Sejumlah kasus criminal yang melibatkan oknum warga selama ini, polisi sering menyita sejumlah barang bukti, baik berupa senjata tajam, senj...
Sejumlah kasus criminal yang melibatkan oknum warga selama ini, polisi sering menyita sejumlah barang bukti, baik berupa senjata tajam, senjati api rakitan juga peluru tajam. Parahnya lagi, peluru yang disita polisi bisa mencapai puluhan biji termasuk magazen juga didapat dari sejumlah tangan para pelaku criminal yang membuat Bima ini instabilitas. Kenapa semudah itu para pelaku bisa mendapatkan peluru di Bima tercinta ini ?.
BIMA, KS.- Salah seorang wartawan senior di Jakarta Fathullah Syamsudin, M.Com menilai bahwa, banyaknya pelaku kejahatan di Bima yang menggunakan, miliki bahkan membuat senjati api rakitan, dikarenakannya mudahnya mendapat peluru tajam dari oknum tertentu, termasuk oknum aparat penegak hukum. Kondisi demikian tidak hanya terjadi di bima, tapi terjadi pula di sejumlah daerah, lebih khusus di Daerah yang rawan konflik seperti Bima (Danan Mbojo).
“Peluru di Bima itu banyak dimiliki oleh warga, karena diduga kuat bisa dibeli dari oknum tertentu termasuk oknum aparat penegak hukum yang bermental preman dan tidak paham tugas sesungguhnya sebagai abdi Negara yang menjaga kedaulan Negara Republik Indonesia ini,” terangnya.
Salah satu solusi untuk mengetahui adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang memberi atau menjual peluru kepada rakyat adalah dengan rutin melakukan pengawasan atau memeriksa jumlah peluru yang ada disetiap anggota yang menggunakan senjata dari institusi tersebut.
“Itu salah satu cara atau upaya untuk meminimalisir adanya oknum aparat yang menjual atau memberikan peluru pada warga. Padahal dengan peluru itu, rakyat justru yang membuat daerah ini instabilitas tak henti-hentinya, sementara yang bertugas untuk mengamankan daerah tersebut, aparat itu sendiri. Nah, saya menilai bahwa ada oknum tertentu yang sengaja menciptakan instabilitas di Bima itu,” duganya.
Lebih tegas lagi, Pimpinan Harian Koran Stabilitas Jakarta ini meminta kepada kedua institusi Polri dan TNI agar terus melakukan koordinasi dan komunikasi di tempat yang sama di depan anggotanya. Tujuannya, agar anggota saat bertugas di lapangan, baik Polri dan TNi, tidak saling siku menyiku atau saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya, dengan harapan Bima menjadi Daerah yang aman, rakyat pun bisa melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan aman pula.
“Saya melihat di Bima ada semacam miskomunikasi di antara kubu lembaga penegak hukum. Nah, disini harus dicari jalan keluarnya, bagaimana pimpinan Polri dan TNI di NTB bisa duduk bersama dalam satu meja, bagaimana mengamankan Bima dan meminimalisir terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat sekarang dan ke depan,”tuturnya penuh harap.
Ia mengakui bahwa Polri dan TNI terus menghimbau agar warga yang memiliki dan menguasai senjata api dapat diserahkan ke Polisi secara sukarela. Upaya demikian tentu tidak akan berpengaruh bagi warga, karena sifatnya himbauan, yang dibutuhkan disini adalah tindakan tegas oleh aparat penegak hukum antara Polri dan TNI, bila perlu melakukan razia di setiap rumah warga yang diduga memiliki senjata rakitan.
“Intinya, Polri dan TNI harus kerjasama untuk menjaga stabilitas Daerah. Kalau kedua aparat penegak hukum di dua institusi tersebut tidak sepaham atau sejalan saat bertugas, jangan harap bima bisa aman, justru yang terjadi adalah instibilitas di sejumlah wilayah Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bima,” tegasnya.
