Pada tanggal 18 Juli 2016 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menjelaskan secara rinci, bahwa penduduk miskin, atau penduduk dengan ...
Pada tanggal 18 Juli 2016 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menjelaskan secara rinci, bahwa penduduk miskin, atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada Maret 2016 di Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa, atau sebesar 10,86 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
BIMA, KS.- Berdasarkan profil kemiskinan BPS, walaupun dari sisi jumlah kemiskinan di perdesaan menurun, namun secara persentase penduduk miskin meningkat. Pada bulan Maret 2015 persentase penduduk miskin perdesaan sebesar 14,21 persen, lalu turun pada September 2015 menjadi 14,09 persen kemudian naik 0,02 persen di bulan Maret 2016 menjadi 14,11 persen. Bila mengacu data Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus menurun dari 102,55 pada Januari 2016 menjadi 101,47 pada Juni 2016, maka wajar jika persentase kemiskinan di perdesaan meningkat, karena usaha pertanian menurun.
“Oleh karena itu, kami menyatakan bahwa indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan dearah perdesaan dalam satu tahun ini meningkat,” ujar Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).
Indeks kedalaman kemiskinan daerah perdesaan pada Maret 2015 sebesar 2,55 atau lebih rendah dari bulan Maret 2016 sebesar 2,74. Hal ini menunjukan bahwa ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan masih tinggi. Seiring dengan itu, indeks keparahan kemiskinan daerah perdesaan pada periode yang sama juga meningkat dari 0,71 menjadi 0,79.
“Dalam satu tahun ini, di daerah perdesaan, penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan adalah beras. Ini ‘kan paradoks, terutama untuk Indonesia yang mengusung kedaulatan pangan,” ujar Henry lagi.
“Berarti masih ada yang salah secara fundamental, “ tukas Henry. “Pemerintah tidak menjalankan kedaulatan pangan sebagaimana yang dinyatakan di dalam Nawa Cita. Alih-alih menjalankan redistribusi kemakmuran dan sumber daya agraria, hampir dua tahun ini pemerintah justru melanjutkan keberpihakan terhadap modal besar, dengan deregulasi di Paket Ekonomi dan pembagian tanah kepada perusahaan gula dan pangan,”urainya.
Berdasarkan laporan bulanan data sosial ekonomi BPS bulan Juli 2016, dalam kurun waktu Februari 2015 – Februari 2016 tenaga kerja pertanian berkurang sebanyak 1,83 juta jiwa, dari angka 40,12 juta jiwa turun menjadi 38,29 juta jiwa. “Ini berarti bertani tidak menarik lagi. Harus diubah secara fundamental: pemerintah harus memberi rakyat insentif untuk bertani,” pungkas Henry.
Lalu apa kaitan dengan Pemerintah Kabupaten Bima ?.Pertengahan bulan Pebruari 2016 kemarin, Bupati dan Wakil Bupati Bima dilantik oleh Gubernur NTB atasnam Menteri Dalam Negeri RI. Artinya, 10 bulan berjalan keduanya memimpin Daerah ini, dan berhasil mengurangi sedikit angka kemiskinan dari `16,04 persen di Tahun 2015 menjadi 15,85 persen di Tahun 2016 sekarang, sementara di Tahun 2014 angka kemiskinan yang melanda rakyat Kabupaten Bima dengan posisi 16,08 persen, dari total penduduk 518ribu jiwa.
“Alhamduillah, sekarang sudah ada pengurangan angka kemiskinan di Kabupaten Bima. Mudah-mudahan di tahun akan datang terjadi pengurangan yang signifikan, sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Bima dianggap berhasil merealisasikan MoU dengan Pemerintah Propinsi NTB yang menargettkan sampai tahun 2019 turun hingga 15 persen,”ujarnya harap.
