Hidup adalah perjuangan dan perjalanan panjang meretas takdir Sang Khaliq. Seonggok cita dan cinta, sepertinya merajut dalam bingkai asa ter...
Hidup adalah perjuangan dan perjalanan panjang meretas takdir Sang Khaliq. Seonggok cita dan cinta, sepertinya merajut dalam bingkai asa teradalam yang sejatinya dilabuhkan dan berujung pada bahagia dunia dan akhirat. Mungkin begitu, isi hati terbungkus bisu dari Iptu Suratno, sosok polisi yang terkenal humanis bagi kebanyakan orang di Bima. Ia Memulai hidup jadi Hansip di Pasar Cakra Negara Mataram Lombok. Berikut Catatan Redaktur Pelaksana Koran Stabilitas, M Aris Effendi
Suratno, Polisi berpangkat Iptu yang bertugas di Kepolisian Resrit Bima Kota ini, adalah Lelaki murah senyum nan kuat ditempa kehidupan keras.
Lahir pada 1 Mei 1969 silam, Iptu Suratno menyelesaikan bangku Sekolah Dasar (SD) hingga tamat di STM Negeri Mataram, semuanya ditanah lelulhur Lombok pemilik julukan seribu Masjid dengan nuansa Islami yang teramat sakral dan membudaya. Tentu rter membudaya itu, terpatri pula diraga dan jiwa ke-Islaman sosok Suratno.
Hidup, besar dan bercengkrama, mengsisi catatan harian di buku kehidupan dunia, di Kecamatan Ampenan Selatan Kota Mataram, tentu lelaki hebat yang lahir dari rahim serta buah kasih pasangan yang hanya menggantungkan hidup dari bertani ini, Suratno, sejak kecil mengais rasa dan cita, suatu saat harus menjadi orang yang berguna bagi kedua orang tua, bisa bahagiakan mereka, dan bisa hidup lebih baik dari kedua orang tuanya.
Mimpi jadi seorang yang berseragam coklat (Polisi), sesungguhnya tidak ada sama sekali dibenak dan pikiran dari cita-cita serat harapan hidup kedepan setelah baliq tentunya. “Tidak ada sama sekali mimpi jadi polisi. Apalagi orang tua hanyalah petani. Mimpi itu terlalu tinggi,”ucapnya saat bertemunya dengannya lebih dari satu jam lamanya.
Polisi yang kini dipercaya mengemban tugas menjadi Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Rasanae Timur (Rastim) ini, memang tidak asing dengan hiruk pikuk keseharian dunia Kepolisian. Sebab, rumahnya di Ampenan Selatan, dekat dengan wilayah Polisi Wilayah (Polwil) atau nama dulu Polda NTB yang sebelumnya masih satu kesatuan dengan Polda Nusra.
Pun saat masih berusia SD, saat beranjak menuju dan selepas jam sekolah di bangkus Sd dulu, Suratno kecil, saban hari, menumpang Bus Powil yang kalau mau dihidupnya mesti diputar silindernya, mirip mobil somel sekaranglah. “Lucu dan saya dan sekawan saya yang kebanyakan anak-anak kolong (sebutan anak polisi), menumpang bus itu. Apalagi sopirnya Bapak teman SD saya,”tuturnya, seraya mempersilakan kami mencicipi jajanan dan air minum yang tersedia di meja tamu ruang jabatannya.
Koq bisa jadi polisi seperti sekarang ini ?, ceritanya panjang Ris, menyebut nama singkat saya. Disamping disekitar kampung saya, suasana keseharian diwaranai kepolisian, terlintas juga keinginannya menjadi polisi. Meski asa itu, seperti mimpi menggapai bintang nun jauh disana.
Setamat STM Negeri Mataram, Suratno, seperti tidak ingin terjebak dengan beratnya hidup apalagi orang tuanya hanya petani yang sudah bisa ditaksir, berapa penghasilan tiap bulannya. Ia pun mulai bekerja mencari uang untuk membantu orang tua, dengan menjadi Hansip di Pasar Cakra, pasar ini berbagai prduk terpanjang. Dulu kalu orang Bima ke Mataram, pasti berbelanja di Pasar cakra, pasar yang dulu puluhan tahun lalu, sangat mewah. Sebab belum ada Mall apalagi Epicentrum layak kini.
Kerja menjadi Satpam singkat sekali. Hanya dua peka saja. Sebab saat itu ceritanya, ada pembukaan pendidikan Satpam Polwil NTB. Akhirnya selama tiga bulan lamanya Suratno menimba ilmu ke-satpam-an. Tentu terbersit dibenaknya, inilah awalnya melakoni hidup dan kehidupan kelak.