Di akhir komentarnya, Fathullah berharap kepada Panglima TNI yang baru dan Kapolri untuk berkoordinasi secara khusus menangani senpi rakitan dan mudahnya mendapat peluru bagi warga Bima-NTB saat ini.”Kalau seandainya aparat baik TNI dan Polri di NTB tidak mampu melakukan hal positif itu, copot saja jabatannya, karena masih banyak anggota yang mau dan ikhlas mengabdi mengamankan wilayah NTB khususnya, lebih umum NKRI tercinta ini,” pungkasnya.(KS-R01/SUB)
BIMA, KS.- Salah seorang wartawan senior di Jakarta Fathullah Syamsudin, M.Com menilai bahwa, banyaknya pelaku kejahatan di Bima yang menggunakan, miliki bahkan membuat senjati api rakitan, dikarenakannya mudahnya mendapat peluru tajam dari oknum tertentu, termasuk oknum aparat penegak hukum. Kondisi demikian tidak hanya terjadi di bima, tapi terjadi pula di sejumlah daerah, lebih khusus di Daerah yang rawan konflik seperti Bima (Danan Mbojo).
“Peluru di Bima itu banyak dimiliki oleh warga, karena diduga kuat bisa dibeli dari oknum tertentu termasuk oknum aparat penegak hukum yang bermental preman dan tidak paham tugas sesungguhnya sebagai abdi Negara yang menjaga kedaulan Negara Republik Indonesia ini,” terangnya.
Salah satu solusi untuk mengetahui adanya keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang memberi atau menjual peluru kepada rakyat adalah dengan rutin melakukan pengawasan atau memeriksa jumlah peluru yang ada disetiap anggota yang menggunakan senjata dari institusi tersebut.
“Itu salah satu cara atau upaya untuk meminimalisir adanya oknum aparat yang menjual atau memberikan peluru pada warga. Padahal dengan peluru itu, rakyat justru yang membuat daerah ini instabilitas tak henti-hentinya, sementara yang bertugas untuk mengamankan daerah tersebut, aparat itu sendiri. Nah, saya menilai bahwa ada oknum tertentu yang sengaja menciptakan instabilitas di Bima itu,” duganya.
Lebih tegas lagi, Pimpinan Harian Koran Stabilitas Jakarta ini meminta kepada kedua institusi Polri dan TNI agar terus melakukan koordinasi dan komunikasi di tempat yang sama di depan anggotanya. Tujuannya, agar anggota saat bertugas di lapangan, baik Polri dan TNi, tidak saling siku menyiku atau saling menjatuhkan antara satu dengan lainnya, dengan harapan Bima menjadi Daerah yang aman, rakyat pun bisa melaksanakan aktivitas sehari-harinya dengan aman pula.
“Saya melihat di Bima ada semacam miskomunikasi di antara kubu lembaga penegak hukum. Nah, disini harus dicari jalan keluarnya, bagaimana pimpinan Polri dan TNI di NTB bisa duduk bersama dalam satu meja, bagaimana mengamankan Bima dan meminimalisir terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat sekarang dan ke depan,”tuturnya penuh harap.
Ia mengakui bahwa Polri dan TNI terus menghimbau agar warga yang memiliki dan menguasai senjata api dapat diserahkan ke Polisi secara sukarela. Upaya demikian tentu tidak akan berpengaruh bagi warga, karena sifatnya himbauan, yang dibutuhkan disini adalah tindakan tegas oleh aparat penegak hukum antara Polri dan TNI, bila perlu melakukan razia di setiap rumah warga yang diduga memiliki senjata rakitan.
“Intinya, Polri dan TNI harus kerjasama untuk menjaga stabilitas Daerah. Kalau kedua aparat penegak hukum di dua institusi tersebut tidak sepaham atau sejalan saat bertugas, jangan harap bima bisa aman, justru yang terjadi adalah instibilitas di sejumlah wilayah Kecamatan di Kabupaten dan Kota Bima,” tegasnya.
Di akhir komentarnya, Fathullah berharap kepada Panglima TNI yang baru dan Kapolri untuk berkoordinasi secara khusus menangani senpi rakitan dan mudahnya mendapat peluru bagi warga Bima-NTB saat ini.”Kalau seandainya aparat baik TNI dan Polri di NTB tidak mampu melakukan hal positif itu, copot saja jabatannya, karena masih banyak anggota yang mau dan ikhlas mengabdi mengamankan wilayah NTB khususnya, lebih umum NKRI tercinta ini,” pungkasnya.(KS-R01/SUB)
COMMENTS