Untuk mengurangi angka kemiskinan tidaklah mudah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bima sekarang, karena terjadi pertumbuhan penduduk yang sedikit bertambah banyak di Kabupaten Bima, ditambah lagi dengan angka pengangguran yang mencapai 3,7 persen atau sekitar 17ribu lebih jiwa dari total penduduk secara keseluruhan.”Kita bisa lihat sendiri banyaknya perguruan tinggi di bima yang mencetak mahasiswa menjadi seorang sarjana. Nah, semakin banyak yang diwisuda, semakin tinggi pula angka pengangguran di Kabupaten Bima ini,”tandasnya.(KS-R01)
BIMA, KS.- Berdasarkan profil kemiskinan BPS, walaupun dari sisi jumlah kemiskinan di perdesaan menurun, namun secara persentase penduduk miskin meningkat. Pada bulan Maret 2015 persentase penduduk miskin perdesaan sebesar 14,21 persen, lalu turun pada September 2015 menjadi 14,09 persen kemudian naik 0,02 persen di bulan Maret 2016 menjadi 14,11 persen. Bila mengacu data Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus menurun dari 102,55 pada Januari 2016 menjadi 101,47 pada Juni 2016, maka wajar jika persentase kemiskinan di perdesaan meningkat, karena usaha pertanian menurun.
“Oleh karena itu, kami menyatakan bahwa indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan dearah perdesaan dalam satu tahun ini meningkat,” ujar Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).
Indeks kedalaman kemiskinan daerah perdesaan pada Maret 2015 sebesar 2,55 atau lebih rendah dari bulan Maret 2016 sebesar 2,74. Hal ini menunjukan bahwa ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan masih tinggi. Seiring dengan itu, indeks keparahan kemiskinan daerah perdesaan pada periode yang sama juga meningkat dari 0,71 menjadi 0,79.
“Dalam satu tahun ini, di daerah perdesaan, penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan adalah beras. Ini ‘kan paradoks, terutama untuk Indonesia yang mengusung kedaulatan pangan,” ujar Henry lagi.
“Berarti masih ada yang salah secara fundamental, “ tukas Henry. “Pemerintah tidak menjalankan kedaulatan pangan sebagaimana yang dinyatakan di dalam Nawa Cita. Alih-alih menjalankan redistribusi kemakmuran dan sumber daya agraria, hampir dua tahun ini pemerintah justru melanjutkan keberpihakan terhadap modal besar, dengan deregulasi di Paket Ekonomi dan pembagian tanah kepada perusahaan gula dan pangan,”urainya.
Berdasarkan laporan bulanan data sosial ekonomi BPS bulan Juli 2016, dalam kurun waktu Februari 2015 – Februari 2016 tenaga kerja pertanian berkurang sebanyak 1,83 juta jiwa, dari angka 40,12 juta jiwa turun menjadi 38,29 juta jiwa. “Ini berarti bertani tidak menarik lagi. Harus diubah secara fundamental: pemerintah harus memberi rakyat insentif untuk bertani,” pungkas Henry.
Lalu apa kaitan dengan Pemerintah Kabupaten Bima ?.Pertengahan bulan Pebruari 2016 kemarin, Bupati dan Wakil Bupati Bima dilantik oleh Gubernur NTB atasnam Menteri Dalam Negeri RI. Artinya, 10 bulan berjalan keduanya memimpin Daerah ini, dan berhasil mengurangi sedikit angka kemiskinan dari `16,04 persen di Tahun 2015 menjadi 15,85 persen di Tahun 2016 sekarang, sementara di Tahun 2014 angka kemiskinan yang melanda rakyat Kabupaten Bima dengan posisi 16,08 persen, dari total penduduk 518ribu jiwa.
“Alhamduillah, sekarang sudah ada pengurangan angka kemiskinan di Kabupaten Bima. Mudah-mudahan di tahun akan datang terjadi pengurangan yang signifikan, sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Bima dianggap berhasil merealisasikan MoU dengan Pemerintah Propinsi NTB yang menargettkan sampai tahun 2019 turun hingga 15 persen,”ujarnya harap.
Untuk mengurangi angka kemiskinan tidaklah mudah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bima sekarang, karena terjadi pertumbuhan penduduk yang sedikit bertambah banyak di Kabupaten Bima, ditambah lagi dengan angka pengangguran yang mencapai 3,7 persen atau sekitar 17ribu lebih jiwa dari total penduduk secara keseluruhan.”Kita bisa lihat sendiri banyaknya perguruan tinggi di bima yang mencetak mahasiswa menjadi seorang sarjana. Nah, semakin banyak yang diwisuda, semakin tinggi pula angka pengangguran di Kabupaten Bima ini,”tandasnya.(KS-R01)
COMMENTS