Setelah menyelesaikan pendidikan Satpan, dirinyapun, melamar menjadi Security di di Gili Nanggu Cotet Lembar, salah satu hotel yang berlokasi di ujung selatan pulanu Lombok atau di Lombok Barat tepatnya. “Kerja ditempat itupun tidak lama. Hanya dua bulan saja, “ujarnya.
Memang takdir dan suratan hidup yang telah tercatat rapi oleh Tuhan Penguasa Langit dan Bumi, diterima dan dirasakan pula Suratno. Lagi asyiknya menikmati kerja menjadi Stapam di Hotel itu, tiba-tiba terdengar di Radio (dulu mendapatkan informai terkait lowongan kerja, kebanyakan warga mendengarkan di Radio), ada pengumuman penerimaan polisi.
Ia pun, bergegas, sebelumnya meminta ijin pada pemilik hotel, untuk mencoba meraih mimpi menjadi polisi. “Pak saya minta ijin mau daftar jadi polisi. Kalau saya lulus sya tidak balik lagi. Tapi kalau saya tidak lulus, ijinkan saya kembali bekerja disini,”ceritanya meminta ijin pada pemilik hotel yang di-iyakanpula, niatnya itu.
Proses demi proses. Tahap demi tahap, dari rentetan seleksi keplisian itu, membuahkan hasil yang sama sekali tidak dibayangkannya. Hingga pada Tahun 1990, Iptu Suratno yang menghambis banyak pengabdian menjadi polisi di Bidang Intelkam ini, setelah mengikuti pendidikan Kepolisian din SPN Singaraja Bali. Kemudian lulus pendidikan yang ditempa selama satu tahun, bulan nopember 1991 resmi menjadi polisi.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Singaraja Bali, seluruh lulusan mulai ditempatkan di wilayah Polda Nusra yang meliputi, Bali, NTB, NTT dan Timur Timor (dulu sebelum pisah dari NKRI). “Menjadi Polisi sudah luar biasa rejeki yang diperoleh. Soal penempatan kemanapun siap. Tapi doa dimunajadkan, semoga dapat di NTB,”katanya.
Sepertinya dewi fortuna terus berpihak baginya, Suratno pun mengawali karir menjadi polisi pengayom, pelindung dan pengaman masyarakat, ditempatkan di Polres Bima.”Saya pertama ditempatkan di Polres Bima, di Sabara pada tahun 1991-1992,”ceritanya.
Lalu pada tahun 1993 hingga 2015, bertugas di Sat Intel Polres Bima hingga Polres Bima Kota. Kemudian pada 2015-2017, menjadi Kasubag Humas POLRES Bima Kota.
Meski sejak menjadi polisi hingga menjadi Kapolsek Rastim, tetap di Bima, dirinya sama sekali tidak pernah jenuh apalagi rindu kampung halaman, bekerja dan meniti karir kepolisian di Lombok atau di Mataram. “Di Bima adalah kampung saya kini. Saya hidup bersama isteri dan anak di Bima. ini kampung halaman saya,”bangganya.
Iptu Suratno yang pernah menjabat KBO Sat Intel Polres Bima Kota ini, pun mendapatkan jodoh pujaan hati hingga tua dan maut menjemput, seorang gadis cantik asli Bima. jodoh dari Allah itu, ternyata ada di ujung timur Kota Bima, tepatnya di Kelurahan Oimbo Kecamatan Rasanae Timur.
“Jodoh sudah diatur Tuhan. Gadis pujaan hati itu namanya Suryani. Saya bertemu dengannya saat isteri saya mengurus SKCK melamar menajdi pegawai dulu. Ternyata tuhan itu maha adil, saat itu saya berucap semoga saya ada yang cantik dan saya disekian banyak gadis yang ngurus SKCK ini,”ceritanya dulu.
Pacaran dan saling emmahami sekiat dua tahun lamanya, rajutan cinta itu akhirnya berujung indah dipelaminan. “Orang tua mengamini kabar saya ingin menikah. Saya melamar sendiri dan tahun 1997 saya pun menikah.
Kini Iptu Suratno telah dikarunia tiga buah hati bersama Surayni. Satu laki dan dua perempuan.
Menjadi polisi adalah pengabdian, sebutnya. Sebagian besar tantangan kalau daerah tertutup mendapatkan informasi untuk di antisipasi. Semisal kejadian Lambu dulu.“Saya masih memegang kata-kata mantan Kapolres, Kumbul dulu. Jadikan pekerjaan itu hobi dan nikmati saja,”ujarnya.
Perwira 2015.
Kata kasat sujimin. Kalau sudah rezeki tak akan tertukar. Adik juga ikut polisi. Kalau ada kemauan.
Iptu Suratno, meyakini jika sistem kekeluargaan menjadi konsep kepemimpinan, semua akan . itulah yang ia terapkan saat menajdi Kapolsek Rastim ini. “Pada rekan kerja saya mengawali perintah dengan minta tolong. Cara humanis dan saling menghargai, akan membuat kerja menjadi lebih berharga pula,”tutupnya.
