Bima, KS.- Setelah menempuh perjalanan lebih dari 150 KM selama 3 hari, akhirnya ratusan orang masyarakat asal Desa Oi Katupa Kecamatan Tam...
Bima, KS.- Setelah menempuh perjalanan lebih dari 150 KM selama 3 hari, akhirnya ratusan orang masyarakat asal Desa Oi Katupa Kecamatan Tambora dan warga Desa Piong Kecamatan Sanggar tiba di depan gedung DPRD Kabupaten Bima, Rabu (24/8) siang. Kehadiran mereka di depan kantor wakil rakyat itu langsung menggelar aksi demonstrasi dan menyampaikan tuntutan atas pelanggaran PT. Sanggar Agro Karya Persada (SAKP) terhadap Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2012 tentang Pemekaran 23 Desa.
Kordinator Umum (Kordum) Arif Kurniawan dalam orasinya mengatakan, anggota DPRD Kabupaten Bima semuanya bodoh dalam memahami Perda yang dibuatnya sendiri. Kata dia, dalam Perda nomor 2 tahun 2012 tersebut jelas keberadaan Desa Oi Katupa dan Desa piong memiliki wilayah kekuasaan hukum yang jelas. Namun, telah dirampas oleh PT. SAKP karena mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dari pemerintah pusat.
“Semestinya, anggota DPRD paham bahwa pengambilalihan lahan oleh PT. SAKP atas tanah yang selama ini dikuasai oleh warga di Desa Oi Katupa dan Desa Piong adalah ‘pembunuhan’ mata pencaharian hidup rakyat selama ini,” tegasnya.
Namun, kata dia, sikap 45 orang anggota DPRD yang menutup mata atas kasus rakyat di Kabupaten Bima khususnya di Kecamatan Sanggar dan Tambora perlu ditata dan dicuci kembali otaknya agar mereka sadar akan keberadaannya di dalam gedung mewah ini atas pilihan dan suara rakyat di Kabupaten Bima.
Dijelaskannya, kondisi mata air yang ada di Desa Oi Katupa yang selama ini dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup masyarakat, telah dikuasi dan dialihkan oleh PT. SAKP untuk menyirami bibit tanaman kayu putih milik PT. SAKP.
“Imbasnya, saat ini warga di Desa Oi Katupa sangat kesusahan air. Jangankan untuk kebutuhan mengairi ladang dan perkebunannya. Untuk kebutuhan air sehari-hari pun sudah susah,” ujarnya, Rabu (24/8).
Ia menambahkan, keberadaan PT. SAKP dalam operasi proyek penanaman ribuan bibit tanaman kayu putih di Tambora dan Sanggar, ladang dan perkebunan warga yang sudah bertahun-tahun menjadi tumpuan hidup rakyat di Tambora, saat ini kondisinya sudah diratakan dan diklaim oleh PT. SAKP.
“Sudah tidak ada lagi lahan produktif yang dikuasai warga untuk bercocok tanah. Lebih parahnya lagi, keberadaan Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang dijadikan lahan perkuburan warga sudah di kuasai PT. SAKP, dan hingga saat ini warga mengalami kesulitan lahan bagi penguburan jenazah di Desa Oi Katupa,” jelasnya.
Di samping itu, Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Kabupaten Bima itu menegaskan, keberadaan oknum anggota TNI dan Polri yang mengintimidasi dan menakut-nakuti warga dan membela keberadaan PT. SAKP agar dilakukan pembinaan dan pemberian sanksi yang tegas oleh Pimpinan TNI dan Polri.
“Kami meminta Bapak Kapolda dan Danrem NTB agar memberikan sanksi yang tegas kepada oknum anggota yang selama ini telah mengintimidasi dan menakut-nakuti warga dan menjadi ‘bodyguard’ peliharaan PT. SAKP,” tandasnya.
Kata dia, jika aspirasi dan tuntutan aksi penyelamatan pasal 33 UUD 1945 ini tidak direspon dan diakomodir oleh DPRD Kabupaten Bima. Diakuinya, masa aksi yang tergabung dari PRD Kabupaten Bima, LMND Kabupaten Bima, HMI MPO Bima, STN Bima bersama ratusan rakyat Desa Oi Katupa dan Desa Piong akan berkemah di depan DPRD Kabupaten Bima.
“Jalan kaki ratusan kilometer telah kami tempuh selama tiga hari. Jika aspirasi ini tidak juga didengar dan diakomodir oleh pemerintah, maka kami akan berkemah di depan gedung DPRD Kabupaten Bima hingga waktu yang tidak ditentukan,” pungkas alumni STISIP Mbojo Bima yang sering di sapa Bonar itu.
Terkait adanya isu bahwa aksi ini ditunggangi kepentingan politik dan mengalihkan masalah mafia tanah di Kecamatan Tambora, Bonar membantah keras tudingan tak bertanggung jawab yang disampaikan humas PT. SAKP.
Kata dia, kehadiran ratusan rakyat Desa Oi Katupa yang dipimpin langsung oleh Kepala Desa, Kepala Dusun bahkan Ketua RT dan RW maupun masyarakat asal Desa Piong di DPRD Kabupaten Bima adalah bukti nyata bahwa perjuangan ini tidak ada kepentingan dan muatan politik lainnya.
“Kami tidak punya uang membayar masyarakat. Ini perjuangan lillahita’ala rakyat di Desa Oi Katupa dan Desa Piong yang sejak dua tahun yang lalu tanahnya telah tereksploitasi dan hidupnya telah dirampas oleh PT. SAKP,” tegasnya.
Pantauan Wartawan Koran Stabilitas, terlihat ratusan massa aksi hingga Rabu (24/8) malam masih terlihat solid dan tidur beralaskan tarpal di dalam halaman gedung DPRD Kabupaten Bima. (KS-08)
COMMENTS