Rafidin, s,sos Kebijakan Pemerintah Daerah KAbupaten Bima dalam dua tahun terakhir ini terkait pengangkatan Tenaga Penunjang Utama (TPU) di ...
Rafidin, s,sos |
Kebijakan Pemerintah Daerah KAbupaten Bima dalam dua tahun terakhir ini terkait pengangkatan Tenaga Penunjang Utama (TPU) di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) telah melanggar amanat Peraturan Pemerintah (PP) nomor 48 Tahun 2005 tentang larangan pengangkatan tenaga honorer. PP 48 tersebut masih berlaku sampai sekarang dan secara tegas melarang adanya Daerah mengangkat tenaga kontrak, tenaga honor daerah atau sejenisnya.
BIMA, KS.-Larangan PP 48 Tahun 2005 itu mestinya menjadi acuan bagi setiap kepala daerah agar tidak sembarang mengangkat tenaga honor yang berimbas pada APBD. Masalahnya, satu orang tenaga honor harus diberikan gaji atau insentif perbulan minimal 500ribu hingga Rp.700Ribu, artinya dalam setahun satu orang tenaga honor menghabiskan APBD sekitar Rp.8,4Juta lebih. “Jika dalam setahun Pemerintah daerah rekrut tenaga honor atau TPU mencapai angka 500 orang seperti yang terjadi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bima Tahun Anggaran 2022 ini sebanyak 525 orang, maka akan menghabiskan APBD sebanyak Rp.4,4Milyar lebih, bila gaji perbulannya pada angka Rp.700Ribu.
Kebijakan pengangkatan TPU oleh Bupati Bima Hj.Indah Damayanti Putri di tahun anggaran 2020, 2021 dan 2022 yang jumlahnya mencapai ribuan di semua OPD adalah kebijakan yang merugikan rakyat dan daerah, dan terindikasi perekrutan tenaga honor atau TPU tersebut ajang pungutan liar yang merugikan rakyat atau calon tenaga honor/TPU.”Sebab satu orang SK TPU diduga dijual minimal Rp.25Juta hingga Rp.35Juta bahkan tembus angka Rp.40Juta. Parahnya lagi, SK tersebut diperpanjang tiap tahun oleh Pemerintah Daerah atau dinas terkait, sehingga tak heran banyak juga SK yang tidak diperpanjang, padahal untuk mendapatkan SK TPU tersebut warga harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah,” terangnya.
Rafidin meminta agar Bupati Bima tidak lagi merekrut tenaga honor daerah atau TPU, yang justru memeras rakyat juga merugikan daerah dan rakyat banyak. Sebab, pemerintah daerah harus menyediakan anggaran mencapai angka Milyaran di setiap OPD seperti Dinas Kesehatan, Dinas Dikpora, PolPP hanya untuk membayar insentif pegawai baru yang mendapatkan SK TPU tersebut.”Tingginya belanja pegawai yang mencapai 70 persen lebih di APBD KAbupaten Bima dari tahun ke tahun, akibat kebijakan Bupati yang terus mengangkat tenaga kontrak atau tenaga honor yang notabene berupa SK TPU tersebut. Dan jangan heran, rakyat terus berteriak meminta porsi pembangunan dari APBD, hingga melakukan blokir jalan, akibat kebijakan pengangkatan tenaga honor yang melanggar PP 48 Tahun 2005 tersebut,” tandasnya.(KS-05)
COMMENTS