Peta Kepemilikan Asing Atas Blok Migas dan Batubara di Indonesia (Sumber: BP Migas) JAKARTA, KS.- “Indonesia Darurat Mafia Migas”, situ...
Peta Kepemilikan Asing Atas Blok Migas dan Batubara di Indonesia (Sumber: BP Migas) |
JAKARTA, KS.- “Indonesia Darurat Mafia Migas”, situasi ini tepat disematkan kepada Indonesia setelah terbongkarnya skandal di tubuh Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Mengutip Berita Media Stabilitas.com dengan judul,” Mafia Migas telah “menggarong” Rp 250 Triliun dari Petral. Dari hasil audit forensik terhadap anak perusahaan Pertamina tersebut ditemukan anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014 yang lalu.
Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Wow, angka yang sangat fantastis!
Sudah menjadi rahasia umum, terjadi korupsi besar-besaran akibat praktek mafia dan kartel di industri Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) serta Minyak dan Gas Bumi (Migas) baik di Industri hulu maupun hilir.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengelolaan tambang Minerba dan Migas adalah salah satu sumber korupsi terbesar di Indonesia selain pajak dan penyelewengan anggaran di Pemerintahan.
Selain kasus Petral, yang ramai dibicarakan saat ini di media sosial adalah berita pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) dalam negosiasi Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh Setya Novanto Cs.
Seperti diketahui, dalam kasus perpanjangan KK PTFI diduga ada permainan intrik politisi yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres JK. Politisi ini mengaku sebagai penghubung agar perusahaan tambang asal Amerika itu bisa mendapat perpanjangan izin operasi kontrak karya setelah tahun 2021.
Sebagai kompensasinya, oknum politisi itu meminta sejumlah saham PTFI, di mana perseroan saat ini diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya sebagai implementasi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 23 tahun 2010 terkait Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba.
Perpanjangan KK usaha Minerba dan Kontrak Kerjasama (KKS) Migas memang rawan ditunggangi mafia dan makelar, publik Indonesia perlu mengawasinya. Ternyata, tidak hanya perusahaan tambang seperti PTFI yang akan akan habis masa kontraknya di Indonesia. Ada 25 KKS perusahaan Migas baik asing maupun dalam negeri yang akan habis 5 tahun ke depan. Berikut daftar 25 KKS blok migas yang akan habis sampai 2021, berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengutip detikFinance.
Offshore Mahakam dioperatori Total E&P Indonesie, dan akan habis kontraknya pada Desember 2017;
1. ONWJ dioperatori PHE-ONWJ, dan akan habis kontraknya pada Januari 2017
2. Attaka dioperatori Inpex-Corporation, dan akan habis kontraknya pada Maret 2017
3. Lematang dioperatori Medco E&P (Lematang), dan akan habis kontraknya pada April 2017
4. Tuban di operatori JOB Pertamina-Petrochina East Java, dan akan habis kontraknya pada Februari 2018
5. Ogan Komering akan habis kontraknya pada JOB Pertamina-Talisman, pada Februari 2018
6. North Sumatera 'B' Blok dioperatori Exxonmobil Oil Indonesia.INC, dan akan habis kontraknya pada Oktober 2018
7. Sanga-sangga Block dioperatori Vico Indonesia Company, dan akan habis kontraknya pada Agustus 2018
8. Southeast Sumatra dioperatori CNOOC Ses Ltd, dan akan habis kontraknya pada September 2018
9. Tengah Block dioperatori JOB Total Tengah Indonesia Petroleum, dan akan habis kontraknya pada Oktober 2018
10. NSO-NSO Ext dioperatori Mobil Exploration Indonesia, dan akan habis kontraknya pada Oktober 2018
11. East Kalimantan dioperatori Chevron Indonesia Ltd, dan akan habis kontraknya pada Oktober 2018
12. Bula dioperatori Kalrez Petroleum (Seram) Ltd, dan akan habis kontraknya pada Oktober 2019
