Bima,KS.- Sungguh tragis dan ironi nasib yang dialami para petani ternak di Bima. Hasil budidaya ternak, utamanya sapi, harus menelan pil p...
Bima,KS.- Sungguh tragis dan ironi nasib yang dialami para petani ternak di Bima. Hasil budidaya ternak, utamanya sapi, harus menelan pil pahit. Produksi dan hasil yang melimpah terancam tidak terjual banyak. Itu akibat ulah Gubernur NTB yang membatasi sepihak, kuota pengiriman.
Rilia Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Gubernur NTB bernomor 524-95/Tahun 2019 Tentang Kuoto Pengeluaran Sapi Potong Ke Dalam dan Ke Luar Daerah di NTB Tahun 2020 tersebut, praktis telah berujung merugikan petani ternak sapi yang ada di Kabupaten Bima.
Atas keputusan sepihak orang nomor satu di NTB yang saat Pilkada lalu meraup banyak suara di Bima, menuai reaksi keras Persatuan Pedagang Peternak Hewan Nasional Indonesia (PPHANI) Kabupaten Bima.
Ketua PPHANI Kabupaten Bima, HM Amin H Arahman bersama sejumlah pengurus dan pegiat pedagang ternak se-Kabupaten Bima angkat bicara bernada ancaman.
SK Gubernur NTB melalui Dinas Peternakan Provinsi NTB tersebut, sebut Amin, trlah berimbas langsung pada para petani ternak serta pedagang, karena telah merugikan petani ternak yang sudah melakukan penggemukan sapi sebanyak 20 ribu ekor lebih.
Pada tahun sebelumnya, jelas Amin yang diamini senumlah pwngurus PPHANI lainnya, Kuota pengiriman sapi dan ternak lain untuk Kabupaten Bima di wilayah pengiriman sapi Jabotabek dan ke Pulau Kalimantan sebanyak 12 ribu ekor, 9 ribu untuk dikirim ke Jabotabek dan 3 ribu ekor ke Kalimantan. Namun putusan Gubernur sekarang, kabupaten Bima hanya mendapatkan Kuoto 2436 ekor untuk dikirim ke Jabotabek dan Kalimantan.
Tidak itu saja katanya, atas SK Gubernur tersebut, selain membatasi kuota ke luar Daerah, Gubernur juga lebih memperbanyak Kuota untuk dikirim ke Lombok dan Mataram serta ke Kota Bima. Keuntungan sapi yang ukuran 300 kilogram yang ditimbang hidup mencapai Rp.7 juta lebih, jika dibawa ke Jabotabek. Sementara kalau dikirim ke Pulau Lombok dan sekitarnya hanya mendapat untung Rp 1 juta lebih saja.
"Keputusan Gubernur ini jelas menyengsarakan petani ternak, maka kami minta gubernur untuk meninjau kembali keputusan tersebut," ungkapnya
Padahal sambungnya, selama ini, hasil kerja sama Dinas Peternakan Kabupaten Bima dan PPHANI Kabupaten Bima, sudah berhasil membina banyak kelompok petani ternak, dalam proses penggemukan 20 ribu ekor sapi. Pembiayaanyapun mesti menggunakan anggaran pribadi petani ternak melalui pinjaman Bank dan modal usaha pribadi lainnya.
Jika dipaksakan melaksanakan keputusan Gubernur tersebut, diyakini PPHANI, petani ternak yang sedang melakukan proses penggemukan sapi itu, akan sangat dirugikan dan pasti gulung tikar. Imbasnya masyarakat akan sengsara dan tidak ada lapangan kerja lagi bagi mereka.
"Kami tegaskan akan memperjuangkan hak petani ternak ketimbang mengamini keputusan Gubernur yang cendrung memikirkan kepentingan masyarakat ekonomi menengah ke atas yang ada di Lombok, karena kuoto pengiriman sapi dari Bima lebih banyak ke Lombok atas keputusan Gubernur tersebut," tegasnya
Menyambung Ketua PPHANI, Sekretarisnya, Taufik dengan nada kesal mengancam akan memboikot Bandara Bima jika SK Gubernur Zulkieflimamsyah bersihkeras menjalankannya dilapangan untuk dipatuhi pelaku bisnis ternao di kabupaten Bima.
Ia menuding Gubernur yang disebut milenial itu, sama sekali tidak membaca suasana kebatinan dan kegundahan hati para petani dan pedagang ternak yang ada di Kabupaten Bima. Gunernur Zul tudingnya pula, tidak pro pada kesejahteraan rakyat peternak yang ada di Kabupaten Bima. Karena selama ini, langkah persuasif sudah dilakukan oleh pihaknya,baik bertemu dengan Bupati Bima, anggota Komisi II DPRD Provinsi NTB serta bertemu dengan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTB, namun tidak ada hasil yang baik.
