar tetap kami terima demi meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah Ini,” ujarnya.
Ia pun membantah adanya pengumuman PPDB sebanyak dua kali Aku Rudy pengumuman dilakukan hanya satu kali, meskipun ada penambahan siswa baru yang diterima dari 366 siswa, menjadi 374 siswa.
“Penambahan dilakukan untuk mencukupi kuota 11 rombel, di mana masing-masing rombel terisi oleh 34 siswa. Batas maksimal itu harusnya 36 siswa. Dan dibandingkan sekolah lain, kami hanya menerima 34 siswa, dan justeru banyak sekolah lain yang menerima 36 siswa bahkan lebih,” tepisnya.
Di ruangan yang sama, Kepala SMAN 1 Kota Bima, Syafruddin menambahkan, pengumuman kelulusan siswa telah sesuai prosedur dan mekanisme sekolah. Berdasarkan urutan perengkingan nilai siswa saat melakukan tes.
“Kami mengambil urutan 1 sampai dengan 374 siswa, sesuai dengan kebutuhan 11 rombel. Saya beserta panitia berani mempertanggungjawabkan hasil PPDB,” ungkap guru Bahasa Indonesia itu.
Ia pun enggan mengomentari perihal pencopotan dirinya yang diusulkan oleh Kadis Dikpora Kota Bima. “Soal pencopotan, saya no comment, karena itu kewenangan Kepala Daerah,” ujarnya.
Dipanggil Dewan
Gayung bersambut, Kepala SMAN 1 dan Kadis Dikpora akhirnya dipanggil oleh DPRD Kota Bima. Komisi I DPRD Kota Bima pun telah melayangkan surat pemanggilan ke pihak terkait, guna melakukan klarifikasi kasus suap tersebut.
“Kami ingin mengklarifikasi tentang dugaan kasus suap yang terjadi di SMAN 1 Kota Bima. Secara resmi, kami sudah melayangkan pemanggilan kepada Kadis Dikpora dan Kepala SMAN 1 serta Panitia PPDB,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kota Bima, Anwar Arman, Selasa (13/7).
Kata Arman, setelah mengetahui kasus ini melalui pemberitaan di beberapa media, pihaknya langsung menjadikan kasus suap SMAN 1 Kota Bima menjadi atensi khusus.
“Ini menyangkut kredibilitas pendidikan di Kota Bima. Dan karena bidang pendidikan berkaitan dengan tupoksi kami di Komisi I, sudah menjadi kewajiban bagi kami untuk menelusuri dan mencari tahu penyebab terjadinya penyuapan tersebut. Apalagi ada isu memuluskan siswa yang sebelumnya tidak lulus dengan embel-embel pemberian uang oleh wali murid, yang kemudian uang itu dijadikan dalih sebagai sumbangan pembangunan oleh pihak sekolah,” ungkapnya.
Mantan wartawan itu berharap, kasus suap di SMAN 1 Kota Bima, tidak terjadi di sekolah-sekolah lainnya.
“Bila itu terjadi, maka kondisi pendidikan di Kota Bima sudah di ujung tanduk,” tandas duta PKS itu.
Alumni pun Angkat Bicara
“Bukan Sumbangan Tapi itu Gratifikasi”
Alumni SMAN 1 Kota Bima lulusan tahun 2003, Agus Mawardy menilai bahwa pernyataan Ketua Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah penyesatan. Kata Agus, dikatakan sumbangan sukarela tatkala pemberi sumbangan tidak memiliki kepentingan lain semata-mata karena ingin beribadah.
Kasus suap di SMAN 1 itu pemberi sumbangan (wali murid) menyerahkan uang jutaan rupiah dengan maksud agar anaknya yang tidak lolos seleksi akhirnya diterima untuk mengenyam pendidikan di SMA yang memiliki nilai gengsi tertinggi di Kota Bima itu.
“Bahasa sumbangan itu alasan pembenar pihak sekolah yang mencoba untuk lari dari kasus yang ada,” jelas Agus.
Ia menambahkan, secara hukum, pemberian itu bisa dikatakan sebagai gratifikasi atau suap yang dapat diproses secara pidana apalagi ada pengakuan pihak sekolah yang telah menerima uang dari wali murid.
“Saya kira, alasan pihak sekolah perlu diuji secara yuridis. Dan dengan adanya pemberitaan dari media massa, kasus ini sudah bisa dilakukan langkah penyelidikan oleh pihak kepolisian. Jika dalam pemeriksaan polisi nantinya, pemberian uang itu masuk dalam kategori gratifikasi, maka pihak pemberi dan pihak penerima harus ada sanksi yang diberikan. Dan menurut saya, untuk kasus ini harus didorong hingga ke pengadilan. Selain memberikan kepastian hukum, efek jeranya akan memberikan pelajaran bagi sekolah-sekolah lainnya,” pungkas mantan Ketua Pelajar Islam Indonesia (PII) Bima itu.
Selain itu, pelarangan bagi sekolah penerima BOS memungut uang dari wali murid sudah jelas dalam ketentuan dan peraturan pendidikan yang ada saat ini, hingga tidak diberlakukannya lagi komite sekolah. Sebagai sekolah panutan yang saat ini bertaraf internasional, kasus ini telah mencoreng nama besar SMAN 1 Kota Bima.
“Selaku alumni, kami merasa terpukul dengan kasus yang terjadi di SMA 1 saat ini. Tahun 2003 lalu, pernah ada demonstrasi yang membongkar kasus-kasus seperti ini di SMA 1. Ternyata, kritikan pelajar saat itu, tidak menjadi pelajaran melainkan terpelihara dengan baik. Wajar saja, beberapa tahun belakangan ini, sudah tidak begitu banyak prestasi yang membanggakan di SMAN 1 Kota Bima,” tutur pria (31) asal Kelurahan Rabangodu Utara Kota Bima itu pada Koran Stabilitas, Rabu, (13/7) kemarin.
Untuk itu, Agus mengharapkan, Kepala SMAN 1 Kota Bima agar segera dicopot dan diganti. Penggantinya pun harus diseleksi secara jujur dan mampu memenuhi kriteria dan persyaratan yang ada.
“Saya kira, Walikota akan segera mengevaluasi keberadaan Kepala SMAN 1 Kota Bima. Beliau juga kan alumni dari SMAN 1, dan kebijakan mengganti kepala sekolah yang diduga bermasalah adalah bentuk ketegasan dan kepedulian seorang kepala daerah dalam mewujudkan dunia pendidikan yang lebih baik. Dan jika Walikota melakukan pembiaran, maka akan menuai pertanyaan publik yang lebih jauh lagi,” paparnya. (KS-008)
COMMENTS