13. Seram-Non Bula Block dioperatori Citc Seram Energy Ltd, dan akan habis kontraknya pada Oktober 2019
14. Pendopo & Raja Block dioperatori Job Pertamina-Golden Spike Energy Ind, dan akan habis kontraknya pada Juli 2019
15. Jambi-Merang Block dioperatori Pertamina-Talisman Jambi Merang, dan akan habis kontraknya pada Februari 2019
16. South Jambi B Blok dioperatori Conocophillips, dan akan habis kontraknya pada Januari 2020
17. Makasar Strait-Offshore A dioperatori Chevron Makasar, Ltd, dan akan habis kontraknya pada Januari 2020
18. Malacca Strait dioperatori EMP Malacca Strait S.A, dan akan habis kontraknya pada Agustus 2020
19. Brantas dioperatori Lapindo Brantas INC, dan akan habis kontraknya pada April 2020
20. Salawati Block dioperatori JOB Pertamina-Petrochina Salawati, dan akan habis kontraknya pada April 2020
21. Kepala Burung Blok A dioperatori Petrochina International (Bermuda), dan akan habis kontraknya pada Oktober 2020
22. Rokan dioperatori Chevron Pacific Indonesia, INC, dan akan habis kontraknya pada Agustus 2021
23. Bentu Segat dioperatori Kalila (Bentu) Ltd, dan akan habis kontraknya pada Mei 2021
24. Selat panjang dioperatori Petroselat, Ltd ,dan akan habis kontraknya pada September 2021
Lemah dalam Negosiasi KK Industri Minerba dan KKS Migas, Indonesia Terancam "Disintegrasi"
Selama ini Pemerintah selalu berpihak kepada perusahaan swasta baik lokal maupun asing sehingga banyak menimbulkan reaksi dari masyarakat.
Pada tahun 2012 ada 3 (tiga) kasus yang menjadi perhatian publik akibat kebijakan Pemerintah yang pro asing, di antaranya Kasus Blok Siak di Riau yang akhirnya diminta dikelola oleh BUMD, Kasus Blok Tangguh di Papua dan yang paling heboh kasus Blok Mahakam sampai menimbulkan reaksi dari masyarakat Kalimantan Timur untuk memisahkan diri dari Indonesia jika Blok Mahakam tetap diberikan kepada asing.
Saat ini di Provinsi Lampung juga berkembang aspirasi masyarakat agar Kontrak Kerjasama China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) pemilik hak pengelolaaan minyak di lepas pantai Lampung Timur yang akan berakhir tahun 2018, agar ditinjau kembali.
CNOOC hadir di Indonesia dengan nama CNOOC Southeast Sumatera Ltd sebagai salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang ditunjuk BP Migas untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi di lepas pantai Laut Jawa, sekitar 90 km sebelah utara Teluk Jakarta. Wilayah ini masuk Provinsi Lampung, Bangka Belitung dan DKI Jakarta.
CNOOC memiliki produksi 48.000 barel minyak per hari, selain itu mereka memasok gas untuk PLN dalam fase 1 sebesar 55 Juta kaki kubik (sekitar 1,56 Juta meter kubik). Konon, di blok Migas Laut Jawa yang dikenal dengan Blok Sumatera Tenggara (South East Sumatera Block) ditemukan potensi kandungan minyak baru di lapangan Manik. Tentu saja, jika blok ini dikelola sendiri oleh Pemerintah Indonesia, akan lebih menguntungkan, terlebih untuk pemasukan daerah di Provinsi Lampung, Bangka Belitung dan DKI Jakarta sebagai pemilik saham blok tersebut.
Sudah banyak keuntungan dari hasil tambang Minerba Indonesia hanya dinikmati segelintir broker, oknum-oknum pejabat pemerintah dan perusahaan asing karena mereka bagian dari Mafia Migas dan Minerba.
Kini, sudah saatnya Pemerintah Jokowi meninjau ulang semua KK usaha Minerba dan KKS Migas di Indonesia. Agar kekayaan alam Indonesia, benar-benar untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan kesejahteraan Mafia Migas. Kalau diperlukan, Mafia Migas tersebut di “hukum mati” agar ada efek jera karena telah “menggarong” kekayaan negeri ini.
Jika Pemerintahan Jokowi lemah dalam negosiasi semua KK dan KKS di masa Pemerintahannya, tidak menutup kemungkinan akan ada ketidakpuasan dari daerah-daerah yang akan menimbulkan “disintegrasi” bangsa .{Fs.Donggo/Nijam/Amrul/KS.com}
COMMENTS