Pelantikan kaur dan sekdes terpilih oleh masing-masing Kepala Desa (Kades) di sejumlah wilayah Kecamatan saat ini, dinilai sebagai bukti unt...
Pelantikan kaur dan sekdes terpilih oleh masing-masing Kepala Desa (Kades) di sejumlah wilayah Kecamatan saat ini, dinilai sebagai bukti untuk menguatkan proses hukum yang tengah berjalan di Polres Bima Kota saat ini. Pasalnya, indikasi pelanggaran hukum, mulai dari bocornya kunci jawaban yang diduga melibatkan tim pembuat soal dan oknum pejabat BPMDES Kabupaten Bima, hingga pada pelanggaran administrasi dilakukan pemerintah dengan mengambil alih kewenangan Kepala Desa (Kades) merupakan fakta hukum yang akan terkuak, ketika kasus tersebut ada penetapan tersangkanya.
BIMA, KS.- Demikian dikatakan Drs.Arif Sukirman, M.Ap, salah seorang akademisi di STISIP Mbojo Bima, menanggapi kasus bocornya kunci jawaban terkait seleksi kaur dan sekdes di Kabupaten Bima Senin 15 Mei 2017 kemarin.
“Pelantikan yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir ini menguatkan proses hukum yang ada sekarang. Bahkan, bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri dapat terseret dalam kasus itu, karena mengambil alih kewenangan kades, dengan dasar SK pembentukan panitia yang dibuat oleh Bupati sendiri,” paparnya.
Kasus tersebut juga kata Arif, bisa terjadi seperti kasus K2 Dompu untuk 140 lebih CPNS yang sekarang telah dibatalkan PNSnya, dan Bupati Dompu telah dijadikan tersangka oleh Polda NTB.
”Nah, saya berpendapat, kasus bocornya kunci jawaban ini juga bisa menyeret Bupati Bima, bahkan berpeluang besar Bupati bisa menjadi tersangka dalam kasus tersebut,” jelasnya.
Dasarnya jelas, bahwa kewenangan sepenuhnya untuk merekrut atau menyeleksi sekdes dan perangkat desa itu bukan oleh Camat, BPMDES atau pemerintah (Bupati sebagai Kepala Daerah) melainkan oleh kades masing-masing. Artinya, bila kewenangan itu diambil alih dengan melanggar aturan dan hukum yang berlaku, berarti telah terjadi penyalahgunaan kewenangan sesuai amanat UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Saya yakin bahwa penyidik mengarahkan kasus bocor kunci jawaban itu ke UU korupsi. Jika diarahkan ke undang-undang korupsi, maka secara otomatis bisa kena pembuat soal, oknum pejabat BPMDES juga Bupati Bima selaku pembuat SK pembentukan panitia tersebut,” terangnya lagi.
Mestinya, Bupati bersikap tegas dalam kaitan bocornya kunci jawaban yang sekarang tengah ditangani penyidik polisi. Bentuk penegasan bupati adalah melarang seluruh desa untuk tidak melantik kaur dan sekdes terpilih, bukan sebaliknya memerintahkan camat untuk menyuruh semua kades agar melakukan pelantikan.
“Dengan menyuruh camat dan kades melantik, itu menggambarkan bupati takut dengan perbuatannya sendiri. Kasarnya, jangan-jangan ada indikasi bahwa bupati terlibat membocorkan kunci jawaban tersebut,” duganya.
Pada kesempatan itu, Dosen senior di Bima itu juga menyampaikan rasa percaya sepenuhnya kepada Kapolda NTB, Brigjen Polisi Drs.Firly, M.Si yang begitu serius menangani kasus bocornya kunci jawaban di BPMDES, semoga kasus ini membuahkan hasil memuaskan masyarakat Bima. Bila tidak tuntas, maka krisis kepercayaan publik terhadap institusi polisi semakin melekat.
“Tapi jujur saya sampaikan, kasus bocornya kunci jawaban ini bakal seperti kasus K2 Dompu,” paparnya.(KS-R01)
Drs.Arif Sukirman, M.Ap |
BIMA, KS.- Demikian dikatakan Drs.Arif Sukirman, M.Ap, salah seorang akademisi di STISIP Mbojo Bima, menanggapi kasus bocornya kunci jawaban terkait seleksi kaur dan sekdes di Kabupaten Bima Senin 15 Mei 2017 kemarin.
“Pelantikan yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir ini menguatkan proses hukum yang ada sekarang. Bahkan, bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri dapat terseret dalam kasus itu, karena mengambil alih kewenangan kades, dengan dasar SK pembentukan panitia yang dibuat oleh Bupati sendiri,” paparnya.
Kasus tersebut juga kata Arif, bisa terjadi seperti kasus K2 Dompu untuk 140 lebih CPNS yang sekarang telah dibatalkan PNSnya, dan Bupati Dompu telah dijadikan tersangka oleh Polda NTB.
”Nah, saya berpendapat, kasus bocornya kunci jawaban ini juga bisa menyeret Bupati Bima, bahkan berpeluang besar Bupati bisa menjadi tersangka dalam kasus tersebut,” jelasnya.
Dasarnya jelas, bahwa kewenangan sepenuhnya untuk merekrut atau menyeleksi sekdes dan perangkat desa itu bukan oleh Camat, BPMDES atau pemerintah (Bupati sebagai Kepala Daerah) melainkan oleh kades masing-masing. Artinya, bila kewenangan itu diambil alih dengan melanggar aturan dan hukum yang berlaku, berarti telah terjadi penyalahgunaan kewenangan sesuai amanat UU nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Saya yakin bahwa penyidik mengarahkan kasus bocor kunci jawaban itu ke UU korupsi. Jika diarahkan ke undang-undang korupsi, maka secara otomatis bisa kena pembuat soal, oknum pejabat BPMDES juga Bupati Bima selaku pembuat SK pembentukan panitia tersebut,” terangnya lagi.
Mestinya, Bupati bersikap tegas dalam kaitan bocornya kunci jawaban yang sekarang tengah ditangani penyidik polisi. Bentuk penegasan bupati adalah melarang seluruh desa untuk tidak melantik kaur dan sekdes terpilih, bukan sebaliknya memerintahkan camat untuk menyuruh semua kades agar melakukan pelantikan.
“Dengan menyuruh camat dan kades melantik, itu menggambarkan bupati takut dengan perbuatannya sendiri. Kasarnya, jangan-jangan ada indikasi bahwa bupati terlibat membocorkan kunci jawaban tersebut,” duganya.
Pada kesempatan itu, Dosen senior di Bima itu juga menyampaikan rasa percaya sepenuhnya kepada Kapolda NTB, Brigjen Polisi Drs.Firly, M.Si yang begitu serius menangani kasus bocornya kunci jawaban di BPMDES, semoga kasus ini membuahkan hasil memuaskan masyarakat Bima. Bila tidak tuntas, maka krisis kepercayaan publik terhadap institusi polisi semakin melekat.
“Tapi jujur saya sampaikan, kasus bocornya kunci jawaban ini bakal seperti kasus K2 Dompu,” paparnya.(KS-R01)
COMMENTS