Selamat dan teruslah bekerja mengabdi untuk Bangsa dan Negara wahai Patriot Bangsa pemilik moto lakukan tugas dengan ikhlas. Mau ditempatkan dimana saja tidak menjadi masalah.*
Iptu Suratno |
Suratno, Polisi berpangkat Iptu yang bertugas di Kepolisian Resrit Bima Kota ini, adalah Lelaki murah senyum nan kuat ditempa kehidupan keras.
Lahir pada 1 Mei 1969 silam, Iptu Suratno menyelesaikan bangku Sekolah Dasar (SD) hingga tamat di STM Negeri Mataram, semuanya ditanah lelulhur Lombok pemilik julukan seribu Masjid dengan nuansa Islami yang teramat sakral dan membudaya. Tentu rter membudaya itu, terpatri pula diraga dan jiwa ke-Islaman sosok Suratno.
Hidup, besar dan bercengkrama, mengsisi catatan harian di buku kehidupan dunia, di Kecamatan Ampenan Selatan Kota Mataram, tentu lelaki hebat yang lahir dari rahim serta buah kasih pasangan yang hanya menggantungkan hidup dari bertani ini, Suratno, sejak kecil mengais rasa dan cita, suatu saat harus menjadi orang yang berguna bagi kedua orang tua, bisa bahagiakan mereka, dan bisa hidup lebih baik dari kedua orang tuanya.
Mimpi jadi seorang yang berseragam coklat (Polisi), sesungguhnya tidak ada sama sekali dibenak dan pikiran dari cita-cita serat harapan hidup kedepan setelah baliq tentunya. “Tidak ada sama sekali mimpi jadi polisi. Apalagi orang tua hanyalah petani. Mimpi itu terlalu tinggi,”ucapnya saat bertemunya dengannya lebih dari satu jam lamanya.
Polisi yang kini dipercaya mengemban tugas menjadi Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Rasanae Timur (Rastim) ini, memang tidak asing dengan hiruk pikuk keseharian dunia Kepolisian. Sebab, rumahnya di Ampenan Selatan, dekat dengan wilayah Polisi Wilayah (Polwil) atau nama dulu Polda NTB yang sebelumnya masih satu kesatuan dengan Polda Nusra.
Pun saat masih berusia SD, saat beranjak menuju dan selepas jam sekolah di bangkus Sd dulu, Suratno kecil, saban hari, menumpang Bus Powil yang kalau mau dihidupnya mesti diputar silindernya, mirip mobil somel sekaranglah. “Lucu dan saya dan sekawan saya yang kebanyakan anak-anak kolong (sebutan anak polisi), menumpang bus itu. Apalagi sopirnya Bapak teman SD saya,”tuturnya, seraya mempersilakan kami mencicipi jajanan dan air minum yang tersedia di meja tamu ruang jabatannya.
Koq bisa jadi polisi seperti sekarang ini ?, ceritanya panjang Ris, menyebut nama singkat saya. Disamping disekitar kampung saya, suasana keseharian diwaranai kepolisian, terlintas juga keinginannya menjadi polisi. Meski asa itu, seperti mimpi menggapai bintang nun jauh disana.
Setamat STM Negeri Mataram, Suratno, seperti tidak ingin terjebak dengan beratnya hidup apalagi orang tuanya hanya petani yang sudah bisa ditaksir, berapa penghasilan tiap bulannya. Ia pun mulai bekerja mencari uang untuk membantu orang tua, dengan menjadi Hansip di Pasar Cakra, pasar ini berbagai prduk terpanjang. Dulu kalu orang Bima ke Mataram, pasti berbelanja di Pasar cakra, pasar yang dulu puluhan tahun lalu, sangat mewah. Sebab belum ada Mall apalagi Epicentrum layak kini.
Kerja menjadi Satpam singkat sekali. Hanya dua peka saja. Sebab saat itu ceritanya, ada pembukaan pendidikan Satpam Polwil NTB. Akhirnya selama tiga bulan lamanya Suratno menimba ilmu ke-satpam-an. Tentu terbersit dibenaknya, inilah awalnya melakoni hidup dan kehidupan kelak.
Setelah menyelesaikan pendidikan Satpan, dirinyapun, melamar menjadi Security di di Gili Nanggu Cotet Lembar, salah satu hotel yang berlokasi di ujung selatan pulanu Lombok atau di Lombok Barat tepatnya. “Kerja ditempat itupun tidak lama. Hanya dua bulan saja, “ujarnya.
