Kota Bima, KS .- Polemik pasca kegaduhan yang terjadi saat momen Rapat Paripurna, Jumat (5/8) pekan lalu di DPRD Kota Bima kian memanas. Pem...
Kota Bima, KS.- Polemik pasca kegaduhan yang terjadi saat momen Rapat Paripurna, Jumat (5/8) pekan lalu di DPRD Kota Bima kian memanas. Pemicunya, bukan saja karena terjadinya pro dan kontra antar politisi yang tengah menjalankan rapat paripurna di hadapan Walikota Bima tersebut. Tetapi, reaksi ‘panas’ pun muncul lantaran adanya pernyataan dalam pemberitaan Koran Stabilitas pada dua edisi yang lalu oelh mantan anggota DPRD yang juga seorang pengusaha tentang adanya muatan kepentingan lain dibalik kegaduhan anggota saat paripurna.
H.Armansyah, SE duta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Bima menuding pernyataan eks wakil rakyat itu asbun (asal bunyi). Kata Arman, pernyataan tersebut terkesan menyudutkan wakil rakyat yang ada di DPRD Kota Bima saat ini. Menurut dia, kisruh yang terjadi saat rapat paripurna Jum,at (5/8) lalu, menyangkut prosedur penyusunan APBD.
“Tudingan yang disampaikan eks wakil rakyat itu subyektif. Wajar apabila rakyat tidak memilihnya untuk kembali duduk di kursi lembaga ini. Bagi saya, dia adalah politisi yang kurang paham dengan aturan.Lagi pula, saat pembahasan di paripurna tersebut melenceng dengan kesepakatan awal tentang agenda yang ingin dibahas," ujar Ketua Gapensi Kota Bima kepada Wartawan koran stabilitas belum lama ini.
Semestinya, lanjut Arman, dirinya kembali menegaskan, ada perbedaan pendapat di mana pokok-pokok pikiran (pokir) dewan belum dibahas bersama pihak eksekutif, namun dipaksakan dilakukan penandatanganan nota kesepahaman rencana KUPA dan PPAS APBD Perubahan Tahun 2016.
Dijelaskannya, perbedaan pendapat hingga melahirkan pro dan kontra saat paripurna waktu itu bukan karena soal terakomidir atau tidaknya kepentingan proyek anggota dewan.
Menurutnya, harusnya yang dibahas dalam paripurna itu adalah pokok-pokok pikiran (pokir) eksekutif dan legislatif. Faktanya, justru yang dibahas hanya ide dan pokok pikiran pihak eksekutif saja. Sedangkan, pokok pikiran legislatif yang diserap melalui kegiatan reses sama sekali tidak dibahas dalam penyusunan APBD.
“Soal pokir dewan yang tidak terakomodir adalah substansi masalah yang memicu reaksi dan protes anggota dewan yang lain. Itu penyebab sesungguhnya, bukan soal terakomidir atau tidaknya kepentingan proyek anggota dewan,” sesal pengusaha bengkel variasi mobil itu."
Disorotnya, pernyataan eks mantan anggota dewan tersebut adalah omong kosong belaka dan sangat bertolak belakang dengan fakta sesungguhnya. “Lain yang dibahas, lain pula yang ia tanggapi," tandasnya.
Ia menambahkan, penyesuaian ide dan pokir antara eksekutif dan legislatif sudah diatur dalam UU nomor 32 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Intinya, kata Arman, terdapat mekanisme dan tahapan yang harus dilalui pada alur penyusunan APBD.
Sejatinya, tegas Arman, apapun bentuk permasalahan menyangkut kepentingan Rakyat dan daerah harus dibahas secara bersama antara Eksekutif dan Legislatif. Apalagi, masing-masing memiliki kepentingan dimana aspirasi rakyat yang diserap eksekutif melalui kegiatan Musrenbag, sementara aspirasi rakyat yang diserap oleh anggota legislatif melalui kegiatan reses.
“Idealnya, bukan idenya Walikota Bima HM. Qurais saja yang dibahas dan langsung ditetapkan, sedangkan aspirasi rakyat lewat hasil reses dewan sama sekali tidak dibahas dalam paripurna itu. Padahal, tujuan dari pada pembahasan penyusunan APBD adalah hasil analisa bersama antar dua lembaga negara (eksekutif dan legislatif) dalam menjalankan roda pemerintahan,” terangnya.
Ujungnya, menurut dia, keputusan yang diambil dalam rapat paripurna dewan yang terhormat, semata-mata demi kepentingan rakyat yang tercermin dan dituangkan dalam Rencana Kerja Daerah (RKD) dan APBD.
"Karena itu, saya minta agar politisi yang hanya berani bermain di belakang layar itu tidak asal bicara. Saya kira tidak ada salahnya, dan sebelum memberikan pernyataan di media, alangkah bijaknya digali dan dicari tahu lebih dahulu pemicu dan kondisi obyektif dari masalah yang dibahas," sarannya.
Ia menambahkn, terkait dengan pemahanab dalam Tata Tertib (Tatib) di DPRD Kota Bima, selama ini, dalam menjalankan Tatib yang ada terjadi kekeliruan tentang pemahaman fungsi dewan terutama keberadaan Komisi yang merupakan alat kelengkapan dewan.
“Walau dalam Tatib tidak diamanatkan soal fungsi dewan di tingkat komisi. Tetapi secara teknisnya, segala macam persoalan masyarakat semua harus dibahas pada tingkat Komisi termasuk saat mengklinis APBD bersama pihak Eksekutif,” pungkasnya.
Dijelaskannya juga, dalam memfungsikan Tatib menyangkut keberadaan alat kelengkapan dewan seperti Komisi di DPRD, semestinya harus dipahami secara utuh dan perlu dipahami juga oleh pihak eksekutif.
“Jadi, tidak ada kaitanya dengan keinginan perubahan Tatib, lebih-lebih yang mengarah pada permainan agar kepentingan anggota dewan diluar Badan Anggaran (Banggar) bisa terakomodir, di tengah isu hanya anggota Banggar saja yang mendapat jatah proyek. Dan perlu saya tekankan, soal jatah proyek yang didapat oleh semua anggota di DPRD Kota Bima itu tidak benar,” tegasnya.
Terakhir, soal pernyataan eks anggota dewan, bagi Arman, hal itu terlalu mengada-ngada.
“Pada prinsipnya, yang kami perjuangkan adalah kepentingan rakyat dan daerah. Mungkin berbeda dengan anggota dewan di periode sebelumnya atau mungkin hal yang dia (eks anggota dewan, red) maksudkan adalah kebiasaan yang sering dimainkan saat dia menjadi anggota dewan. Yang jelas, beda periode beda karakter dewannya. Kami di sini hanya memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerah semata,” tutup mantan Ketua STIE Bima itu. (KS-03)
COMMENTS