Kota Bima,KS, -Sebagaimana penjelasan Kabag Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (LPBJ) Setda Kota Bima Iskandar Z, pada proses lelang paket pe...
Kota Bima,KS,-Sebagaimana penjelasan Kabag Layanan Pengadaan Barang dan Jasa (LPBJ) Setda Kota Bima Iskandar Z, pada proses lelang paket pekerjaan Ruang Terbuka Publik (RTP) Kodo dengan nilai kontrak Rp 4,3 Miliar, hanya diikuti satu penawar saja yakni CV Putera Melayu yang memasukan dokumen penawaran. 10 perusahaan lain yang mendaftar, hinngga proses lainnya, tidak memasukan dokumen penawaran. Itu artinya 10 perusahaan lain, tidak sanggup atau tidak mengikuti proses selanjutnya dari tahapan pelelangan yang tersedia.
Atas penjelasan itu, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Kota Bima, H Armansyah, kembali angkat bicara dengan sembari mencurigai adanya indikasi konspirasi dan kolaborasi dibalik proses lelang paket proyek RTP Kodo dimaksud
Kecurigaan ketua asosiasi kontraktor itu menyebutkan, sangat beralasan jika paket mega proyek bernilai lebih dari Rp 4 miliar tersebut, sarat konspirasi dan kolaborasi yang dengan sengaja telah melabel atau mematok dari awal siapa yang akan dimenangkan atau mendapatkan paket kerjaan tersebut. .”Ini ada indikasi telah mengatur lebih awal siapa (perusahaan) yang akan mendapatkan paket proyek,”curiganya.
Poin yang terbaca jelas oleh mantan anggota DPRD Kota Bima ini, sangat jelas katanya, jika 10 perusahaan yang awalnya ikut ambil bagian dalam proses pelelangan paket RTP Kodo itu, tarik diri dari tahapan selanjutnya, semisal tidak memasukan dokumen penawaran. Karena meyakini tidak akan mungkin mendaptkan paket proyek yang dicurigai telah dilabel sejak awal.
Kemudian anasirnya, perusahan lain sudah jelas tidak akan mungkin melanjutkan proses dan tahapan lelang, jika merujuk dari waktu pekerjaan yang berkisar dipenghujung tahun kalender. Sebabnya, pengalaman rekan seprofesi di kontraktor, bekerja dan mengambil paket proyek akhir tahun, sangatlah beresiko, baik pada proses pekerjaan pun secara administrasi dan berkonsekuensi hukum.
Pasalnya, pekerjaan dari proyek yang dikerjakan diakhir tahun, sangat beresiko cuaca dan curah hujan yang tidak menentu yang tentunya sangat memnggangu proses dan progres fisik pekerjaan itu sendiri.
Sebabnya, kalau dipaksakan, akan berdampak pada waktu kerja yang sudah ditentukan sebagaimana berita acara kontrak kerja yang sudah ditandatangani oleh perusahaan yang akan mengerjakannya.”Alasan inilah yang membuat sejumlah perusahan menarik dari dari proses lelang RTP Kodo itu,”sebutnya.
Hal yang diindikasikannya ada konspirasi sejak awal, tidak adanya ketegasan dari PPK atas dinamika pekerjaan RTP Kodo. Justeru PPK terkesan membela penyedia atau kontraktor atas wanprestasi yang telah terjadi. Alasan tanggal 10 Februari adalah batas akhir Bank Garansi (BG) atau jaminan Bank. Sementara tanggal 18 Februari berakhirnya pekerjaan, tegasnya sebagai pembohongan publik.”Harus linear dong antara jaminan dan masa akhir pekerjaan. Koq bisa beda-beda. Itupun harus kuta alasan kenapa ada penambahan waktu atas pekerjaan tersebut,”sentilnya.
Tentu carut marut atas pekerjaan RTP Kodo itu, pastinya, menambah semangat asosiasi (Gapensi) untuk melapor dan bersurat pada pihak Aparat Penegak Hukum (APH), ada apa dibalik ini semua,”katanya.(RED)
Atas penjelasan itu, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Kota Bima, H Armansyah, kembali angkat bicara dengan sembari mencurigai adanya indikasi konspirasi dan kolaborasi dibalik proses lelang paket proyek RTP Kodo dimaksud
Kecurigaan ketua asosiasi kontraktor itu menyebutkan, sangat beralasan jika paket mega proyek bernilai lebih dari Rp 4 miliar tersebut, sarat konspirasi dan kolaborasi yang dengan sengaja telah melabel atau mematok dari awal siapa yang akan dimenangkan atau mendapatkan paket kerjaan tersebut. .”Ini ada indikasi telah mengatur lebih awal siapa (perusahaan) yang akan mendapatkan paket proyek,”curiganya.
Poin yang terbaca jelas oleh mantan anggota DPRD Kota Bima ini, sangat jelas katanya, jika 10 perusahaan yang awalnya ikut ambil bagian dalam proses pelelangan paket RTP Kodo itu, tarik diri dari tahapan selanjutnya, semisal tidak memasukan dokumen penawaran. Karena meyakini tidak akan mungkin mendaptkan paket proyek yang dicurigai telah dilabel sejak awal.
Kemudian anasirnya, perusahan lain sudah jelas tidak akan mungkin melanjutkan proses dan tahapan lelang, jika merujuk dari waktu pekerjaan yang berkisar dipenghujung tahun kalender. Sebabnya, pengalaman rekan seprofesi di kontraktor, bekerja dan mengambil paket proyek akhir tahun, sangatlah beresiko, baik pada proses pekerjaan pun secara administrasi dan berkonsekuensi hukum.
Pasalnya, pekerjaan dari proyek yang dikerjakan diakhir tahun, sangat beresiko cuaca dan curah hujan yang tidak menentu yang tentunya sangat memnggangu proses dan progres fisik pekerjaan itu sendiri.
Sebabnya, kalau dipaksakan, akan berdampak pada waktu kerja yang sudah ditentukan sebagaimana berita acara kontrak kerja yang sudah ditandatangani oleh perusahaan yang akan mengerjakannya.”Alasan inilah yang membuat sejumlah perusahan menarik dari dari proses lelang RTP Kodo itu,”sebutnya.
Hal yang diindikasikannya ada konspirasi sejak awal, tidak adanya ketegasan dari PPK atas dinamika pekerjaan RTP Kodo. Justeru PPK terkesan membela penyedia atau kontraktor atas wanprestasi yang telah terjadi. Alasan tanggal 10 Februari adalah batas akhir Bank Garansi (BG) atau jaminan Bank. Sementara tanggal 18 Februari berakhirnya pekerjaan, tegasnya sebagai pembohongan publik.”Harus linear dong antara jaminan dan masa akhir pekerjaan. Koq bisa beda-beda. Itupun harus kuta alasan kenapa ada penambahan waktu atas pekerjaan tersebut,”sentilnya.
Tentu carut marut atas pekerjaan RTP Kodo itu, pastinya, menambah semangat asosiasi (Gapensi) untuk melapor dan bersurat pada pihak Aparat Penegak Hukum (APH), ada apa dibalik ini semua,”katanya.(RED)
COMMENTS