Ilustrasi BIMA, KS.- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis harta kekayaan pejabat negara dan kepala daerah, termasuk Bupati Bima, Hj. I...
Ilustrasi |
BIMA, KS.- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis harta kekayaan pejabat negara dan kepala daerah, termasuk Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri SE dan Wakil Bupati Bima, Drs. H. Dahlan M. Noer M.Pd.
Berdasarkan data dalam website resmi KPK, elhkpn.kpk.go.id tertanggal 14 September 2021, harta kekayaan Bupati Bima naik berlipat ganda. Sedangkan Wakilnya naik dalam kisaran angka ratusan juta rupiah.
Harta kekayaan perempuan yang disapa Umi Dinda ini yang dilaporkan pada tahun 2020 sebesar Rp13,531 miliar. Namun selama pandemi Covid-19 hartanya meningkat menjadi Rp19,959 miliar.
Dalam kurun waktu belum sampai setahun pasca dilantik menjadi Bupati Bima dua periode pada tanggal 26 Februari 2021, Umi Dinda memperoleh harta kekayaan sebesar Rp6,4 miliar lebih.
Sedangkan harta kekayaan Wakil Bupati Bima, sebesar Rp3.049 miliar yang dilaporkan pada tahun 2020. Namun memasuki tahun 2021, harta kekayaannya mencapai Rp3.492 miliar.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding menegaskan besar kecilnya harta kekayaan pejabat negara dan kepala daerah tak bisa dijadikan patokan apakah uang tersebut dihasilkan dari tindak pidana korupsi.
"Besar atau kecilnya nilai harta yang dilaporkan tidak dapat dijadikan ukuran atau indikator bahwa harta tersebut terkait atau tidak terkait tindak pidana korupsi," kata Ipi dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).
Ipi mengatakan, LHKPN merupakan penilaian sendiri yang dilakukan pejabat negara melalui laman elhkpn KPK. Kata dia, pihaknya bisa melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap laporan harta kekayaan pejabat negara tersebut.
“Untuk menilai kewajaran harta, KPK dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Salah satunya dengan melakukan penelusuran transaksi keuangan dan analisis kesesuaian profil penyelenggara negara,” kata Ipi.
Ipi menjabarkan, sesuai UU Nomor 28 tahun 1999 yang merupakan wajib lapor LHKPN adalah penyelenggara negara yang diwajibkan sesuai dengan kedudukan dan jabatannya.
Secara limitatif, disebutkan siapa saja yang termasuk sebagai penyelenggara negara, yaitu pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pejabat negara lain yang dimaksud merupakan perluasan wajib lapor yang dasarnya ditetapkan oleh instansi masing-masing dengan mengeluarkan aturan internal. Karena jabatannya tidak termasuk penyelenggara negara sebagaimana ketentuan UU, maka ada mekanisme yang diatur terpisah oleh kementerian, lembaga, atau instansi terkait,” tandasnya. (KS.TIM)
COMMENTS