"Kami bersama petani ternak akan memboikot Bandara Bima jika keputusan Gubernur ini tetap berlakukan," ancamnya. (RED)
Rilia Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Gubernur NTB bernomor 524-95/Tahun 2019 Tentang Kuoto Pengeluaran Sapi Potong Ke Dalam dan Ke Luar Daerah di NTB Tahun 2020 tersebut, praktis telah berujung merugikan petani ternak sapi yang ada di Kabupaten Bima.
Atas keputusan sepihak orang nomor satu di NTB yang saat Pilkada lalu meraup banyak suara di Bima, menuai reaksi keras Persatuan Pedagang Peternak Hewan Nasional Indonesia (PPHANI) Kabupaten Bima.
Ketua PPHANI Kabupaten Bima, HM Amin H Arahman bersama sejumlah pengurus dan pegiat pedagang ternak se-Kabupaten Bima angkat bicara bernada ancaman.
SK Gubernur NTB melalui Dinas Peternakan Provinsi NTB tersebut, sebut Amin, trlah berimbas langsung pada para petani ternak serta pedagang, karena telah merugikan petani ternak yang sudah melakukan penggemukan sapi sebanyak 20 ribu ekor lebih.
Pada tahun sebelumnya, jelas Amin yang diamini senumlah pwngurus PPHANI lainnya, Kuota pengiriman sapi dan ternak lain untuk Kabupaten Bima di wilayah pengiriman sapi Jabotabek dan ke Pulau Kalimantan sebanyak 12 ribu ekor, 9 ribu untuk dikirim ke Jabotabek dan 3 ribu ekor ke Kalimantan. Namun putusan Gubernur sekarang, kabupaten Bima hanya mendapatkan Kuoto 2436 ekor untuk dikirim ke Jabotabek dan Kalimantan.
Tidak itu saja katanya, atas SK Gubernur tersebut, selain membatasi kuota ke luar Daerah, Gubernur juga lebih memperbanyak Kuota untuk dikirim ke Lombok dan Mataram serta ke Kota Bima. Keuntungan sapi yang ukuran 300 kilogram yang ditimbang hidup mencapai Rp.7 juta lebih, jika dibawa ke Jabotabek. Sementara kalau dikirim ke Pulau Lombok dan sekitarnya hanya mendapat untung Rp 1 juta lebih saja.
"Keputusan Gubernur ini jelas menyengsarakan petani ternak, maka kami minta gubernur untuk meninjau kembali keputusan tersebut," ungkapnya
Padahal sambungnya, selama ini, hasil kerja sama Dinas Peternakan Kabupaten Bima dan PPHANI Kabupaten Bima, sudah berhasil membina banyak kelompok petani ternak, dalam proses penggemukan 20 ribu ekor sapi. Pembiayaanyapun mesti menggunakan anggaran pribadi petani ternak melalui pinjaman Bank dan modal usaha pribadi lainnya.
Jika dipaksakan melaksanakan keputusan Gubernur tersebut, diyakini PPHANI, petani ternak yang sedang melakukan proses penggemukan sapi itu, akan sangat dirugikan dan pasti gulung tikar. Imbasnya masyarakat akan sengsara dan tidak ada lapangan kerja lagi bagi mereka.
"Kami tegaskan akan memperjuangkan hak petani ternak ketimbang mengamini keputusan Gubernur yang cendrung memikirkan kepentingan masyarakat ekonomi menengah ke atas yang ada di Lombok, karena kuoto pengiriman sapi dari Bima lebih banyak ke Lombok atas keputusan Gubernur tersebut," tegasnya
Menyambung Ketua PPHANI, Sekretarisnya, Taufik dengan nada kesal mengancam akan memboikot Bandara Bima jika SK Gubernur Zulkieflimamsyah bersihkeras menjalankannya dilapangan untuk dipatuhi pelaku bisnis ternao di kabupaten Bima.
Ia menuding Gubernur yang disebut milenial itu, sama sekali tidak membaca suasana kebatinan dan kegundahan hati para petani dan pedagang ternak yang ada di Kabupaten Bima. Gunernur Zul tudingnya pula, tidak pro pada kesejahteraan rakyat peternak yang ada di Kabupaten Bima. Karena selama ini, langkah persuasif sudah dilakukan oleh pihaknya,baik bertemu dengan Bupati Bima, anggota Komisi II DPRD Provinsi NTB serta bertemu dengan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTB, namun tidak ada hasil yang baik.
"Kami bersama petani ternak akan memboikot Bandara Bima jika keputusan Gubernur ini tetap berlakukan," ancamnya. (RED)
COMMENTS