Memang takdir dan suratan hidup yang telah tercatat rapi oleh Tuhan Penguasa Langit dan Bumi, diterima dan dirasakan pula Suratno. Lagi asyiknya menikmati kerja menjadi Stapam di Hotel itu, tiba-tiba terdengar di Radio (dulu mendapatkan informai terkait lowongan kerja, kebanyakan warga mendengarkan di Radio), ada pengumuman penerimaan polisi.
Ia pun, bergegas, sebelumnya meminta ijin pada pemilik hotel, untuk mencoba meraih mimpi menjadi polisi. “Pak saya minta ijin mau daftar jadi polisi. Kalau saya lulus sya tidak balik lagi. Tapi kalau saya tidak lulus, ijinkan saya kembali bekerja disini,”ceritanya meminta ijin pada pemilik hotel yang di-iyakanpula, niatnya itu.
Proses demi proses. Tahap demi tahap, dari rentetan seleksi keplisian itu, membuahkan hasil yang sama sekali tidak dibayangkannya. Hingga pada Tahun 1990, Iptu Suratno yang menghambis banyak pengabdian menjadi polisi di Bidang Intelkam ini, setelah mengikuti pendidikan Kepolisian din SPN Singaraja Bali. Kemudian lulus pendidikan yang ditempa selama satu tahun, bulan nopember 1991 resmi menjadi polisi.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Singaraja Bali, seluruh lulusan mulai ditempatkan di wilayah Polda Nusra yang meliputi, Bali, NTB, NTT dan Timur Timor (dulu sebelum pisah dari NKRI). “Menjadi Polisi sudah luar biasa rejeki yang diperoleh. Soal penempatan kemanapun siap. Tapi doa dimunajadkan, semoga dapat di NTB,”katanya.
Sepertinya dewi fortuna terus berpihak baginya, Suratno pun mengawali karir menjadi polisi pengayom, pelindung dan pengaman masyarakat, ditempatkan di Polres Bima.”Saya pertama ditempatkan di Polres Bima, di Sabara pada tahun 1991-1992,”ceritanya.
Lalu pada tahun 1993 hingga 2015, bertugas di Sat Intel Polres Bima hingga Polres Bima Kota. Kemudian pada 2015-2017, menjadi Kasubag Humas POLRES Bima Kota.
Meski sejak menjadi polisi hingga menjadi Kapolsek Rastim, tetap di Bima, dirinya sama sekali tidak pernah jenuh apalagi rindu kampung halaman, bekerja dan meniti karir kepolisian di Lombok atau di Mataram. “Di Bima adalah kampung saya kini. Saya hidup bersama isteri dan anak di Bima. ini kampung halaman saya,”bangganya.
Iptu Suratno yang pernah menjabat KBO Sat Intel Polres Bima Kota ini, pun mendapatkan jodoh pujaan hati hingga tua dan maut menjemput, seorang gadis cantik asli Bima. jodoh dari Allah itu, ternyata ada di ujung timur Kota Bima, tepatnya di Kelurahan Oimbo Kecamatan Rasanae Timur.
“Jodoh sudah diatur Tuhan. Gadis pujaan hati itu namanya Suryani. Saya bertemu dengannya saat isteri saya mengurus SKCK melamar menajdi pegawai dulu. Ternyata tuhan itu maha adil, saat itu saya berucap semoga saya ada yang cantik dan saya disekian banyak gadis yang ngurus SKCK ini,”ceritanya dulu.
Pacaran dan saling emmahami sekiat dua tahun lamanya, rajutan cinta itu akhirnya berujung indah dipelaminan. “Orang tua mengamini kabar saya ingin menikah. Saya melamar sendiri dan tahun 1997 saya pun menikah.
Kini Iptu Suratno telah dikarunia tiga buah hati bersama Surayni. Satu laki dan dua perempuan.
Menjadi polisi adalah pengabdian, sebutnya. Sebagian besar tantangan kalau daerah tertutup mendapatkan informasi untuk di antisipasi. Semisal kejadian Lambu dulu.“Saya masih memegang kata-kata mantan Kapolres, Kumbul dulu. Jadikan pekerjaan itu hobi dan nikmati saja,”ujarnya.
Perwira 2015.
Kata kasat sujimin. Kalau sudah rezeki tak akan tertukar. Adik juga ikut polisi. Kalau ada kemauan.
Iptu Suratno, meyakini jika sistem kekeluargaan menjadi konsep kepemimpinan, semua akan . itulah yang ia terapkan saat menajdi Kapolsek Rastim ini. “Pada rekan kerja saya mengawali perintah dengan minta tolong. Cara humanis dan saling menghargai, akan membuat kerja menjadi lebih berharga pula,”tutupnya.
Selamat dan teruslah bekerja mengabdi untuk Bangsa dan Negara wahai Patriot Bangsa pemilik moto lakukan tugas dengan ikhlas. Mau ditempatkan dimana saja tidak menjadi masalah.*
COMMENTS